1

7 4 3
                                    

Tidak terasa sekarang Edna sudah menjadi siswi berseragam putih abu abu setelah banyak drama yang ia alami di masa putih biru.

Edna seneng, masuk SMA berarti ia tidak dianggap anak kecil lagi sama mama papa gue. Ya walaupun Edna akui sifat dan pola pikirnya masih sama kaya waktu SMP. Tapi setidaknya seragamnya sudah berbeda.

Papabya mendaftarkan dirinya ke SMA Darma. Berbeda dengan Andre, sahabatnya itu bersekolah di SMA international favorite di kotanya.

Tidak heran Andre masuk ke SMA itu, karena memang sejak kecil dia sudah pintar. Berbeda dengan Edna yang setiap tahun langganan ranking 20 besar di kelas.

Hari pertama tahun ajaran baru di awali dengan masa orientasi siswa atau sering disingkat MOS. Kali ini temanya sangat unik dan menyusahkan menurut Edna, karena kita harus membeli perlengkapan MOS dengan budget yang telah ditentukan oleh Kakak osis.

Hari ini Edna mengenakan setelah abu-abu putih dengan sepatu bekas yang gue beli di pasar. Karena ia tidak tau dimana cari sepatu baru seharga 20.000 kecuali sepatu bekas.

Tak lupa rambut panjangnya yang dikepang hingga 8 kepangan. Edna tidak tau lagi gimana nasib rambutnya nanti, sudah pasti tidak karuan.

MOS dimulai pukul 07:00 pagi, untungnya Edna datang lebih awal karena ia sudah menduga kalau jalanan akan macet di hari senin.

Sambil menunggu yang lain datang, Edna duduk di dekat lapangan di bawah rindangnya pohon beringin. Suasana lapangan sudah mulai ramai, tetapi tak ada satupun orang yang ia kenal disini. Seketika ia menyesal karena tidak pintar seperti Andre.

"Hei, boleh duduk disini?" Seseorang dengan rambut kepang serupa dengan Edna, menyapanya dengan senyuman yang rada canggung.

"Silahkan, ga ada yang nempatin kok." Edna menggeser sedikit badannya untuk memberikan space kepada perempuan itu.

"Makasih."

Mereka berdua sama-sama diam. Sebenernya Edna bukan orang yang dengan mudah membuka obrolan, tapi karena ia tidak tahan diam-diam saja seperti ini, terpaksa harus ia duluan yang memulai.

"Nama lo siapa?"

Dia nampak kaget ketika mendengar suara Edna. Memang salahnya sih bertanya terlalu dadakan, ga ada aba-aba dulu.

"Nama gue Aira, nama lo siapa?"

"Nama gue Edna."

"Dari SMP mana?" Kali ini
Aira yang bertanya ke dirinya. Baguslah, ia jadi tidak seperti wartawan yang nanya-nanya terus.

"Santa Maria, lo?"

"SMP Negeri 3."

"Wih keren ya lo anak Negeri, gue ga pernah masuk negeri soalnya."

"Biasa aja, gue juga baru kali ini sekolah swasta."

"Serius? Hahaha sama aja sih kayaknya mau swasta mau negeri." Akhirnya obrolan mereka pun berlanjut hingga dengan mudah kami akrab tanpa disadari.

Terdengar bunyi pluit yang begitu nyaring dari arah lapangan. Edna yakin itu tanda dari senior bahwa mereka semua harus segera berkumpul di lapangan.

Seluruh anggota MOS berbaris berdasarkan gender. Karena tinggi Edna yang lumayan tinggi, ia jadi di tempat kan di barisan paling belakang, begitu pun Aira.

Satu per satu anggota osis bermunculan dan berbaris memanjang mengenakan setelan khas anggota osis. Karena jarang yang cukup jauh, Edna jadi tidak bisa melihat wajah senior-seniornya.

Satu per satu perwakilan dari guru dan anggota osis menyampaikan sambutan mereka yang menurut Edna tidak penting sama sekali. Kurang lebih isi sambutan mereka semua sama, seputar MOS dan yang lainnya.

Rambut serta wajah Edna sudah tidak karuan. Belum lagi bau badan yang menguar dari cewe yang ada disampingnya yang membuat dirinya mual.

