Kabut Hitam? mungkin.
Aku suka hujan. Apapun tentang hujan, aku menyukainya.
Dari mulai mendungnya, baunya, dinginnya, suaranya hingga petirnya.
Tapi semua tak ada rasa menikmati ketika kabut hitamku mendominasi.
Air hujan yang selalu membasahi lengan panjangku, berubah fungsi sebagai penyamar tangisku.
Kabut hitam yang berlalu didepanku , Kabut hitam yang menghalangi arah tatapku.kabut hitam yang menghalangi langkahku
Berucap diambang asa hanya sebuah derita.
Dimana pelangiku ketika hujan reda? kenapa hanya badai yang tersisa.
Kenapa warni warna, sekarang hanya hitam yang ku suka.
Hitam, sepi, sendiri, tersakiti. Wah.. sempurna.Tetesan mengalir mengucur tanpa henti.
Tidak, aku tidak membicarakn tentang hujanku. Aku juga tidak membicarakan tentang pelangi.Aku hanya membicarakan tetesan yang selalu keluar dari mata indahku. Indah? itu dulu.
Aku membicarakan air asin yang membantuku bernafas teratur, menemaniku tertidur. Tidak buruk juga. Aku mulai menyukai air itu. Tidak salah bukan?
Kekecewaan pada..
Ahh.. aku tidkak mau membicarakannya, air asinku jadi keluarkan..
aku mengantuk.. disambung besok saja ya.. Aku ingin tidur.
Jangan katakan pada Ibu, aku memakai bedak taburnya, untuk menyamarkan tangisku ketika ayah menatapku
Diam saja, ketika mereka bertanya aku dimana. Jika mereka menemukanku, jawab saja cuaca malam ini sangat panas dan duduk diluar sendirian dengan tanpa cahaya membantu tubuh merasa santai dan mengurangi panas di tubuh.
Jangan. Jangan menyalakan lampu. Kalau mata merah dan bengkakku mereka lihat bagaimana?
Aku sudah bilang besok saja. Kau membuat mataku perih dan kepalaku terasa sakit. Aku mengantuk lagi, padahal baru tadi aku terjaga. Sudah sana pergi, aku ingin sendiri.
Pagi ini dengan secangkir panas daun hijau dengan manis gula merah ku buat khusus untuk ayah.
Tanpa dimana, aku tahu ayah berada. Didepan tv dengan tayangan pagi hari ini.
Panas. air itu sedikit keluar mengenai tanganku ketika langkahku hentikan secara mendadak. Langkahku terhenti.
Pendengaranku tidak salah. berfungsi dengan baik. wajar bukan mendengar gelombang suara dari tv hanya beberapa langkah saja. Tapi bukan suara yang membuat tubuhku tiba-tiba kaku.
"Ayah.. teh manis dengan 1 sendok gula merah kesukaan ayah" aku tersenyum manis, memelan mentah pahit didalam.
Benarkan apa ku bilang. Tentu pendengaranku tidak salah.
Ketika aku memasuki ruangan itu, ketika mata ayah menemukan sosokku, langsung tangan yang sedikit menua itu mengambil alih remote kontrol di depannya.
Sekilas ku melihat membaca berita tentang upacara pembukaan calon anggota wamil tahun ini.
Penting? tidak.
Hanya berita pagi biasa, diikuti dengan komersial iklan. seperti biasa.
"Hoonie.. wahh kenapa hanya 1 sendok, tidak bisakah ayah meminta lebih dari itu" terkekeh lucu. ayah melucu hanya ingin membuatku tertawa.