Prolog

235 33 26
                                    

Alkisah disebuah negeri antah berantah, hiduplah seorang gadis belia berparas malaikat. Kulitnya putih, halus, dan lembut bagaikan salju. Rambut panjangnya sewarna dengan sakura di musim semi. Serta netranya bak permata ruby yang mampu mempesona siapa pun yang memandangnya. Meskipun tubuhnya tergolong kecil, justru hal itu malah menambah kesan manis pada sang gadis. Tennderella, itulah nama gadis tersebut.

Selain dianugerahi paras yang menawan, kehidupan Tennderella pun cukup bahagia. Sang ayah merupakan seorang saudagar kaya yang cukup terkenal didaerahnya. Sehingga semua kebutuhan Tennderella sangat tercukupi. Meskipun seringkali ayahnya melakukan perjalanan dalam waktu yang lama tapi Tennderella tidak pernah merasa kesepian berkat perhatian dan kasih sayang yang selalu dicurahkan oleh ibunya. Beliau juga mengajarkan kepada Tennderella untuk tidak sombong dengan segala kelebihan yang dimilikinya dan selalu bersedia menolong siapapun yang sedang kesusahan. Sehingga selain memiliki paras yang cantik, Tennderella juga dikenal memiliki pribadi yang baik sehingga disenangi orang-orang disekitarnya.

Namun sayang beribu sayang. Kebahagiaan Tennderella tidak berlangsung lama. Kehidupannya berubah drastis semenjak kepergian sang ibu untuk selamanya. Dan hal tersebut semakin terasa saat suatu hari sang ayah membawa seorang wanita berpostur tubuh minimalis kerumahnya. Ayah mengatakan kalau wanita yang bernama Mitsuki itu akan menjadi ibu baru bagi Tennderella. Meski Tennderella menolaknya tapi Ayahnya tetap bersikeras meyakinkan Tennderella dengan dalih wanita tersebut lah yang akan menemani dan mengurus kebutuhan Tennderella disaat sang ayah bepergian. Meski dengan enggan akhirnya Tennderella mengiyakan keputusan ayah. Dasar ayah tak tahu diri, belum ada setahun ibu meninggal malah sudah kawin lagi, kira-kira begitu umpat Tennderella dalam hati.

Sayang beribu sayang lagi. Ternyata wanita tersebut tidak sebaik apa yang dikira. Memang disaat ayah Tennderella berada disana, Mitsuki selalu bersikap baik pada Tennderella, tetapi disaat ayah sudah pergi Tennderella seringkali diperlakukan dengan tidak layak. Ia dipaksa untuk mengerjakan segala tugas mulai dari bersih-bersih rumah, mencuci pakaian, memasak makanan, hingga membereskan kekacauan yang diperbuat oleh mereka. Ya mereka. Karena Mitsuki tidak datang sendiri melainkan disertai oleh kedua putrinya. Yang pertama bernama Shouko memiliki paras cantik tapi kelakuannya mengerikan, sementara yang satunya lagi memiliki tubuh bongsor dan hobi menghabiskan stok makanan, Tamako. Kedua putrinya itu juga tidak jauh berbeda dari ibunya. Mereka selalu seenaknya menyuruh-nyuruh Tennderella, merebut semua gaun dan perhiasan indahnya, bahkan mengusir Tennderella dari kamarnya sendiri. Saat ini Tennderella mendiami ruangan yang lebih sempit, kotor, dan dipenuhi perkakas tidak berguna, dengan kata lain gudang.

Tiap hari Tennderella hanya bisa menangis tanpa bisa melawan. Karena jika dia melawan, penderitaannya hanya akan semakin bertambah. Tubuh Mitsuki memang kecil tapi tidak dengan suaranya. Saat marah dia akan mulai memaki dan membentak-bentak Tennderella dengan suaranya yang membuat sakit telinga. Jika ia melawan Shouko maka ia harus berurusan dengan koleksi benda tajam milik Shouko yang diacungkan kedepan wajahnya. Dan jika ia melawan Tamako siap-siap saja lengan penuh otot Tamako akan meremukkan tulang-tulang ringkihnya. Ia benar-benar tidak berdaya. Akhirnya Tenderella membulatkan tekadnya, ia akan melaporkan semua perlakuan keji mereka ini kepada sang ayah saat kembali nanti. Ia berharap ayahnya mau mengerti dan senang hati mengusir ketiga makhluk laknat ini dari rumahnya agar kedamaiannya bisa kembali lagi.

Tapi hari yang dinanti itu tidak pernah tiba. Berbulan-bulan sang ayah tak kunjung pulang. Hingga suatu hari berita mengejutkan datang pada Tennderella. Ternyata ayahnya telah meninggal karena diserang oleh sekawanan bandit. Hari itu Tennderella hanya bisa menangis dan menangis. Menangisi kepergian ayahnya yang kini membuatnya jadi gadis yatim piatu, dan juga menangisi nasibnya yang entah bagaimana nanti dalam siksaan ibu dan saudari tirinya.

