Ku Tunggu Kau di Surga

63 6 3
                                    

            Di malam yang sunyi ini. Aku berjalan diantara keheningan malam. Aku memang sudah terbiasa pulang malam seperti ini, karena aku bekerja sebagai perawat disebuah rumah sakit yang mengharuskanku untuk berjaga hingga larut malam.

Tapi, di malam ini aku sedikit gelisah. Aku merasa seperti ada yang mengikutiku dari belakang. Aku mencoba tidak panik, tapi naas ternyata tebakanku benar. Ketika aku mencoba untuk berlari, ada 2 orang pencuri yang berusaha mengambil tasku.

  Aku mencoba berontak, tapi aku tak kuasa melawan mereka. Tapi, tak berapa lama datang seseorang yang nantinya akan selalu berada disisiku, seseorang yang nantinya akan selalu melindungiku, yaitu Surya.

          Ketika melihat Surya, para mencuri tadi langsung berlari membawa tasku.

"Jangan lari kalian".

Teriakan Surya sembari mencoba berlari mengejar mereka.

Tapi, aku menggenggam erat tangan Surya agar ia tidak mengejar pencuri itu.
"Udah mas, jangan kejar mereka. Lagian tasnya gak ada barang berharganya kok".

Ucapku.

"Tapi kamu gak kenapa-kenapa kan?".

Aku menganggukkan kepala. Kemudian diapun mengantarkanku pulang kerumahku.

Sudah hampir 7 bulan lebih aku tidak melihatnya, karena selama itu. Ia ditugaskan untuk menjaga keamanan di daerah Papua, dan aku senang karena dia telah kembali lagi ke kehidupanku.

Setelah aku sampai dirumah, dia mengucapkan sesuatu sebelum dia pergi.

"Terima kasih telah menungguku hingga hari ini".

Akupun tersenyum mendengar perkataannya.

         Keesokan harinya ia mengajakku ke sebuah tempat yang sangat Indah, tempat yang akan menjadi saksi bisu momen paling berarti dalam hidupku, yaitu.
"De, mas mau ngomong sesuatu".

Tiba-tiba Surya pun telah berlutut dihadapanku sembari membukakan sebuah kotak kecil berisikan sebuah cincin.

"Maukah kamu menutupi segala kekuranganku, maukah kamu menerimaku yang tak selamanya berada disisimu, dan maukah kamu menjadi teman sehidup sematiku".

Perkataan itu membuat aku tak kuasa menahan air mata haruku.

"Aku mau menerima kamu mas, aku akan selalu berada disisimu. Walau aku tau kita tidak mungkin selamanya bersama, tapi aku yakin suatu hari nanti kita bisa bersama-sama lagi untuk selamanya".

Aku tak tahu apakah perkataan itu adalah sebuah do'a, atau hanya sebatas kata yang keluar dari seseorang yang terharu mendengar perkataan itu.

         Setelah 3 minggu sejak Surya melamarku. Kami telah resmi menjadi suami istri.

Hari berganti hari kita lewati bersama, dan tak terasa hari berganti begitu cepat. Tiba saatnya waktu untuk berpisah. Aku sudah tau resiko sebagai istri seorang abdi negara, aku harus siap merelakan dia pergi demi melindungi negeri tercinta. Walau berat melepaskannya, tapi aku tahu suatu hari pasti kita akan bersama lagi.

        Hampir setiap hari kita saling menanyakan kabar, sampai dimana ketika aku melahirkan anak pertamanya. Ia meminta maaf tidak bisa berada di sisiku ketika aku melahirkan anak pertamanya. Tapi, ia berjanji 2 bulan lagi akan menyelesaikan tugasnya disana.

       Sudah hampir 2 bulan setelah ia mengatakan akan segera pulang. Aku mulai khawatir dengan keadaannya, karena aku mengetahui dari TV telah terjadi kerusuhan di tempat ia betugas.

  Aku mencoba menghubunginya untuk memastikan keadaannya. Tapi hasilya nihil, tidak ada yang mengangkat. Tapi, disuatu sore. Aku mendapatkan sebuah telepon dari nomer yang selalu ku tunggu kabarnya, namun ketika aku mengangkat telepon. Ternyata bukan ia yang berbicara, tapi orang lain. Ia berkata sesuatu yang aku tidak ingin ini sampai terjadi, perkataan yang membuat jantungku hampir lupa untuk berdetak.

"Assalamualaikum, saya perwakilan dari segenap rekan dan seluruh jajaran TNI di daerah Jayapura. Mengucapkan turut berduka cita atas kepergian Letnan Surya. Beliau menjadi salah satu korban dari kerusuhan di Jayapura kemarin siang".

Air mata tak mampu kubendung lagi. Hatiku teriris, jiwaku seperti mati rasa, dan tak kuasa akupun pingsan ketika mendengar semua itu.

       Hari ini, 20 oktober 2001. Menjadi hari yang sangat pilu bagiku, tangisku tak bisa ku hentikan. Ketika ku melihat sosok pelindungku sekarang sudah mendahuluiku pergi ke alam lain. Aku tau ia menepati janjinya untuk kembali. Tapi aku tak menyangka ia telah kembali kepangkuan sang Illahi. Kini aku hanya bisa meratapi dan memeluk pusara bertuliskan namanya. Tanpa bisa memeluknya lagi.

      Mengingat semua kenangan itu, kadang membuat hatiku sakit menerima kenyataan ini. Tepat hari ini, 20 Oktober 2002. Setahun setelah kepergiannya. Aku mulai menerima kenyataan ini, kenyataan bahwa ia telah pergi selamanya, dan menyisakan sepucuk surat yang sengaja ia buat sehari sebelum  kejadian itu terjadi. Surat yang meyakinkanku bahwa kita akan bersama-sama lagi suatu hari nanti.

     "Teruntuk Rani Istriku.

Maafkan aku yang tak lagi bisa berada disisimu, maafkan aku yang tak bisa menjagamu. Bukan, bukan mauku meninggalkanmu sendiri. Mungkin, takdirlah yang menentukan semua ini. Tapi, perlu kamu tau aku akan selalu berada disisimu, menjagamu, walau ragaku tak bersamamu lagi, aku yakin suatu hari nanti kita bisa bersama-sama lagi, dan kan ku tunggu kau di surga.

                                                                                                                                                     15 oktober 2001

                                                                                                                                                       

                                                                                                                                                   Let. Surya Nagara.

Ku Tunggu Kau di SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang