BAB 1
Berawal saat di bangku SMP, akulah orang pertama yang mengaguminya. Mengagumi dan melihat sebuah sosok yang tidak pernah kutemui sebelumnya. Seseorang yang dulu ku pandang tidak akan pernah datang ke dalam hidupku. Namun, dialah yang sampai kini selalu terbayang di pikiranku. Sampai kini di masa putih abu-abu, ya di masa SMA. Tidak terbayang seberapa lama rasa ini bertahan. Seberapa kuat, bahkan aku saja tidak tahu kapan aku bisa melupakannya. Sekarang memang kita dekat dan mungkin diakui hanya sebatas teman dekat. Dia tidak tahu apa yang ku rasakan sampai saat ini masih sama seperti dulu.Sulit rasanya mengatakan sendiri dari mulutku. Setiap bertemu, bercanda, bermain bersama, aku menyukainya. Tak kusadari pupilku membesar. Sering ku usap tetesan air mataku, karena aku tidak bisa melihat dia dekat dengan yang lain. Ya, itu cemburu. Kau tahu apa yang kusukai? Setiap hari bercanda tawa dengannya. Hanya itulah yang bisa kulakukan sambil berusaha melupakannya. Bercanda dengan berusaha tidak membawa perasaan, melupakan egoku. Karena dia berhak bercanda tawa dengan siapa saja. Jadi, kalau itu aku, aku ingin berteman biasa. Seiring berjalannya waktu berharap yang lebih, namun tidak perlu berlangsung cepat. Semua butuh proses dan semakin banyaknya kisah bersama akan sering dikenang.
Hari demi hari, kisah demi kisah. Di masa putih abu-abu ini, banyak hal yang membuatku ingin selalu bersamanya. Aku selalu berfikir 'Aku ini siapa ya', aku bukan siapa-siapa dia. Aku selalu menanti dia, padahal dia berhak memilih siapa yang bisa bercanda dengannya. Wajar, kalau cemburu itu kian datang terus menerus. Setiap perempuan yang bercanda bersamanya, terlihat sekali dia tertawa dengan asiknya. Cukup dengan melihatnya, sudah membuatku lega yang membuktikan kalau itu ada dia. Kalau batang hidungnya saja aku tidak lihat, rindu itu datang. Aku tahu ini lebay, namun siapa yang tahu kisah klasik di masa remaja ini.
*Kringggg... Bel berbunyi tanda jam masuk sekolah dimulai. Aku langsung menempati posisi dudukku dengan rapih. Terlihat dia dengan asiknya masih mendengarkan musik dari handphone-nya.
Aku duduk di bangku pojok belakang dan dia hanya berjarak dua baris di sebelahku. Ternyata teman sebangku ku tidak masuk pada hari ini. Jadi kursi diantara aku dengan dia kosong. Kursi kosong itu yang membatasi jarak aku dengan dia. Tidak apa, aku ingin terlihat santai. "Bi, sini geser, gaenak kursi kosongnya ganggu." Kata Alex. Dengan kaget, aku hanya melihatnya dan tidak menanggapinya. "Bi... denger gue gak" Alex menaikkan alis. Aku tersentak dan langsung beranjak ke kursi kosong tepat disebelahnya. Tak lama guru geografiku masuk ke kelas. Seiring berjalannya pembelajaran dikelas, aku dan dia dengan tenang memperhatikan. Waktu demi waktu, tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 14.30. Sudah waktunya pulang. Dengan wajah bersinar, aku cepat-cepat keluar kelas karena jam pulang sekolah adalah hal terindah bagiku. "Bi, lo pulang sama siapa?" Aku menoleh ke belakang setelah mendengar suara itu. 'Oh Alex yang ngomong', aku langsung berhenti dan dia datang menghampiriku. "Gue dijemput supir." Lalu Alex hanya mengangguk saja. Huh padahal aku berharap dia mengajakku pulang bersama.
Setibanya dirumah, aku langsung masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku diatas kasur empuk itu. Kembali sosoknya terlintas di pikiranku. Alex, dia temanku sejak aku duduk di bangku sekolah dasar. Tidak terasa aku sudah mengenalinya selama dua belas tahun sampai di penghujung jenjang di sekolah yaitu di kelas XII SMA.
Aku terus melamun mengingatnya sambil ku ambil earphone dan handphone ku untuk mendengarkan lagu. Setiap detupan lagu favoritku yang ku dengar selalu membuatku bahagia. Mengingat sosok Alex yang dulu hanyalah anak rumahan, jarang sekali kelayapan, dan Alex yang sekarang, menjadi sosok Alex yang suka berpergian, tidak betah dirumah. Hmm maksudnya, Alex yang sekarang sering sekali pergi keluar rumah sampai larut malam. Bukan artinya dia anak nakal, namun dia hanya saja sudah boleh bebas sama orang tuanya karena masa yang sudah beranjak dewasa.
*Tok Tok Tok "Bianca..." panggil mama degan bunyi ketukan pintu yang membuatku melepaskan earphone yang ada di telingaku. Aku langsung membuka pintu kamarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Sekedar Kata
RomanceSebuah kisah klasik di sekolah. Ternyata Alex yang kukagumi selama ini membuatku berfikir lagi apakah aku akan tetap menyukainya atau mengaguminya saja. Aku selalu membayangi sosoknya , ya pasti tanpa Alex tahu. Apakah Alex yang sekarang seperti yan...