Three.

1K 125 50
                                    

'Tak usah dipikirkan, itu hanya rumor. Kau tentu lebih tahu daripada kami'

Jeonghan memijit pelipisnya setelah memutar voice note yang baru saja ia terima dari Jisoo. Hari-harinya di sekolah menjadi lebih buruk dari biasanya. Meski ada Jisoo yang berusaha membuatnya tenang, atau Boo Seungkwan yang melucu untuknya, tak mampu sedikitpun merubah suasana hatinya.

Ia pusing. Teman-temannya sibuk mencecarnya dengan pertanyaan tentang isu transaksi narkoba di kawasan tempat tinggalnya. Sementara ia hanya ingin bersikap masa bodoh dengan apa yang terjadi di Flowerlust.

"Persetan dengan semuanya. Aku hanya ingin pergi dari sini setelah lulus." Jeonghan bermonolog. Melepas dasi seragamnya kemudian berjalan ke arah kulkas kecil di sudut flat.

Jeonghan hampir saja jatuh terduduk ketika melihat kulkasnya kosong tak berisi. Mendadak ia teringat bahwa baik dirinya dan sang ibu, memutuskan tidak berbelanja untuk beberapa hari karena mereka jarang berada di flat.

Minki sibuk bekerja, dan Jeonghan sibuk menyelesaikan tahun terakhirnya di SMA.

Mengelus perutnya sendiri, Jeonghan menelisik setiap sudut dapur mencari beberapa bahan yang mungkin bisa ia masak. Namun hasilnya nihil, bahkan persediaan mie instan pun tak tersisa.

"Haruskan aku ke minimarket? Ah tidak, itu terlalu jauh." Jeonghan merogoh ponselnya. Mencoba memesan makanan via online untuk mengganjal perut.

Tapi Jeonghan lagi-lagi harus bersabar, ponselnya mati tanpa ia ketahui sejak kapan.

🌫️🌫️🌫️


Flowerlust berada pada puncaknya di tengah malam seperti ini. Orang-orang pencari kesenangan berlalu lalang, sementara mereka yang menawarkan kepuasan mulai bersaing untuk menggoda. Sebagian orang ingin menghamburkan uang, sebagian lagi berebut untuknya. Tak peduli udara semakin dingin atau hari mulai berganti.

Jeonghan berada di antaranya. Berjalan malas dengan keadaan perut kosong dan suasana hati yang tak baik. Ia tak peduli teriakan beberapa orang yang menyuruhnya pulang untuk mengganti seragam. Jeonghan hanya ingin bertemu Minki, meminta ibunya untuk membeli makanan di sekitar Flowerlust menjadi satu-satunya pilihan daripada harus berjalan jauh menuju minimarket.

Namun Jeonghan harus memperlambat langkahnya ketika melihat sekelompok pria berseragam polisi tengah memasang wajah garang di salah satu pondok. Memaksa beberapa orang untuk keluar, dan mencecar mereka dengan nada tegas yang sayup-sayup bisa Jeonghan.

Kemudian Jeonghan beradu tatap dengannya, seorang pria dengan setelan hitam tak jauh dari tempat di mana kerumunan polisi berada. Mereka beradu tatap, seperti pernah melihat satu sama lain sebelumnya.

Gadis itu mungkin sedang keras kepala, ia tetap berjalan lurus sementara sang pria berjalan cepat ke arah Jeonghan. Mereka berjalan saling mendekati, meski Jeonghan memilih tak peduli dan Seungcheol tak mengalihkan pandangan darinya.

"Nona!"

Jeonghan merasakan lengan bawahnya dicengkeram kuat hingga membuatnya berhenti. Ia menatap Seungcheol, menaikkan satu alisnya dengan raut sinis yang tak dibuat-buat.

"Kau ingin ke sana?" Seungcheol menggeser posisi nya hingga berdiri tepat di depan Jeonghan. Memastikan gadis itu terhalang oleh punggungnya dari pengawasan polisi di sana.

"Aku ada urusan, Tuan. Jadi kumohon jangan mencampuri."

Seungcheol berdecak. Merangkul Jeonghan kemudian membawanya paksa menuju celah antara dua dinding pondok yang ia rasa benar-benar aman.

"Siapa namamu?"

"Yoon Jeonghan. Usiaku delapan belas tahun jika kau ingin tahu." Jeonghan mendengus sebal. Orang asing ini berani membawanya paksa ke tempat sesak nan sempit yang membuat mereka berjarak cukup dekat.

Lie Again | Jeongcheol GSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang