BAB EMPAT

1.6K 123 16
                                    

Nana menggulirkan bola matanya ke sekeliling ruangan. Ruangan yang luas dimana dia berada kini jelas bukan lah ruang sembarangan. Seseorang yang berpengaruh di dalam perusahaan ini pasti lah pemilik ruangan ini. Melihat ruangan ini entah mengapa mengingatkan Nana pada sang mantan boss, Araya Addison. Ruangan pria itu juga kurang lebih sebesar ruangan ini seingat Nana.

" Silakan duduk."
Nana terenyak saat suara baritone itu tiba-tiba mengalun. Nana tersenyum kecil seraya mendudukan dirinya pada sebuah kursi. Tatapan matanya kini tertuju pada sebuah papan nama terbuat dari kaca yang berdiri kokoh di atas meja tepat di hadapannya. Rex Ernesto ... itulah nama yang tertera pada papan nama tersebut.

Nana memicingkan matanya, itulah nama seseorang yang tertera pada surat panggilan interview yang mendarat di rumahnya. Jadi benar dugaannya, dia memang tengah berada di dalam ruangan yang ditempati orang terpenting perusahaan ini.

" Ini ruangan milik Pak Rex. Beliau sedang tidak ada di tempat jadi saya dipercaya untuk menggantikan beliau menginterview kamu."

Pria yang mengenalkan dirinya sebagai Neval pada Nana itu terdengar memberi penjelasan, mungkin karena menyadari tatapan heran yang tengah dilayangkan Nana saat ini.

" Ooh, iya pak."

" Boleh saya lihat CV kamu?"

Tanpa ragu Nana mengulurkan map di tangannya. Sebuah map dimana di dalamnya berisi lengkap biodata tentang dirinya. Nana tahu pasti surat-surat itu dibutuhkan, bukan ini pengalaman pertamanya melamar pekerjaan. Jadi seorang Nana Athalia sudah sangat hafal betul surat-surat apa saja yang perlu dia bawa dalam sesi interview ini.

Rex yang memakai nama samaran Neval itu kini tengah membaca biodata Nana yang ada di tangannya. Kedua matanya bergulir mengikuti setiap huruf yang tercetak di selembar kertas itu.

" Hmm ... pak, boleh saya menanyakan sesuatu?" ucap Nana tiba-tiba, sukses membuat atensi Rex teralihkan.

" Silakan." Jawabnya.

Nana membenarkan posisi duduknya agar lebih tegak di kursinya. Berdeham sejenak guna menormalkan kegugupannya.

" S ... saya sebenarnya tidak pernah mengirimkan lamaran pekerjaan ke perusahaan ini, tapi kenapa ya tiba-tiba saya menerima surat panggilan untuk interview?"

Ya itulah yang ditanyakan Nana, dia tak sanggup lagi menahan rasa penasarannya. Dia ingin segera mengetahui alasan surat panggilan itu bisa mendarat di tangannya. Berharap dalam hati semoga surat itu tidak salah kirim. Mau ditaruh dimana wajahnya jika ternyata surat panggilan itu salah kirim dan seharusnya tidak diterima olehnya? Meski ada kekhawatiran dirinya akan malu, Nana tetap ingin mengetahui jawaban dari pertanyaan yang beberapa hari ini selalu menggelayuti pikirannya.

Rex menutup map berisi biodata Nana. Merasa tak membutuhkan data-data itu lagi karena dirinya sudah mantap menginginkan Nana untuk bekerja di perusahaannya.

" Pak Rex yang mengirimkan surat panggilan itu padamu. Semuanya murni atas keinginan beliau. Beliau ingin merekrut kamu menjadi salah satu karyawannya di perusahaan ini."

Nana mengernyitkan dahinya, semakin tak paham dengan situasi yang sedang dihadapinya ini.

" Tapi kenapa pak Rex menginginkan saya menjadi karyawan di perusahaan ini? Saya tidak ingat pernah bertemu beliau." Tambah Nana, meminta pria di depannya itu lebih menjelaskan maksud ucapannya.

" Kami dengar kamu yang merancang hotel milik Araya Addison Corporation di Bali. Apa itu benar?"

Nana meneguk ludahnya, merasa aneh sendiri kenapa hidupnya selalu berurusan dengan pria bernama Araya, padahal Nana tengah berusaha melupakannya. Tapi mendengar namanya selalu disebut-sebut, bagaimana mungkin Nana bisa melupakan pria yang merupakan mantan boss sekaligus cinta pertamanya itu? Nana mendesah lelah, sebelum mulutnya terbuka untuk mengeluarkan suaranya.

THE MYSTERY OF ERNESTO RESORT [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang