genre : drama, romance
(づ ̄ ³ ̄)づ
Aroma kopi memenuhi indra penciumanku di tambah wangi parfum milik pacarku, Namjoon. Kami sedang berada di kafe, tepatnya sedang mengantri untuk membeli kopi.
"Aku ingin Vanila Latte." Ujarku pada Namjoon sembari menunjuk gambar yang ada di pamflet menu.
"Oke."
Hening. Aku sibuk melihat sekeliling dan mungkin Namjoon sedang sibuk menikmati lagu yang diputarkan kafe ini. Kafe dengan nuansa anak muda, kekinian sekali. Pantas saja kafe ini sangat ramai didatangi.
Aku sedikit mengeratkan pelukanku pada lengan Namjoon. Namjoon yang merasakan hal itu langsung menoleh ke arahku, tatapan kami bertemu.
"Kenapa?"
Aku menggeleng lalu menyandarkan kepalaku di lengannya. Perbedaan tinggiku dan Namjoon cukup jauh. Tinggiku hanya sampai di bawah pundaknya dan itu membuatku menderita karena aku terlihat seperti seorang bocahㅜㅜ
Namjoon bertanya pelan, "Capek? Hmm?"
Aku menggeleng. Entahlah, aku hanya merindukan Namjoon. Dalam minggu ini aku baru sekali bertemu dengannya karena dia sangat sibuk.
"Kangen." Ujarku.
Aku bisa mendengar Namjoon tertawa. Aku mendongakkan wajahku untuk melihat Namjoon. Aku membuat ekspresi wajah kesal karena pria itu hanya tertawa. Lama aku menatapnya sampai akhirnya dia menoleh dengan sedikit terkekeh dia bertanya lagi, "Apa?"
"Kamu nyebelin." Aku mencubit pinggang Namjoon. Bagaimana tidak kesal? Sejak terakhir bertemu hingga hari ini dia tidak menunjukkan hal yang manis kepadaku, bahkan bilang merindukanku saja tidak.
Namjoon bereaksi, ia mencoba menghindar tapi tidak bisa. Aku lebih cepat darimu, Joon.
"Haha.. Kamu nyebelin." Ujar Namjoon sembari tertawa.
"Siapa yang nyebelin?!" Aku kembali mencubit Namjoon.
Dengan cepat Namjoon menyerah, sembari tertawa dia bilang "Aku yang nyebelin, iya aku!"
Aku berhenti mencubitnya. Sebenarnya bukan mencubit kencang karena aku pun tidak tega. Aku hanya mencubit pelan.. Serius kok pelan..
"Kamu tuh ya.."
"Apa?!" Gertakku.
Namjoon lagi-lagi hanya tertawa seraya menepuk pelan kepalaku lalu mendekatkan wajahnya.
"Masih sama aja. Nyebelin."
"Mau aku cubit lagi kamu?!"
"Aku yang nyebelin maksudnya HAHA."
Aku mendengus kesal lalu melihat ke depan. Antrian masih lumayan panjang, sepertinya memang daritadi tidak maju-maju.
Aku hanya diam setelah itu, sibuk dengan pikiranku sendiri. Sesekali Namjoon menarik tanganku agar ikut maju beberapa langkah bersamanya.
"Ssst, sayang, kamu tau gak?" bisik Namjoon, ia agak sedikit mendekatkan wajahnya di sampingku.
"Apa?"
"Ternyata dari tadi kita dilihatin sama orang-orang. Pfftt.." Namjoon menahan tawanya.
Aku membulatkan mataku lalu memandang sekitar. Benar saja, beberapa orang ada yang sedang berbicara sembari sesekali melihat ke arah kami dan ada juga yang hanya memperhatikan kami. Kayak.. Kenapa atuh people??
"Makanya kamu diem!" Aku menyenggol lengan Namjoon.
"Kamu yang diem. Yang daritadi nyubitin aku kan kamu!" Ucap Namjoon tidak mau kalah.
"Oh, aku?"
"Engga, aku yang gak bisa diem."
Fix. Namjoon itu definisi bucin. Tawaku tertahan lalu memukul lengan Namjoon.
