Angin kala itu tidak menentu, kilas balik cahaya pantulan kaca gerbong mata api kian menyelusup diantara kabut asap yang kian memekat.
Aluran musik yang menjejal di telinga, kiranya dapat menyaingi deritan rel yang semakin memekik.
Kereta datang dari penghujung petang berhenti di kiloan Meratus, para penumpang lainnya mulai gencar berdiri mengarah ke pintu masuk kereta, tak mengira bahwa Surabaya akan menjadi kota musim hujan sepanjang tahun.
Keira mulai melepas earphone dan bergegas memasuki lorong kereta mengikuti para penumpang lainnya. Harap-harap kiranya tidak ada yang bersikap senonoh padanya.
.
Lirik-lirik memilah tempat, ia memilih untuk berdiri, melelahkan memang. tetapi ia tak bisa egois mengingat banyak orang sepertinya juga tergesa-gesa untuk pulang dan melepas penat.
.
Keira mulai mengingat sesuatu, hal yang ia lupakan sebelum ia bergegas menuju stasiun.
.
Sialan.
.
Violinnya tertinggal.
Pantas saja ia merasa ada hal yang kurang pada pagi ini, padahal ia sudah mengecek bawaan-nya siang tadi.
.
Ingat-ingat Keira meletakkannya di dekat pot bunya anggrek dekat jendela kelas.
Ia merogoh handphonenya dan dengan tergesa-gesa mencari nomor telepon adiknya, Ken.
.
"nomor yang anda hubungi sedang tidak dapat dihubungi, please try again later"..
.
"ken payah"
.
Ia mengertak pelan, padahal Violin itu adalah benda berharga.
.
Alih-alih menggertak, ia sadar bahwa tidak ada penumpang lain tidak ber status pelajar selain dirinya-
Sebentar, celana abu-abu mengalihkan pandangannya, celana abu-abu yang dipadukan dengan sepatu converse biru dan jaket coklat tebal yang menutupi kepalanya.
dan kacamata kotak biasa yang bertengger di wajahnya yang membuat diri lelaki itu seperti Aktor River Phoenix yang tampak begitu realis."kita sampai di palang jembatan merah, terimakasih telah memilih jasa kami"
Ia terpaku terhadap lelaki tersebut, selama ia melihat manusia seperhujung Surabaya, ia tak pernah melihat identitas lelaki tersebut.
Lelaki tersebut ikut larut dalam kesibukan manusia lainnya yang mulai berhamburan.Yakin ataupun tidak, Keira yakin darahnya mulai berdesir naik.
"Maaf nona muda, begitu sukanya kah kamu dengan lagu kekinian sampai lupa daratan? "
Sindiran dengan nada tegas tersebut mengalihkan pikiran Keira bersamaan dengan tepukan seorang wanita yang tersenyum sinis padanya.
"Aih, maafkan aku "
Keira buru-buru meletakkan handphone-nya dan keluar secepatnya dari kerumunan stasiun.
Keira berjengit kesal, hanya karena ia terdiam sebentar Keira harus dipermalukan
"ah mengesalkan sekali "
Jika tidak memikirkan lelaki tersebut Keira pasti tidak akan di kritik mentah-mentah.
Keira mulai mengendarkan pandangannya ke langit. Awan merah mulai menari-nari menyaingi warna jingga sang mentari turun dari singgasananya serta angin yang berhembus yang beralun dengan suara sholawat sebelum azan yang mulai berkumandang.
Keira ingat harus pulang sekarang. Atau Ibunya akan mengoceh panjang lebar karena mengira putri sulungnya akan berkeliaran kesana kemari seperti kucing liar.
Rumah Keira tak jauh dari stasiun, hanya melewati jalan raya dan 3 blok perumahan dari stasiun.
Ia mulai membawa kakinya berlari melewati jalan raya saat jalur kendaraan mulai renggang, menuruni tangga umum Jembatan Palang Merah yang bersebelahan dengan irigasi sungai yang mengairi kota Surabaya selama beberapa tahun terlihat lumayan jernih terkena pantulan sinar matahari yang kemudian tenggelam dalam aliran sungai.
Bersama dengan derap langkahnya yang melambat, Keira akhirnya sampai di komplek perumahannya meski dengan napas ngos-ngosan.
Lelaki Stasiun itu mulai bergelung di kepalanya lagi. Ayolah, Keira sudah lelah
Meskipun ia masih memiliki harapan dapat bertemu dengan Lelaki stasiun itu lagi(533 kata)
Fin.
Safirapn_.
..