Secercah cahaya menyinari mataku, membuat aku tak lagi nyaman dalam lelap ini. Aku menggeliat dan perlahan ku buka mata kecil ini. Aku terdiam untuk sesaat dan menikmati rasa malas ini. Namun kemudian aku mengingat sesuatu yang membuat ku kembali bersemangat. Aku harus menghubungi keluargaku hari ini, karena seminggu lagi adalah hari bahagia ku. Ya, aku lulus dan aku akan menjujung topi hitam berbentuk petak, apalagi kalau bukan toga. Tentunya aku ingin merayakannya bersama keluargaku. Siapa sih yang enggan merayakan hari besar seperti ini bersama dengan orang-orang yang dia cintai? Tanpa pikir panjang, aku meraih handphone-ku. Aku menggeser layar demi layar. Dan akhirnya aku menemukan sesuatu yang aku cari yaitu nomor handphone abang ku. Lalu kemudian aku menekan tombol hijau untuk melakukan panggilan suara. Ya orang pertama yang harus ku hubungi adalah abang ku. Karena hanya dia yang memegang hp miliknya sendiri. Sementara mama? Begitulah, mama ku tidak punya hp. Kalau pun mama memilikinya, aku tetap tidak bisa menghubungi mama. Karena di tempat seperti daerah dimana mama tinggal itu tidak ada signal. Namanya juga daerah terpencil. Ya, mama ku tinggal di sebuah pulau yang demikian jauh dari tempat ku saat ini. Bahkan aku belum dapat mencapai nya hanya dengan naik pesawat. Aku harus menyeberangi lautan dengan kapal, kemudian dilanjutkan dengan perjalanan melelahkan dengan boat. Barulah aku dapat bertemu dengan mama ku. Ya, tempat yang sangat jauh, Desa Magi, Kecamatan Tara, Kabupaten Wai, Provinsi Sur (bukan alamat sebenarnya), Ibu Kota Jakarta, Indonesia. Alamat yang sangat lengkap bukan? Ya, mama ku tinggal di sana. Lalu bagaimana dengan papa ku? Sebenarnya papa punya hp dulu nya. Tapi suatu ketika aku meminjam hp itu, dan belum ku kembalikan hingga saat ini. Aku menyesali itu, tapi bagaimana lagi. Aku ingin sekali membelikan papa hp baru, tapi sayang, aku belum memiliki cukup uang untuk itu. Saat ini papa hanya mengandalkan hp milik ibu. Sehingga, jika aku menghubungi papa, kecil kemungkinan aku dapat langsung berbicara dengan papa. Iya, di tempat papa memang ada signal, sayangnya papa tidak memiliki hp pribadi untuk saat ini. Dan ya, papa berada di tempat yang berbeda dan tentunya sangat jauh dengan mama ku. Bagiku meski pun mama dan papa bereda di dalam satu desa pun, mereka tetap saja jauh. Lalu bagaimana dengan kakakku? Kenapa aku tidak menghubungi nya saja? Ya ampun, aku harus jujur lagi, kakakku tidak memiliki hp. Bagaimana mungkin aku bisa menghubungi nya? Lalu bagaimana dengan adek ku? Ya, sebenarnya aku tidak memiliki adek tapi aku punya. Secara khusus, aku ini adalah anak terkahir dari tiga bersaudara. Namun secara umum, aku ini adalah anak ketiga dari delapan bersaudara. Aneh? Iya memang begitulah kenyataannya.
Tak lama kemudian, aku mendengar suara yang sedikit berat dari seberang sana.
"halo."
"iya halo, assalammualaikum bang." Jawabku.
"iya, waalaikumsalam, ada apa Chi pagi-pagi udah nelpon?"
Iya, aku biasa dipanggil Chi oleh orang-orang terdekatku. Padahal namaku Jessica Iskandar lo. Katanya sih, awal mula aku dipanggil Chi, karena kata pertama yang bisa dan selalu aku ucapkan adalah Chi. Ya jadilah demikian, aku dipanggil dengan nama itu.
"nggak ada bang, Chi Cuma mau ingetin, minggu depan Chi wisuda bang. Abang jadi datang kan, ke acara wisuda Chi?" Jelasku dengan nada sedikit merayu.
"iya, insyaallah abang sama mama datang ya. Tapi gimana beli tiketnya Chi? Abang sama mama kan belum ada pengalaman dalam hal itu."
"iya, gimana kalau abang kirim aja uangnya, nanti biar Chi yang pesenin tiketnya. Biar nanti kalau ada diskon, bisa dapet potongan harga juga." Jawabku.
" ya sudah, besok abang kirimkan ya uangnya."
"iya bang." Jawabku sambil tersenyum.
" ya sudah, abang mau kerja dulu."
YOU ARE READING
Zona Bahagia ku
Short Storycerita ini berawal dari angan-angan yang selalu terbayang oleh Chi setiap bangun tidur di pagi hari. ia ingin keluar dari zona sepi nya. ia ingin merasakan kebahagiaan yang juga dirasakan oleh orang-orang se usianya. wajarlah, bahkan sedari kecil i...