Beginikah yang dibilang orang-orang "Berkah Ramadhan"?
Terserahlah, apapun istilah-istilah itu, yang penting inilah nikmat-nikmat yang Allaah SWT. berikan kepadaku. Begitu banyak anugerah dan juga rezeki yang Allaah turunkan, yang Allaah berikan kepada makhluk-Nya.
Sangat diherankan jika diri ini tak bersyukur atau mengucap syukur. Sungguh gila diri ini jika anugerah rezeki yang begitu luar biasa Allaah berikan padaku setiap saat, setiap hembusan napas.
Aku tak pantas, sangat tak pantas melulu mengeluh, melulu meminta, melulu meresahkan dengan apa-apa yang kudapat. Sakit, pedih, keresahan. Itu tak ada bandingan atau lawan yang setimpal dibanding rasa nikmatnya sehat, tertawa, dan hidup. Kesakitan hidup bukanlah lawan berat bagi anugerah Tuhan.
Memang iya, ketika rasa sakit muncul memenuhi ruang dan waktu itu menyesakkan. Tak apa sedikit berikan waktu untuk meratapi kesedihan atas kesakitan itu. Tapi, apakah diri ini tidak bosan terus-menerus bawa-bawa masa lalu, sedangkan Tuhan akan memberikan pelangi-pelangi indah-Nya di hari kemudian?
Kau sedang bahagia?
Ya! Karena menurutku bahagia itu layaknya kesuksesan yang banyak mahasiswa utarakan, yaitu, "Relatif". Seperti relatifnya kebenaran ilmu pengetahuan. Begitu pun Aku dalam menerjemahkan kebahagiaan. Relatif. Menurutku.Aku akui, Aku tidak "terlihat bahagia". Tapi, yang Aku impikan adalah bahagia sesungguhnya atau senang yang sebenarnya, bukan terlihat senang.
Kini Aku sadar, bahwa kebodohanku menutupi semua potensi diri yang harusnya muncul. Aku sadar bahwa Aku itu lebih hebat hanya sekadar melulu memikirkan harus bahagia. Karena ternyata bahagiaku Aku yang ciptakan.
Alhamdulillaah! Alhamdulillaah! Alhamdulillaah!
Terima kasih untuk semua, yang menurutku, mengajarkan, membenturkan, menyesakkan, dan menyulitkan. Atas semua itu kudapati apa yang dimaksud anugerah, apa yang dimaksud kesakitan, dan apa yang dimaksud dengan kebahagiaan. Tanpa itu semua mungkin kemonotonan yang melulu kudapatkan.
Terima kasih keadaan. Terima kasih kesempatan. Terima kasih kehidupan.