Oleh : Mohamad Istihori
Melihat Semplur yang kerap tidak memiliki komitmen yang kuat terhadap tempat di mana ia bekerja, Bongkar seringkali merasa iri. "Mengapa kamu justru merasa iri, Kar terhadap pelanggar hukum?" tanya Semplur heran.
"Bagaimana saya tidak iri. Saya tidak iri terhadap pelanggaran yang kamu lakukan. Yang membuat saya iri itu adalah mengapa kamu selalu lolos dari hukuman, sangsi, atau punishment. Sedangkan saya selalu terjerat hukuman atas sekecil apapun pelanggaran aturan yang saya kerjakan," ujar Bongkar.
Semplur berdalih, "Ibarat kita kena tilang saat razia kendaraan bermotor. Kok yang banyak tidak memakai helm yang kena tilang saya doang. Kan nggak semua yang nggak memakai helm dihukum tilang."
Kiai Jihad ikut urun pendapat, "Sepandai-pandainya tupai melompat akhirnya jatuh juga. Sepandai-pandainya seseorang menghindar dari hukuman suatu hari akan ada 'sialnya'. Kita tinggal menunggu waktu saja terhadap keampuhan hukumnya.
Yang paling penting adalah jangan sampai kita justru ikut-ikutan melanggar hukum hanya karena ada orang yang kebal hukum. Jika kita memang belum memiliki kemampuan untuk mengubah keadaan, minimal kita jangan sampai terjerumus ke dalam keburukan keadaan yang masih berada di sekitar kita.
Orang seperti itu menurut saya bukan orang yang kebal hukum. Tapi dia adalah orang yang bebal (bodoh) terhadap hukum."
Mendengar kalimat terakhir Kiai Jihad, Semplur langsung pergi tanpa permisi. Mungkin ia tersinggung dibilang bebal oleh Kiai Jihad. Atau, mungkin juga kini ia mulai berpikir untuk tidak lagi melalukan pelanggaran hukum sehingga ia tidak lagi termasuk ke dalam golongan orang-orang yang bebal hukum.
Senin, 01 Juli 2019
YOU ARE READING
Bebal Hukum, Bukan Kebal Hukum
RandomOrang seperti itu menurut saya bukan orang yang kebal hukum. Tapi dia adalah orang yang bebal (bodoh) terhadap hukum.