Malam ini adalah malam rabu, tak seperti biasanya ada rasa tidak enak di hati. Tak mengerti kenapa, rasa takut begitu kental dalam jiwa. Keluar dari rumahpun rasanya aku tak berani.
Jangankan untuk keluar rumah, di suruh ke dapur saja rasanya sangat benar benar menakutkan.
"Nia, tolong anter makanan ini ke rumah pamanmu!" suru Mamak di malam itu.
"Nggak mak, aku takut!" tolakku tegas.
"Hey, ngapain takut? Tidak ada yang perlu di takutkan." ujar Mamakku.
"Tapi mak, kali ini aku benar takut, nggak tahu kenapa aku nggak berani kemana-mana." keluhku kepada mamak.
"Ada ada aja kau!" ketus mamakku.
Aku tidak mengantarkan makanan tersebut ke rumah paman. Malah di gantikan dengan kakakku.
"Nia, tolong belikan sayur, ke depan sana!" lagi lagi mamak, menyuruhku keluar rumah.
"Tapi mak, aku sudah bilang, aku takut keluar rumah," ujarku memelas agar tidak di suruh keluar rumah.
"Nggak ada tapi tapian, cepat beliin!" suruh mamak, lalu menyodorkan uang kepadaku. Tak kuasa menolak, aku membeli sayur.
Ketahuilah, aku tinggal di sebuah kampung, jalanan pun masih gelap jika malam tiba. Ada beberapa lampu jalan, namun tidak berfungsi lagi. Dan itu membuat jalanan begitu menyeramkan.
Suasana sangat sepi, aku berjalan kaki ketempat penjualan sayur. Aku berjalan buru-buru, sesekali kulirik kiri-kanan. Sepintas lewat bayangan putih ketika aku menoleh. Jantungku memompa lebih cepat, bulu kuduku berdiri. Tak tahan lagi, aku berlari dan membeli sayur tersebut.
Saat pulang pun demikian, aku berlari tanpa menoleh kiri -kanan lagi. Sampai di rumah aku terengah-engah.
"Kenapa kau?" tanya mamak heran
"Nggak, aku capek aja lari-lari tadi," ujarku masih terengah engah.
"Ada ada saja kamu," Mamak menggelengkan kepalanya melihat tingkahku.
Tak lama dari itu, abangku datang dan mengajakku membeli beberapa sayuran untuk besok. Kebetulan penjual sayuran keliling datang.
"Nia, ayo kita beli sayuran untuk besok!" ajak abangku.
"Iya bang," ujarku, aku sedikit lega karena aku keluar rumah memiliki teman.
Penjual sayur keliling tersebut berhenti di depan rumah salah satu warga, masih berjalan seratus meter dari rumah. Namun gelap membuat suasana mencekam.
"Nia, tanya Mamak, tomat masih ada atau tidak!" suru abangku.
Aku segera menuruti perintah abangku, rasa takutku mulai berkurang, karena ada beberapa orang membeli sayuran. Tetapi tetap saja, pohon yang ada di depan rumah tetanggaku membuat jalanan tampak menyeramkan.
Setelah aku bertanya kepada Mamak, aku berjalan santai ketempat pedagang keliling tersebut. Namun, masih beberapa meter dari rumah, tepat di depan tiang listrik depan rumah tetanggaku, aku melihat sosok berbaju putih merangkak.
Badanku seketika melemas, aku terdiam sesaat melihat sosok berbaju putih yang merangkak itu, matanya merah menatapku tajam. Ingin berteriak ketakutan, rasanya lidahku kelu. Rambut panjangnya jatuh ketanah. Aku langaung lari ke arah abangku berada.
"Kenapa lari, trus muka pucat, ada apa?" tanya ibu-ibu yang melihatku.
"Di sana ada hantu," ucapku ketakutan. Lalu aku menunjuk ke arah tempat di mana aku melihatnya.
"Tudak ada apa-apaa. Mungkin itu hanya penglihatanmu." ucap sang ibu tersebut.
Aku dan abangku pulang, lalu menceritakan kejadian itu, mereka tidak ada yang percaya. Aku cuma kesal, pedahal itu begitu nyata bagiku.
Tamat