So, here I am. Di tengah-tengah ratusan pengunjung pameran lukis di salah satu gedung di daerah Gangnam. Bosan? Absolutely, yes. Entah sudah keberapa kali aku menghadiri pameran ini dikarenakan sahabatku, Jongin, yang seorang pelukis, jadi aku menghadiri untuk bertemu dengannya dan untuk mengapresiasikan lukisannya. And my other best friend, Jinhee, who has a crush on him.
Setelah bertemu Jongin dan meninggalkan Jinhee berduaan dengannya, akupun berjalan-jalan, melihat-lihat lukisan yang sedang dipajang dan dipamerkan. Lukisan-lukisan terlihat bagus, walaupun aku bukan penikmat seni, dan tidak mengetahui apapun tentang seni. Dan banyak pula lukisan-lukisan abstrak yang kulihat harganya selangit. What the hell? $460? Aku bahkan bisa menghabiskan uang itu untuk travelling ke beberapa negara.
Tetapi, ada satu lukisan yang membuatku penasaran dan menarik perhatianku. Lukisan seorang lelaki yang seakan-akan sedang menatap ke arahku. Lukisannya membuatku seperti terhipnotis. Lelaki itu tampan, kedua matanya yang sayu, rahangnya yang tegas, dan rambut blondenya yang sangat charming. Dia terlihat nyata, sangat nyata.
Lamunanku terbubarkan dengan suara lelaki sampingku yang ikut memandangi lukisan yang ada di depanku saat ini.
"Kau suka?" tanyanya.
Aku menoleh dan terkejut dengan kehadirannya. Bagaimana tidak? Wajahnya sangat mirip dengan lukisan yang sedang aku pandangi dari tadi.
Dia terkekeh, "Kau kaget? Maafkan."
Aku hanya mengangguk, menggaruk leherku yang tidak gatal ini. "Oh, tidak apa-apa. Maafkan aku juga."
"Untuk apa?" tanyanya lagi sambil melihatku. Anyway, dia hanya berbeda warna rambut saja. Rambutnya berwarna hitam, oh ya aku melihat ada tahi lalat di lehernya, sedangkan yang ada di lukisan tidak ada.
"Aku hanya kaget, aku kira lelaki di lukisan itu muncul." Aku tertawa pelan untuk mencairkan suasana canggung ini.
Dia tersenyum tipis lalu dia berkata, "Dia adalah kembaranku. Sudah meninggal dua tahun yang lalu. Aku yang melukis lukisan itu."
"I'm sorry to hear that. Aku suka dengan lukisanmu, kembaranmu seakan-akan menghipnotisku untuk selalu memandanginya."
"Kau benar. Dia sangat popular dulu," ujarnya.
"Oh, bukan itu maksudku. Eumm..aku suka bagaimana kau melukis kembaranmu ini. Aku bisa merasakan cinta."
Dia tersenyum lagi. Saat kami berdua terhanyut dalam obrolan kami, aku hampir saja terjatuh karena ada anak kecil yang menyenggolku. Untung lelaki ini sigap memegangiku.
"Uhm, maaf." Ujarku sambil melepaskan tanganku yang sedang dipegang olehnya.
"It's okay."
"Kau anak seni? Seoul university? Korea university?"
"Iyap. Seoul. Kau? Coba ku tebak, Korea university jurusan bisnis?"
Aku menyilangkan tangan yang menandakan bahwa dia salah. "Hmm, benar untuk sekolahnya, salah untuk jurusannya. Aku belajar psikologi."
"Wow." Dia terlihat kaget. Aku menatapnya seakan akan berbicara memang-ada-apa.
"Kau sama dengan kembaranku. Dia juga belajar psikologi."
"Oh ya? Hahaha, ya ampun, konspirasi macam apa ini?" Kami berdua tertawa.
"Yoong, ayo pulang! Bibi akan membunuhku jika kita tidak pulang sekarang!" teriak Jinhee yang membuat aku dan dia menoleh kepadanya yang saat ini di depan lukisan Jongin yang hanya berjarak beberapa lukisan.
Aku terkekeh pelan. "Hey, pelankan suaramu! Aku sudah bisa mendengar." Aku melihat lelaki itu yang tersenyum melihat tingkahku dan Jinhee. "Uhmm, aku pamit dulu ya. Terima kasih untuk obrolan yang sangat menyenangkan."
Dia tanpa sadar mengacak rambutku pelan sambil tersenyum dan pipiku sepertinya sudah seperti kepiting rebus. "Sama-sama, Nona. Ini pertama kalinya aku mengobrol dengan orang di pameran ini."
Setelah berpamitan aku menghampiri Jinhee dan kami mengucapkan salam perpisahan kepada Jongin. Aku dan Jinhee keluar gedung itu dan menaiki sebuah taksi.
Ini pertama kalinya aku tidak merasa bosan di sebuah pameran lukisan, semua ini gara-gara lelaki itu. Obrolan kami memang sangat santai, dia seorang pendengar dan pembicara yang baik. Maksudku saat kami mengobrol, entah kenapa selalu nyambung, mengalir begitu saja.
Oh, wait! Aku tidak tau nama lelaki itu! Ah, biarkan saja dia menjadi stranger, seseorang yang hanya lewat begitu saja.
Namun, sepertinya Tuhan sedang tidak mengabulkan doaku. Sebelum taksi ini melaju, aku melihat dia sedang berlari ke arah taksiku. Aku meminta sopir untuk jangan melaju terlebih dahulu.
Dia mengetok kaca pintu dan menyodorkan secarik kertas kepadaku. Lalu dia tersenyum dan melambaikan tangan kepadaku.
Di tengah-tengah perjalanan, Jinhee terus saja menggodaku.
Oh, aku lupa untuk membaca kertas tadi. Ku buka dan aku menemukan sebuah nomor hp. Aku tersenyum.
"011-890-XXX . Oh Sehun. Call me, okay!"
"Hey Yoong, Oh Sehun? Siapa dia?" tanyanya sambil membaca kertas tadi. Aku masih saja tersenyum dan ku pastikan wajahku sekarang memerah.
"Bukan siapa-siapa."
"Tadi dia sangat tampan, hey bukankah kau harus berterima kasih kepadaku karena mengajakmu ke pameran tadi?"
Aku menoleh kepadanya dan memeluknya erat. "TERIMA KASIH JINHEE!"
"Lepaskan! Kau sangat menyebalkan!" ucapnya sambil tertawa.
Aku memandangi pemandangan jalan di malam hari lewat kaca ini. "Oh Sehun.." gumamku. "Nama yang bagus."
Ahjussi, bisakah kau cepat sedikit? Aku sudah tidak sabar untuk sampai rumah dan menelpon Oh Sehun!
YOU ARE READING
[COMPLETED] Who Are You?
RomanceSo, it's the first time, Yoona tidak merasa bosan di pameran seni.