Chapter I -MOTIV-

7 0 0
                                    

Pecahan kaca tergeletak di tanah , pecahan tersebut menghasilkan beberapa DNA yang masih hangat. Aku mengambilnya kembali,  ingin memangsa yang lain. Akulah si haus darah...

Mungkin ini adalah permulaan ku menjadi pembunuh berantai tapi aku menikmatinya,, satu tusuk dua tusuk akhirnya aku bias menghayati moment ketika benda tajam menusuk daging manusia... irama itu benar benar seni.

Dilain hari kucoba merenungi perbuatan ku mengapa... mengapa tak bertindak lebih kejam dari sebelumnya ? sebenarnya aku masih pemula dan harus belajar lagi, cita cita paling indah dalam hidupku adalah untuk membuka perusahaan malapraktek illegal dan membuka jasa pembunuhan untuk orang yang ingin membunuh dirinya.

Aku... dari mana kesalahan itu bermula, apakah anda sekalian ingin tahu mengapa aku begini ? dan aku akan menjawabnya. Tentusaja semua ada permulaan sebelum ada keberhasilan... antusias sekali. hari itu langit mendung, teman sebangku ku berulah kembali.. suara gaduhnya ricuh sampai ku tak bias berkonsentrasi, tetapi entah kenapa jiwaku tetap tenang.. tenang tentu setenang air tergenang...ku nasehati ia berkali kali namun ia cuek. Suatu hari ia mengayunkan pensil dan tepat menancap sempurna di pipiku, hampirsaja aku dibuat cacat olehnya... hal yang pertamakali ia perlihatkan padaku adalah gigi kawatnya, ia menyerigai manis

Apakah itu permulaan aku berubah menjadi monster ? apakah aku membunuhnya setelah itu ? tentusaja tidak. Mataku berpaling darinya ketakutan melihat gigi kawatnya yang mekar seteah menancapkan pensil di pipiku. Aku dilanda depresi. Hari demi hari ia selalu mengulang hal yang sama. Menancapkan pensil di pipiku.. hari demi hari perban selalu baru di pipiku, tiada yang berkomentar. Guru, siswa? Mereka semua takut dengan nya, begitupun aku. Sampai suatu kali ia mengulurkan tangan ingin meminta maaf. Apa yang akan aku lakukan ? denga kepolosanku akhirnya ku terima permintaan maafnya. Hari demi hari pipiku terus menghitam. Hari demi hari ku selalu memandangi tangan kanan yang ku gunakan untuk menjabat tangannya ketika meminta maaf

Tanpa sadar, pensil telah tertancap di taganku...

Tentusaja aku yang menancapkan pensil itu. Beberapa hari ku merenung. Ini adalah tanda amarahku, aku tak bisa mengendalikan diri , semakin aku besabar semakin gila aku memikirkan aksi diluar naluriku yang kadang menghantam diriku sendiri.

Dari sana aku memutuskan untuk menggunakan senjata pensil. Itulah senjata pertamaku...

Esoknya ketika ia sedang asyik ayik meraut pensil kesukaannya , aku mendekatinya dengan modus bantuan tugas. Aku mengajaknya untuk bertemu di toilet, dengan alasan aku melupakan Sesutu disana

Di toilet

Disinilah mula aku mengelabuinya dengan menggunakan pensil, benar. Alat yang kutinggalkan di toilet adalah pensil, sungguh tidak masuk akal sekali jika toilet berhubungan dengan pensil, tetapi bagiku itu tidak masalah.. aku bisa membuat mereka terhubung

Dia semakin heran dan bertanya Tanya mengapa harus menemuiku di toilet, saat itu juga ia kembali ricuh dan menyerigai meremehkan, siapa yang tidak marah menyaksikan dirinya diremehkan ? .. aku ? tentu aku ingin menang dari petarungan ini. Tentu aku ingin menjaga jatidiriku. Seorang pecundang ? aku ?? oh tidak kalian salah , aku bisa bertindak semauku dan kalian masih belum bisa bertindak seberani diriku, mengapa kalian melihatku dengan tatapan seperti itu ??

Pikiran pikiran tersebut terus bermunculan dalam benak ku, sedikit demi sedikit ku lihat, ku menatap cermin,  aku melihat jati diri ku semakin cerah dan bercahaya, begitu juga pensil.

Akhirnya saat itu juga ku membalas senyumanya yang meremehkan itu. Amat sangat puas diriku dari lubuk hati yang dalam . Disana ku membulatkan tekad, bagaimana jika aku membalasnya degan 1000 kali lipat lebih cemerlang dari itu

Pensil yang sedari tadi kutahan pergerakannya ini telah tertancap di matanya. Tentusaja jeritannya kinilah yang luarbiasa ricuh sampai diriku mengulang tusukan mengenai pipinya. Hal itu kulakukan sebanyak banyaknya, tentu ini bukan lagi membuat aku menyerigai, tetapi tertawa... hahaha rasakan. Engkau akhirnya menggali kuburanmu sendiri .

Banyak darah ? aku akan kotor ? sejujurnya saat itu aku menikmati semua yang keluar dari tubuhnya entah itu percikan air mata, suara ritihan, maupun curahan darah yang keluar dari lobang tusukan itu membuatku bahagia, aku merasa... seperti meraih kemenangan final, tidak akan ada yang bias berani denganku lagi... ini meyenangkan, akhirnya aku memperoleh hobi baru,

Yaitu membunuh...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 12, 2019 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

All About KillerWhere stories live. Discover now