Kelahiran #1

12 2 0
                                    

Marie Naya terbaring di ruang pemulihan. Selang infus masih tertancap kuat di punggung tangan sebelah kiri dan selang oksigen masih menempel di hidungnya. Mesin, entah apa, ada di belakang kepalanya. Mengeluarkan bunyi bip bip secara teratur, entah apa pula fungsinya. Bunyinya itu cukup mengganggu Naya, membuat perasaannya semakin gelisah.

Naya baru saja melahirkan secara secar. Anaknya seorang bayi laki-laki telah lahir dengan selamat dan sehat, begitu kata dokter dan bidan. Naya pun telah mendengar jerit tangis merdu suara anak pertamanya itu. Ya. Ia memang mendengar suara anaknya, tapi ia belum diperlihatkan wajah bayi mungil itu. Naya belum melihat, apakah hidung anaknya mancung seperti yang dikatakan dokter saat mereka memeriksakan usg 4D. Ah, seperti apa wajah anakku yg baru saja ku lahirkan tadi? Naya membatin.

Dilihatnya sekitar kamar pemulihan tempat ia berada sekarang. Sepi. Hanya ada tembok putih kosong saling berhadapan, seperti saling menatap Naya yang terbaring sendirian di tengah-tengah ruangan. Bunyi bip bip masih bersuara dengan ritme yang membosankan. Sudah jam berapakah ini? Bahkan untuk bergerak saja Naya tidak bisa dan tidak diperbolehkan. Tubuhnya dari area perut hingga kaki sudah mati rasa karena pengaruh suntik bius. Sisa tubuhnya yang tidak terkena bius rasanya lemah sekali untuk digerakkan. Bahkan hanya untuk menggeleng saja seakan tak mampu.

Naya ingat, setelah anaknya lahir dan dibawa keluar ruang operasi, dokter dan perawat masih harus melanjutkan proses penjahitan kembali area perutnya. Saat itu Naya merasakan mual luar biasa dan badannya menggigil tanpa bisa ia kontrol. Untunglah ada perawat yang memperhatikan sehingga ia segera diselimuti (meskipun Naya tidak bisa merasakan selimutnya) dan diberi tisu agar Naya bisa muntah. Iya, betul. Air liur rasanya menggenang di mulut Naya dan harus dikeluarkan. Dengan tubuh yang terbaring tak bisa bergerak, Naya berusaha untuk memiringkan kepalanya barang sedikit. Agar air liur itu bisa mengalir dan perasaannya bisa sedikit lega karenanya.

Sekejap, Naya merasa malu mengingat kejadian tadi. Ia sungguh tak berdaya apa-apa. Bahkan untuk meludah saja ia butuh bantuan. Dan sekarang ia masih dalam kondisi yang sama. Terbaring tanpa bisa bergerak sama sekali. Padahal ia ingin tahu sudah berapa lama ia di ruangan ini. Ia pun ingin tahu kemana anaknya dibawa tadi. Dan Oh! Naya merasa sangat rindu kepada suaminya.

Suaminya, Mas Prabu, sedang menunggu di luar ruang operasi. Naya merasa kasihan pada suaminya itu. Mas Prabu, meskipun terlihat tegar dan mencoba menenangkan Naya yang akan masuk ke ruang operasi sendirian demi melahirkan putra mereka. Namun sesungguhnya, Mas Prabu lah orang yang paling butuh untuk ditenangkan saat itu. Istrinya dan anaknya sedang bertaruh nyawa. Dan ia hanya bisa menunggu di luar ruang operasi dengan berdoa. Sendirian, tanpa ada siapapun keluarga lain yang menemani.

Mas Prabu berulang kali mengecup Naya sebelum masuk ke ruang operasi. Ada perasaan gugup yang terlintas di raut wajahnya. Naya bisa melihatnya, meskipun Mas Prabu mungkin berusaha menutupinya. Nasihat-nasihat kemudian terlontar dari bibir merahnya, kemudian ditutup dengan kalimat, Nduk sebentar lagi kita bisa melihat Gey. Insya Allah. Bismillah ya. Naya tersenyum haru melihat suaminya itu. Mas Prabu menggenggam tangan Naya. Dingin. Naya tahu betul, saat perasaan Mas Prabu tidak enak, suhu tubuhnya selalu menurun. Naya merasa harus mengucapkannya, Mas jangan khawatir. Sebentar lagi kita ketemu lagi. Tunggu aku ya.

Naya menghela nafas. Dia tidak suka membuat Mas Prabu berada dalam situasi seperti tadi terlalu lama dan sendirian. Naya fikir, setelah selesai melahirkan ia bisa langsung bertemu suami dan anaknya, tetapi ternyata tidak. Naya sebenarnya sangat ingin menanyakan tentang suamj dan anaknya kepada perawat beberapa kali tadi lalu lalang melewati dua pintu yang ada di ruangan itu. Namun akhirnya ia enggan memanggil perawat tersebut. Naya merasa badannya sangat lelah dan lemas. Bahkan untuk berkata-kata pun seperti buang-buang tenaga. Akhirnya Naya sibuk dengan fikirannya sendiri. Sibuk mereka ulang kejadian yang baru saja ia alami pertama kali. Sibuk mengingat-ingat hal hingga sedetail mungkin agar kelak bisa ia kenang dengan baik. Hingga tak terasa Naya pun tertidur. Sepertinya berfikir pun membuat energinya yang tersisa menjadi benar-benar habis.

###

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Little SunshineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang