081019

5 0 0
                                    

Udara Jakarta makin hari kian terasa panas. Waktu makan siang telah tiba. Seperti biasa aku menikmati 60 menit waktu istirahatku dengan rekan kerja. Kali ini bermenukan sate padang yang mangkal di belakang gedung xx, dan sebotol air mineral. Oh aku memang manusia paling tidak pandai berhitung di dunia. Bagaimana bisa aku bilang 'sedang ingin berhemat' jika membawa air minum dalam tumblr saja tidak aku lakukan. Hitung saja 5ribu rupiah kali puluhan hari.
Kang sate membawa dua piring sate padang yang masih sedikit panas karena kuahnya baru keluar dari panci besar dalam gerobaknya. Satu piring untukku, satu untuk rani. Ajrin dan mila memesan bakso sementara mba anne hanya makan buah.
Para pegawai kantoran proletar ibu kota ramai memadati tempat makan seperti ini, panas tanpa ac, dinding setengah, dan langsung berbatasan dengan jalan raya.
Pengamen bergantian naik 'panggungnya'. Kali ini pemuda setengah baya berkaos hitam, berjaket jeans biru model 90an, dan topi hitam terbalik. Pergelangan tangannya nampak sedikit dari balik jaket jeans, disana terlukis tato hitam yang motifnya entah apa karena sebagian besar tertutup lengan jaket. Dia membawa gitar yang dimodifikasi nyambung dengan alat musik tiup.

"Dear God... the only thing I ask of you is to hold her when I'm not around...
When I'm much too far away....."

Sesekali nyanyiannya yang serak-serak basah itu digantikan oleh tiupan harmonika, diiringi oleh petikan gitar. Pengamen di sekitar kantor sini memang rata-rata suaranya merdu. Andai mereka punya kesempatan untuk punya panggung yang lebih baik.
Tak jauh dari tempatku makan, ada bapak-bapak yang membawa balita di punggungnya, cantik dan manis dengan jumpsuit pink dan penutup kepala bunga matahari. Kasian bayi itu, sedari belum lancar bicara dia harus berkawan dengan terik matahari dan debu jalanan, serta riuhnya orang-orang makan. Wajahnya polos memgekor di punggung peminta-minta yang badannya masih kekar, yang entah siapanya -entah ayahnya, atau orang yang baik hati mau merawatnya, atau orang jahat yang menjadikannya properti agar orang-orang terketuk hatinya untuk memberikan seribu dua ribu.

"Makan yang. Dah jam 12" aku memgirimkan chat pada seseorang di lantai 11 gedung sebelah tempatku makan. Aku yakin dia jauh lebih disiplin dariku dalam segala hal termasuk waktu makan. Hanya saja, dia pasti terlalu banyak bekerja dari pagi, aku takut dia lupa waktu. Kekasihku adalah pekerja keras, rasanya dia selalu banyak pekerjaan. Ah tepatnya karena dia lebih suka banyak pekerjaan daripada tidak ada pekerjaan. Dia sering bilang, "di kantor, yang aku tau cuma kerja kerja dan kerja sayang. Selain itu hanya drama saja."
Sebenarnya tidak begitu, tidak murni drama. Aku tahu dia baik, dia suka membantu ibu-ibu tua, dia suka mengangkatkan barang-barang orang yang kesusahan di kereta, dia suka membantu orang lain.
Dia hanya tidak pandai basa-basi, katanya.

Pukul 12.15 aku kembali ke kantor. Aku masih punya 45 menit untuk memgistirahatkan mataku yang akhir-akhir ini sering sakit dan remang-remang memandang kejauhan. Huft, jangan sampai minusku bertambah. Aku tak mau jadi perempuan berkaca mata.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 08, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MetamorphosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang