"Kita, dua insan yang saling mencintai dan berharap bisa bersama hingga senja."
--00--
"Iya, lima menit lagi," sahutku sambil terus memeluk guling.
"Enggak ada lima menitan. Buruan mandi. Jangan lupa dandan, mama tunggu di bawah," balas seseorang yang ternyata, mama.
"Oke ...," ujarku yang membuat mama menghembuskan napas lega, kemudian pergi.
"Oke deh, tidur lagi. Hoaaam," lanjutku otw ke dunia mimpi.
--00--
Setengah jam lebih, telah berlalu.
"Mana Funselnya jeng?" tanya seorang wanita paruh baya.
"Coba saya cek dulu ya, mohon ditunggu."
Mama segera menaiki tangga dan membuka pintu kamarku. Dan betapa terkejutnya ia, anak perempuan satu-satunya sedang tertidur pulas.
Mama langsung pergi ke kamar mandi dan keluar dengan membawa se-gayung air, kemudian diguyurkan ke atas kasur, tepatnya ....
***
"I'm sorry but. Don't wanna talk. I need a moment before I go. It's nothing personal. I draw the blinds. They don't need to see me cry. Cause even when they understand. They don't understand ...."
"So then when I'm finished. I'm all 'bout my businnes. And ready to save the world. I'm taking my misery ...."
Lagu populer dari Alan Walker itu mengalun merdu dari mulut seorang gadis muda yang kini tengah menyanyi di atas panggung. Di atas khalayak ramai ....
Sorak gembira keluar dari mulut penonton, setelah si gadis menyelesaikan lagu On My Way itu.
Namun, tiba-tiba, air pantai yang semula surut berubah menjadi pasang dan terus menguap. Sehingga panggung yang dipijaknya pun rusak parah.
Sedangkan dia ikut terbawa arus yang semakin mengganas. Karena tidak bisa berenang, dia pun tenggelam ke dasar paling dalam.
***"Haaa!" seruku langsung bangun dari tempat tidur.
"A-aku masih hidup? Syukurlah, ternyata cuma mimpi," ujarku sambil mengelus dada. "Tapi kok piyamaku basah gini? Apa jangan-jangan aku beneran tenggelam?"
Mulut yang tadinya mengoceh tidak jelas, mendadak berhenti. Di samping kanan kasur diary banziku, berdiri seorang wanita paruh baya yang sedang menatap tajam.
Sebuah gayung berwarna pink pun bergelantung di tangan wanita itu. Mm-mama!
"Habis kau Funsel," batinku sambil terus menggigit bibir bawah.
"Eeeh, mama hehehe." Ucapan polos itu langsung keluar mulus dari mulut ceplosku.
"Aduh, salah ngomong lagi," batinku sembari meruntuki ucapan bodohku tadi.
"Hehehe, baru bangun sayang?" tanya mama sambil tersenyum sinis.
"I-iya mah." Dan lagi, ucapan bodoh itu keluar dari mulutku ini. Aaarghh ....
***
"Maaf ya tante, Funsel tadi ketiduran," kataku dengan rasa bersalah pada tante Ifa, mama Elvan."Enggak papa kok nak." Jawaban tante Ifa, langsung membuatku menghembuskan napas lega.
"Jadi, kedatangan kami semua adalah untuk melamar nak Funsel untuk Elvan," ucap om Dika, mewakili.
Aku yang tadinya menunduk karena takut, segera mendongakkan wajah. Kaget dan kesal bercampur menjadi satu. Karena apa?
Pertama, kaget karena dilamar dadakan. Siapa sih yang tidak kaget? Tidur molor yang diakhiri guyuran air kemudian nasehat panjang lebar sang mama dan sekarang, sekarang dilamar kekasih.
Kedua, kesal karena Elvan tidak memberi kabar sebelumnya. Apalagi tanpa ucapan manis dari kekasih, romantis dikit dong, Van!
"Jadi, bagaimana nak? Kamu mau menerima lamaran Elvan?"
Pertanyaan yang sejak lama kutunggu itu, segera kubalas dengan anggukan mantap, lalu berkata, "Iya!"
Begitu ucapanku selesai, Elvan menautkan sebuah cincin emas dengan hiasan batu hijau ke jari manisku.
Tepuk tangan riuh terdengar, bersamaan dengan tangan kekar Elvan yang memeluk tubuhku.
Akhirnya kami terikat, walaupun masih sebatas tunangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
PERPISAHAN Kita
Teen Fiction"Kita berjanji untuk senantiasa bersama. Kita berjanji untuk hidup semati hingga masa senja. Kita berjanji untuk saling mencintai tanpa adanya perpisahan.'' Semua janji itu hancur seketika, sejak tragedi yang terjadi padamu. Aku, Funseliana Marsyand...