Part 1

247 11 0
                                    

Pagi menerawang. Matahari tampak malu menaiki singgasananya. Sehingga ia sesekali bersembunyi di balik awan hitam di atas sana. Mendung sangat? Tidak juga, hanya beberapa gumpalan awan yang tampak menghitam. Tampak juga, kulihat burung-burung kecil berterbangan, berkejaran kesana kemari sambil bernyanyi riang. Setelah itu, kuhirup nafas dalam-dalam, lalu kuhembuskan udara pagi yang segar. Pagi ini sejuk.

Seperti biasa, aku selalu mencoba datang yang paling awal. Bukan karena aku rajin datang pagi. Tapi untuk berdiri dibalik tembok pembatas, teras kelas XII IPA 2 lantai tiga sekolah. Padahal bukan kelasku. Kelasku disebelah kananku tepat dimana aku berdiri. Disana, disamping tangga. Kelas XII IPA 1. Tapi inilah tujuan ku datang pagi. Supaya, tidak ada yang mengusik ketika aku berdiri disini. Sesekali kulihat kanan dan kiri. Memastikan hanya aku yang berdiri disini.

Sambil menyedekapkan tangan diatas tembok yang tingginya sebatas bahu. Tempat favoritku. Kau tahu kawan? kenapa ini menjadi tempat favoritku. Di ketinggian ini, Aku bisa melihat pemandangan sekolah secara menyeluruh. Ditempat ini, Aku bisa melihat pohon-pohon dengan butiran embun yang menggelayut manja didaun yang berwarna hijau itu. Ditempat ini, aku bisa melihat teman-teman satu sekolahku datang satu persatu. Beberapa ada yang bersalaman kepada bapak ibu guru, yang sedari tadi berjaga menyambut kami di gerbang sekolah. Beberapa ada yang mencoba memarkirkan sepeda. Beberapa ada yang membeli sarapan. Ada juga yang berjalan menuju kelas. Tak terkecuali dia, Gizma. Ialah yang selalu jadi tujuan utamaku berdiri disini.

Gizma, salah seorang siswi disekolahku. Kelas XI, kata teman sekelasnya dan juga tetangga rumahku,  Lisa. Dia termasuk anak yang pintar. Sungguh aku tak terlalu peduli dengan hal itu. Karena, bukan itu alasanku menantinya tiap hari.

Tak ada kemajuan. Sudah setahun lebih, aku mematung tiap hari, tiap pagi, berdiri disini mencari alasan. Semuanya masih buntu, tak ada alasan yang pasti kenapa aku menunggunya datang tiap pagi. Begitu pun pagi ini, tidak cerah. Tapi hanya melihat Gizma datang dengan senyuman pagi ini. Akupun merasa bahagia dan juga tenang. Entahlah.

Matahari sudah semakin naik menuju singgasananya. Begitupun Gizma, ia terus meluncur berjalan dengan cepat tanpa ragu menuju kelasnya, XI IPA 1.  Tepat dibawah kelasku. Lantai 2 gedung kelas sekolah ini. Setelah ini, tak ada lagi alasanku berdiri di balik tembok pembatas ini. Aku masuk ke kelas dan bersiap mengikuti pelajaran. Yah walaupun sedikit malas. Sama seperti kalian bukan?

Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang