Rumah Joglo Kakek

22 0 0
                                    

Serdadu Kincir Angin, Tentara Matahari Terbenam, dan Joglo Kakek

Angin menyapu padi ayah. daun kelapa tua melambai diterjangnya. Hari itu sangat cerah, dihiasi awan kumulus yang menenun birunya kain angkasa, matahari menyinari dengan lembut tempurung asap dan sawahku. Bau tanah yang khas nan memabukkan menenggelamkanku. Aku terlelap dalam keindahan alam itu,

Belum beberapa menit ku terlelap, kantukku terpotong oleh suara pekik burung gagak yang mengudara di atas gubuk kecilku. Dalam hati kecilku kupikir tanda sial buatku. Tapi akal sehatku berkata lain, mungkin saja itu hanya dongeng orang tua belaka. Aku kembali memandang indahnya bumi pertiwi, berusaha untuk tetap tenang dan kembali ke alam mimpi.

Tidak disangka, jam telah berlalu. Matahari bersinar jingga, indah sekali rasanya kulihat. Matahari terlihat karam di balik tempurung asap. Cahayanya berenang melewati celah pepohonan. Udara hangat memanjakan tubuh kecilku.

Tiba-tiba, ada yang memanggil namaku, Tarni, ayo pulang. Semakin mendekat semakin keras, kutahu itu suara kakekku. Aku pun menoleh, kulihat kakek dengan baju lusuh dengan celana goni menghampiriku. aku mengangguk, tanda setuju. Aku pun akhirnya pulang ke rumah. Sembari melangkahkan kaki melewati sawah dan kebun tetangga, kakek berkata, Tarni, terlalu bahaya bagimu untuk keluar nak kulihat muka kakek dan mengangkat tangan menandakan bertanya alasannya. Dia melanjutkan, Kemarin ada tetangga kita, Pak Kusno. Dia tertangkap oleh kompeni, ketahuan mencuri di kebun jeruk milik Tuan Van Derg. Aku terpana, mendengarnya. Lalu kakek melanjutkan, Gara-gara itu kompeni akan memperkuat penjagaan akhir-akhir ini. Kamu jangan berkeliaran hingga larut malam. Jangan seperti bapakmu.

War Story Tale (abandoned)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang