Blank Spell

970 142 35
                                    


Malam itu aku sedang berusaha untuk tidur. Semua lampu kecuali satu lampu kecil di dekat ranjang sudah kumatikan dan dan tidak ada bebunyian lain selain gerung kipas angin. Namun setelah kudengarkan baik-baik, ada suara tangis yang masuk ke telingaku dan ketika aku bangun dari tidur yang belum nyenyak itu, kutemukan seseorang sedang meringkuk di depan pintu. Tadinya kupikir itu Christ, tapi Christ tidak mungkin menangis dengan rajukan seperti anak-anak. Kemudian aku sadar kalau itu mungkin saja Chimchim.

"Chim?" tanyaku untuk memastikan, "Chim kau kenapa?"

"Aku capek, aku marah."

Sambil menangis dia mengadu padaku tentang kesakitan yang tengah dia rasakan. Badannya sakit kerena terluka, dia bilang. Saat itu dia mengaku kalau dia telah dilukai oleh Fairy. Dia menunjukkan padaku di mana luka itu dan dengan bantuan bias cahaya malam dari jendela, kulihat ada luka-luka lecet dan lebam di sekitar pipi dan bibirnya. Aku tidak pernah tahu Chimchim suka berkelahi; aku bahkan merasa dia tidak mampu melakukan itu karena dia seorang anak manja yang lemah, namun keadaannya membuatku bertanya-tanya apa gerangan yang terjadi pada anak ini selama dia ada di luar. Fairy, katanya.

Aku bertanya padanya, "Kau sedang menipuku?"

"Tidak. Mengapa kau bersikap seperti itu? Kau tidak mengenalnya?"

"Siapa lagi itu?"

"Teman baruku. Mulanya dia baik, ternyata tidak. Kaulihat ini," katanya, sembari meniti lukanya dengan seujung jari, "kami minum, bercanda sedikit, lalu dia memukuliku. Dia bilang aku crigisan. Apa benar? Apa sebenarnya kau juga selalu marah tiap bicara denganku? Apa kau mau memukulku juga?"

"Chim."

"Aku tidak mengerti kenapa aku sampai harus terima tonjokannya itu. Keras, lho. Sakit!"

Chimchim terus berbicara sementara ada satu hal besar yang menjadi pertanyaan di kepalaku dan aku hanya bisa fokus ke sana. Fairy? Teman baru? Siapa?

Sepanjang hidupku aku hanya mengenal Chimchim dan Christ; yang mana merekalah orang-orang yang hidup bersamaku siang dan malam. Aku berbagi segalanya dengan mereka baik itu uang, tagihan, makanan, atau juga pakaian. Kami hidup dengan berbagi tapi itu tidak berlaku pada kesukaan. Aku ingat beberapa waktu lalu Christ sempat berkata padaku kalau dia sedang menyukai seseorang; seseorang yang baru ditemuinya di kedai kopi langganan. Kupikir Christ telah melakukan sesuatu pada Chimchim tapi aku tak yakin juga karena Christ bukan orang yang sanggup melukai fisik seseorang walau ucapannya kasar. Dan bagaimana pun, kami telah hidup bersama begitu lama. Apa dia tega?

"Enyahkan Fairy. Aku tidak suka padanya. Dia mungkin akan melakukan banyak hal agar kau mau berteman dengannya juga tapi aku tak suka itu."

Aku menengok, baru sadar Christ tidak ada di tempat. Aku jarang melihatnya kalau lampu mati. Dia mungkin saja sedang merokok di suatu tempat tapi apakah sampai tak peduli pada Chimchim yang keadaanya seperti ini? Aku yang mulanya tak yakin mulai curiga, mungkin saja Christ menyamar, berpura-pura menjadi seseorang bernama Fairy dan bergelut dengan Chimchim tanpa sepengetahuanku hanya gara-gara—apa, gebetan?

Sedikitnya aku cemburu karena aku tidak tahu apa-apa soal ini.

"Aku perlu bicara pada Christ."

Chimchim masih duduk di situ, dengan lidah menjilat bekas lukanya yang belum sepenuhnya garing. Aku sedikit memukul bahunya agar dia mau mendengarkanku. Kadang-kadang anak ini susah diatur dan aku agak sebal juga padanya.

"Kubilang aku perlu bicara pada Christ."

"Iya, iya."

Chimchim kemudian menghapus bekas tangisannya dengan kerah baju dan berdiri, mempersilakan aku untuk keluar dari ruangan itu. Dia yang kemudian menutup pintu kembali padahal aku tak minta. Kulirik dia sesaat sebelum pintu itu benar-benar tertutup, dan matanya belingsatan, seperti menyembunyikan sesuatu. Tapi kuyakin walau ada rahasia yang dia simpan, tak lama lagi aku akan tahu. Karena Chimchim tidak bisa berbohong. Anak itu tak cukup pintar untuk mengelabui aku.

Blank SpellWhere stories live. Discover now