"Kalo Andre disini, gue yakin itu anak udah mencak-mencak ga karuan." Andre ga suka banget deket sama orang yang bau badan. Pernah temen sekelas dia di tegur cuma karna bau badan, emang Andre dan mulut sampahnya bener-bener bikin dia jadi ga disukai banyak orang.

Akhirnya masa-masa paling menyiksa berakhir juga. Mereka semua dipersilahkan untuk memasuki kelasnya masing-masing. Edna berjalan mencari kelas IPS 6, disini kelas tidak ditentukan oleh nilai, jadi jangan berfikir ia bodoh karena masuk ke kelas itu.

Aira dan Edna berada di kelas yang sama. Jadi mereka berdua dengan santai mencari kelas sambil berkeliling sekolah.

"Eh sumpah kelas kita deket kantin." Kelas IPS 6 terletak tak jauh dari kantin dan itu membuat senyuman Edna semakin lebar.

Kantin merupakan tempat yang paling Ed a suka dari semua tempat yang ada di sekolah. Ditambah kantin SMA Darma terbilang luas dan lengkap, sudah pasti uang sakunya akan mudah terkuras disini.

"Mau ke kantin ga?" Edna dan Aira sudah menempati tempat duduk masing-masing. Disini tempat duduk terpisah jadi tidak ada yang duduk sebangku seperti waktu SMP.

"Ayo."

Mereka berdua berjalan dengan santai karena waktu istirahat masih tersisa satu jam lagi.

Suasana kantin sudah dipenuhi oleh anak kelas satu, karena memang sekolah ini hanya punya satu kantin, berbeda dengan Sekolahnya dulu yang setiap angkatan memiliki kantin yang berbeda.

Edna menatap jajanan yang tersedia disana. Dan seketika matanya tertuju pada warung yang menjual mie ayam.

"Ra gue mau beli mie ayam, lo mau beli apa?" Aira tampak bingung memilih makanan apa yang akan ia beli karena memang kios disini cukup banyak.

"Kayaknya gue makan bakso aja deh." Agar tidak memakan banyak waktu, mereka berdua berpencar membeli makanan.

Setelah sepuluh menit mengantri, akhirnya semangkuk mie ayam dan segelas es jeruk sudah ada di tangan gue. Edna menatap seisi kantin guna mencari keberadaan Aira, hingga akhirnya menemukan sosok itu sedang melambaikan tangan kearahnya.

Edna berjalan dengan Hati-hati karena takut mangkoknya tumpah. Sayang banget kan kalo sampe mie ayamnya ga kemakan nanti.

Tengan Edna tidak menabrak siapapun kok seperti di sinetron yang sering mama tonton. Karena ia berhasil sampai ke meja yang Aira tempati dengan aman.

Mereka berdua makan dengan tenang, karena memang sepertinya kami sedang kelaparan.

"Gue seneng bisa makan mie ayam terus setiap hari."

"Emang dulu lo ga bisa makan mie ayam?"

Edna menyeruput es jeruknya dengan nikmat. "Temen gue rese, gue ga dibolehin makan mie. Paling harus sembunyi dulu kalo mau makan."

"Ada benernya juga temen lo Na, ga sehat kali makan mie ayam setiap hari."

"Gimana dong gue cinta banget sama mie ayam." Edna berpura-pura sedih lalu mengusap pipinya yang kering.

"Sumpah lebay banget lo, sana gih gue malu ada dideket lo."

"HAHAHAHAHAHA SAYANGKUU." Edna berusaha merecoki Aira yang memandangny dengan ekspresi menjijikan. Ia hanya bisa tertawa dengan keras hingga terdengar suara dentruman sendok yang cukup keras dari sampingnya.

PRANG

"Berisik banget sih." Lelaki itu mengumpat dengan pelan walaupun masih bisa Edna dengar dan setelah itu dia langsung pergi.

"Kenapa deh itu cowo? Ga jelas banget." Edna menatap kepergian cowo itu dengan tatapan heran.

"Biarin aja, lagi sensi kali." Edna mengangkat bahu tak peduli, lalu mereka pun memasuki kelas karena sebentar lagi jam istirahat akan segera berakhir.

TBC

ConfusedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang