Bagian 1 (Awal Hidupku)

6 0 0
                                    

Aku adalah anak yang sangat disayangi oleh orangtuaku. Aku adalah anak pertama dari empat bersaudara dan satu-satunya lak-laki. Aku adalah seorang anak yang selalu mendapatkan segala sesuatu yang diinginkan anak kecil sebelum anak yang lain memilikinya. Sebagai contohnya, temanku baru membeli sepeda dan aku sudah memiliki sepeda yang sama dua bulan sebelumnya. Saat itu aku kelas 6 SD. Sekolahku bisa terbilang merupakan salah satu sekolah yang elit di kota Medan. Ayahku adalah salah satu guru yang cukup sukses. Mengapa demikian? Karena gaji yang didapat ayahku di sekolah tempat ia mengajar adalah 1/5 dari gaji mengajar privat les. Ibuku adalah salah seorang guru sekaligus pengurus salah satu organisasi yang cukup berkembang. Banyak orang menyukai keluarga kami karena orangtuaku adalah orang yang suka menolong tanpa pandang bulu.

Tahun 2004 saat aku baru tamat SD segala sesuatunya berubah. Ayahku mengidap salah satu penyakit yang mematikan sekaligus menghabiskan banyak uang yaitu sakit jantung. Delapan bulan lamanya ayahku dirawat di rumah sakit akibat penyakit yang dideritanya. Aku hanya bisa melihat wajah ayahku yang kaku dan lemah tak berdaya terbaring saat itu. Ibuku mulai menjual satu per satu barang yang ada di rumah kami untuk membayar biaya rumah sakit. Kami mulai kehilangan harta kami secara perlahan. Aku mulai berpikir aku tidak akan bisa menjalani hidupku tanpa ayahku. Ibuku setiap hari menangis saat melihat kondisi ayahku di rumah sakit. Aku tidak rela kehilangan ayahku secepat ini. Yang bisa kulakukan saat itu hanyalah berdoa sambil menangis dan memeluk ayahku. Aku tak membiarkan seorang pun menyentuhnya kecuali ibu dan ketiga adik perempuanku. Setelah masuk bulan kesembilan ayahku meninggal.

Disinilah awal cerita hidupku melihat dunia. Kepergian ayahku meninggalkan luka yang cukup mendalam bagi kami. Kerabat dan saudara pun mulai menjauh perlahan. Aku tidak peduli. Ayahku pernah mengajarkan sesuatu kepadaku.

"Apa yang kamu inginkan adalah apa yang akan kamu dapatkan"

"Apa yang ingin kamu tahu pastilah akan kamu ketahui"

"Kamu tidak akan dapat memahami seseorang hanya karna melihat senyumnya saja"

Semua kata kata itu semakin terngiang dikepalaku. Sejak saat itu ketika aku ingin memiliki sesuatu seperti teman-temanku aku harus mengerjakan sesuatu. Tidak masalah bagiku. Aku senang melakukannya. Aku kemudian dimasukkan ibuku di salah satu sekolah menengah pertama yang biasa-biasa saja namun masih diakui keberadaannya. Disinilah aku mulai menerapkan semua hal yang dikatakan ayahku. Rasa ingin tahuku semakin besar ketika guruku menjelaskan sesuatu. Apa yang ada dipikiranku hanyalah aku harus tau secara mendetail setiap hal yang diajarkannya.

Masuk tahun kedua aku menjadi salah satu siswa yang berprestasi. Nilaiku sangat memuaskan. Banyak guru disekolahku yang penasaran terhadap kemampuanku. Aku pun mulai masuk kelas unggulan. Di kelas ini entah kenapa semangat belajarku agak menurun. Ini kelihatan dari prestasiku yang hanya berada di tengah-tengah posisi juara kelas. Ada sesuatu yang mengusikku. Aku rindu ayahku. Aku ingin bermain dengannya. Aku ingin merasakan suasana saat ia mengajar murid privatnya. Hatiku kacau balau. Aku tidak dapat berpikir secara normal saat itu. Aku ingin melihat ayahku walau sebentar tapi aku tak bisa. Pikiranku kacau. Hatiku juga. Entah apa yang harus aku lakukan. Aku kebingungan.

Kini aku memasuki tahun ketiga di SMP. Tekanan mulai datang. Aku bisa merasakannya. Sungguh. Aku mulai menerima tekanan dari segala sisi. Salah satunya adalah bullying. Aku mulai disisihkan dari antara teman – teman sekelasku. Aku mulai sering diejek dan dipukulin secara bergantian oleh mereka. Aku tidak mengadu pada siapapun. Aku tau aku bisa menahan semuanya sendirian. Aku tau aku kuat. Tidak ada satupun yang menolongku saat itu. Aku hanya bisa merasakan sakit luar biasa. Pulang dari sekolah ada beberapa anak yang sudah menungguku di depan gang dan berniat melakukan hal yang sama seperti yang aku rasakan di sekolah. Mereka mulai mendatangiku.

Kesepian Adalah KekuatanWhere stories live. Discover now