"Aku gak kuat. Pindah kafe yuk?"
"Tapi bentar lagi giliran kita, yang."
Aku melihat antrian yang ternyata memang tinggal sedikit lalu menoleh ke arah Namjoon. "Okay, gak usah pindah."
"Sama gak usah cari masalah ya."
Namjoon berkata seperti itu lalu berdiri tegak tanpa ekspresi seolah-olah dia tidak mengatakan apapun barusan. Aku lagi-lagi menyenggol lengan Namjoon.
"Gimana?"
"Udah diem." Namjoon menarik tanganku untuk maju satu langkah. Dia mengenggam tanganku erat.
"Di pegang terus, nih?" Godaku.
"Iya, biar kamu gak nyubit aku lagi."
"Beneran? Alasannya itu?" Aku mencoba menyudutkan Namjoon agar mengatakan sesuatu yang akhir-akhir ini ingin aku dengar.
"Iya." Tegasnya.
"Masa sih, Joon? Kayaknya ada alasan lain.." Aku menatap Namjoon seraya merapatkan tubuhku. Menggodanya agar mengatakan kalimat itu.
Namjoon menundukkan kepalanya, mendekatkan bibirnya di dekat telingaku lalu berkata, "Alasan lainnya, aku kangen kamu." Lalu berdiri tegak dan mengalihkan perhatian.
Aku tersenyum puas. Akhirnya, kalimat yang ingin ku dengar darinya keluar juga. Sedikit ku berbisik seraya berjinjit, "Aku juga."
Aku lihat Namjoon tersenyum sembari maju beberapa langkah. Sekarang saatnya memesan kopi.
"Silahkan ingin memesan apa?"
"Caramel Macchiato sama Vanila Latte." ucap Namjoon.
Kasir itu dengan segera mengangguk lalu menulis pesanan. Aku menatap Namjoon heran, "Caramel Macchiato?"
Namjoon hanya tersenyum. Asing bagiku mendengar namanya karena aku bukanlah pecinta kopi yang tau segala hal.
Aku dan Namjoon keluar dari kafe tersebut dengan cup di tangan kami masing-masing. Namjoon mengajakku berjalan-jalan sebentar menyusuri kota. Aku pun menyanggupi, melihat betapa aku merindukan hal-hal seperti ini bersama Namjoon.
"Joon, Caramel Macchiato, emang enak?" Tanyaku penasaran.
Namjoon menoleh ke arahku. "Enak," Sahutnya.
"Seriusan? Lain kali aku ingin coba, deh."
"Kamu tau gak kenapa aku pilih Caramel Macchiato?"
Aku menghentikan langkahku lalu menatap Namjoon, "Kenapa?"
Namjoon mengubah posisinya, ia menghadapku lalu mengangkat sedikit Caramel Macchiato miliknya.
"Karena kamu adalah Caramel Macchiato bagiku dan melihatmu membuatku ingin segelas minuman ini."
"Aku? Caramel Macchiato?"
"Kamu hangat, bahkan lebih hangat daripada Caramel Macchiato. Kamu manis atau bahkan lebih manis dari minuman ini. Kamu seperti Caramel Macchiato untukku, sayang."
Aku sedikit menahan senyumku, mencoba menyembunyikan perasaan yang menggebu-gebu ini.
"Jadi?"
"Ah, honey, you didn't get it?" Keluh Namjoon.
"Ahaha, I get it, Joonie." Aku menggandeng lengan Namjoon lalu kami kembali melanjutkan langkah.
"Kamu menyamakan aku dengan Caramel Macchiato, apakah aku juga seenak minuman itu?" Tanyaku penasaran.
"Oh, kalau boleh aku ingin mencobanya(?)"
Aku menyeringai menatap Namjoon sedangkan yang di tatap hanya mengangkat alisnya seperti bilang, "Apa?"
"Lupakan."
"Kamu akan selalu menjadi Caramel Macchiato-ku," Namjoon tersenyum ke arahku, "Selalu."
(づ ̄ ³ ̄)づ
"Baby baby, you were warmer than the scent of a cafe latte. Do you remember that feeling? Baby baby tonight".
- coffee, BTS.