"Ibu ngga mau tauuu!, pokoknya Daud harus masuk UI, titik!"
"tapi, Bu?"
Sore sepulang sekolah aku asik berdiskusi dengan ibu tentang kelanjutanku selepas duduk di bangku SMA, aku cerita bagaimana kakak kelas alumniku yang sedang menuntut ilmu di makkah, bermajlis bersama para masyaikh di sudut masjid, bertemu banyak teman dari berbagai sudut dunia, mendapatkan beasiswa yang sangat menggiurkan, gimana tidak? Makanan disana lebih murah dan yang pasti kita dapet daging, belum lagi uang sakunya, sekitar 3 jt-an hehehehe
Ibuku tau apa yang terbaik buat anaknya. Ya, ibuku ingin aku masuk UI dengan alasan bahwa ibu dan ayah dan bahkan sekeluarga memang mempunyai yellow jacket, ibu sangat menjaga ini, walaupun anaknya sangat kekeuh untuk bisa ke saudi. Ibu memang tidak jauh dengan agama, bahkan ia pernah menjadi salah satu murid yang menggunakan jilbab di kelasnya, dulu jilbab sangat dilarang di lingkungan sekolah dengan alasan jilbab bukan termasuk seragam.
Semenjak aku dipaksa ustadzku untuk mengikuti kajian, entah mengapa aku jadi tertarik mengikuti kajian. Dulu aku pernah diajak ke musholla yang terpencil dipinggiran kota, berkumpul bersama jamaah-jamaah lain, melihat wanita-wanita mengenakan cadarnya, aih seram sekali nih. Musholla sesak dengan kain kain hitam, setiap oarang membawa jenggot- jenggotnya. Namun yang aku bingung saat itu mengapa jamaah segini banyak rela dateng ke mushalla terpencil padahal persis disebelah mushalla ada pasar kaget, aneh bukan? Ini pertama kalinya aku ikut kajian, ternyata tidak sebodoh yang ku pikirkan dulu, mendengar ceramah itu membosankan, membuatku ngantuk, waktunya terasa habis terbuang begitu saja, padahal saat kajian dimulai bahkan hingga sampai rumah aku tidak terpikirkan itu sedikitpun.
"ibu, aku bisa jelasin, bu"
"Jedaaaarrr" pintu rumahku di banting habis, mendengar aku ingin kuliah di madinah
Ibu pergi entah kemana mungkin ingin menceritakan ini ke ayah, biasanya ayah mengajar private dari rumah ke rumah, ibu tau ayah lagi jadwalnya mengajar di rumah Eki, temanku seangkatan namun aku tidak terlalu dekat dengannya.
"Assalaamu'alaykum"
"Wa'alaykumussalaam, siapa?" jawab Eki
"Ibunya Daud, mau ngomong sama pak Mahmud, saya istrinya
"Oiya silahkan masuk"
Ayah ku seorang yang memang disiplin, pintar dan lembut, ibuku selalu bercerita kalau ayah dulu pernah rangking 3 besar semenjak kelas 2 SD sampai selesai SMA. Katanya juga ayah pernah ikut rohis di SMAnya bahkan, pernah menjadi ketua namun jabatannya hanya berjalan sebentar karena ayah harus ikut kursus beladiri, bahasa arab dan pemrograman, saking sibuknya ayah, ayah mengundurkan diri untuk menjadi ketua, namun bukan berarti ayah tidak sanggup menjadi ketua, namun ayah memilih agar kemampuannya lebih bisa berkembang dan bermanfaat nantinya
"Yah, anakmu ituu... ibu sudah tak kuat lagi"
"Tak kuat cem mane?" dengan logat melayunya"
"Ia ingin kuliah di madinah, nanti gimana rumah kita sepi sangat kan?"
"Dah, dah nanti kite selaikan dirumah, ayah sedang mengajar dulu"
"Ngga bisa yah, ibu mau ayah ke rumah sekarang"
Malam itu aku sendiri di rumah karena ibu dan ayah pergi, kamarku sedang di cat ulang, namun sampai malam ini aku belum selesai mengerjakannya, karena sore tadi aku terlalu asik berdiskusi dengan ibu, walaupun ibu ngga setuju dengan kemauanku sekarang, biarkanlah mungkin aku belum mempunyai alasan yang kuat dan mungkin ibuku takut kalau aku pergi jauh, karena ibuku melihat kalau aku memang belum berani mengambil keputusan. Semenjak peristiwa ini aku tidak lagi berbicara tentang ini.