Hari berganti minggu. Minggu berganti bulan. Dan bulan berganti tahun. Kehidupan ampas Tennderella tetap berjalan. Tubuhnya yang sudah kecil jadi tambah kecil karena kurang asupan gizi. Gaun indah penuh renda yang biasa ia kenakan berubah menjadi gaun lusuh yang dihiasi tambalan disana-sini. Bahkan rambut panjang yang merupakan kebanggaan dan satu-satunya hal yang mengingatkannya pada ibunya harus direlakan tandas dalam kebiadaban Shouko dan guntingnya. Padahal dulu Shouko tidak sekejam ini padanya. Bahkan dulu Shouko sempat mengagumi Tennderella dan menjadikannya panutan meskipun umur Tennderella lebih muda 2 tahun dibawah Shouko. Semua ini bermula karena seorang pemuda yang tadinya ditaksir oleh Shouko ternyata malah menyukai Tennderella.

Flashback on

Gadis berambut perak keunguan itu menatap kikuk pemuda dihadapannya dan setelah mengumpulkan keberanian akhirnya dia mulai bicara.

"Ano... X-san aku menyukaimu"

Pemuda itu terdiam sesaat kemudian ternsenyum kearah si gadis.

"Maaf ya, Shouko. Tapi aku lebih menyukai Tennderella" aku pemuda itu sambil mendongak kelangit yang dihiasi kelopak sakura yang beterbangan seakan menambah kesan dramatis kejadian tersebut.

Flaschback off

Kan kampred, batin Shouko. Dari situlah semua kebenciannya kepada Tennderella berasal. Meskipun pemuda itu sudah pergi entah kemana, tapi kebencian Shouko tidak juga hilang. Makanya Shouko sangat menikmati disaat membuat Tennderella menderita. Ingatlah orang jahat berasal dari orang baik yang T E R T O L A K.

Tamako memang tidak terlalu sering berurusan dengan Tennderella, bahkan gadis bongsor itu mungkin yang paling mudah untuk ditangani bagi Tennderella. Selama Tennderella memberinya makanan maka Tamako akan patuh dan tidak mengganggunya, tapi kalau saja Tennderella tidak atau telat memberinya makanan maka Tamako akan mulai mengamuk. Tamako akan menghentakkan kakinya kuat-kuat kelantai kayu rumah, membanting kursi dan meja, mengacak-acak perabotan, membolongi dinding rumah, menjebol atap, dan segala jenis kegiatan bar-bar lainnya yang hanya akan menambah pekerjaan bagi Tennderella.

Tidak hanya fisik Tennderella saja yang mengalami perubahan, tapi sifatnya juga. Pribadi Tennderella kini menjadi acuh tak acuh. Lisannya yang senantiasa menuturkan kalimat dengan sopan santun kini malah lebih sering mengucapkan kalimat pedas yang sering kali menyakiti kokoro lawan bicaranya. Wajahnya yang biasa menyunggingkan senyum meneduhkan kini berubah menjadi dingin dan datar seakan tanpa ekspresi. Dan jangan lupakan netra ruby nya yang biasa berbinar-binar kini malah tampak seperti orang yang sudah mati. Berterimakasihlah kepada keluarga tiri Tennderella karena sudah membuatnya jadi seperti ini.

Lelah. Tennderella sudah terlalu lelah dengan kehidupannya. Seringkali ia berpikir untuk mengakhiri hidupnya saja, bahkan seringkali sudah ia melakukan percobaan bunuh diri. Tapi naasnya tidak ada satu pun yang berhasil. Saat ia mencoba menggantung dirinya, tali yang ia gunakan tiba-tiba putus. Saat mencoba menyayat urat nadinya, tiba-tiba pisaunya yang patah. Saat ia mencoba meminum racun, ternyata racunnya sudah kadaluarsa. Saat mencoba memakan jamur beracun, bukannya mati tapi hanya perutnya saja yang sakit sehingga harus bolak-balik ke kamar mandi. Dan disaat ia mencoba menabrakan dirinya ke kereta kuda yang tengah melaju kencang, kuda-kuda itu malah beralih dan memilih nenabrakkan diri ke pohon sehingga kuda-kuda itu yang akhirnya dibawa ke rumah sakit. Tak ada satu pun caranya yang membuahkan hasil. Apakah karena para Dewa menyayanginya sehingga selalu menyelamatkan nyawanya? Tapi kalau memang para Dewa menyayanginya, harusnya mereka membiarkannya mati saja agar ia bisa bertemu dengan ayah-ibunya di akhirat dan agar ia bisa terbebas dari segala beban yang ditanggungnya. Lalu atas dasar apa ia dibiarkan tetap hidup? Apakah karena Dewa membencinya sehingga ia harus merasakan semua penderitaan ini?

Alhasil, Tennderella pun sudah pasrah menjalani hari-harinya yang penuh luka nestapa. Layaknya sebuah pepatah yang mengatakan: Hidup segan, mati tak mau. Lebih tepatnya tidak bisa kalau bagi Tennderella.

Walaupun ia sudah lelah tapi jauh dilubuk hatinya, Tennderella masih menyimpan sebuah harapan. Harapan dimana suatu saat nanti ada seseorang yang akan datang menyelamatkan dan membebaskannya dari neraka dunia ini. Seseorang yang akan mencintai dan dicintai oleh Tennderella sepenuh hati. Seseorang yang akan jadi jodohnya kelak. Yah meski Tennderella tidak pernah tahu kapan hal tersebut akan tercapai, ataukah harapannya yang hanya tinggal harapan.

TennderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang