3

250 29 15
                                    

Semilir angin terasa sangat sejuk menerpa permukaan kulit. Rambut panjangku Melambai-lambai seiring langkah demi langkah yang kuayunkan. Aku mengeratkan mantel yang aku kenakkan. Udara tentu saja sangat dingin karena salju sudah mulai turun memenuhi permukaan tanah. Tak kudapati Semburat jingga yang biasanya mewarnai langit sore negeri van orange ini, aku menengadahkan kepala menatap langit yang tampak kelabu.

Ah tidak terasa aku sudah akan menghabiskan hari natal di kota impianku sekarang. Akhirnya keinginan untuk membuat pesta natal di tengah kota cantik ini terlaksana juga. Sepanjang jalan aku melihat banyak toko yang dihias dengan aksesoris serba merah dan pohon berhias lonceng dan kemerlap kemerlip lampu.

Kulihat orang-orang pun tampak memenuhi beberapa toko makanan yang menyajikan sedikitnya menu sup panas yang bisa menghangatkan tubuh dari dinginnya udara. Namun ada pula yang beberapa orang yang sedang beristirahat di kursi taman ataupun menikmati pertunjukkan musik di sepanjang jalan pertokoan.

Tak terasa langkahku sudah sedikit jauh. Ujung sepatuku membawaku menepi di depan sebuah toko alat musik. Pandanganku menari-nari ke dalam toko itu, mencari sesuatu yang mungkin saja ada yang 'menarik' untuk ku bawa pulang sebagai penutup hari yang menyebalkan ini. Tetapi, aku teringat bahwa aku tak membawa uang banyak, hanya beberapa lembar recehan yang jika aku gunakan aku tidak akan bisa pulang. Lagipula uang itu hanya akan cukup untuk membayar ongkos kereta bawah tanah hingga stasiun terakhir.

Aku menghembuskan nafas dan hanya memilih memandangi jendela besar dihadapanku. Namun beberapa lama kemudian, entah apa yang merasukiku, tiba-tiba saja aku menerobos pintu yang bertuliskan 'open' itu dengan tergesa karena di dalam sana baru saja ternotice oleh retinaku ada sebuah barang yang selama ini aku cari. Aku hampir saja limbung karena menyenggol seseorang. "eh sorry, "ucapku spontan dan terkejut. aku awalnya merasa sedikit takut dan hawatir akan terkena marah karena ujung gitar yang dibawa laki-laki itu sedikiy patah akibat insiden tabrakan tadi. Ah--ralat. Sebenarnya aku yang menyeruduk dia ketika ia sedang mencoba memasukan gitarnya pada tas. Konyol sekali rasanya, Kenapa juga aku mesti lari seperti babi hutan yang kelaparan. Apa karena hari ini aku tak makan sesuai porsiku? Atau kekurangan cairan? Sehingga bisa bertingkah aneh seperti ini. Sungguh memalukan.

Ah, tuhan mengapa kesialan bertubi-tubi datang hari ini? Bukankah ini hari ulang tahunku? Kenapa aku tak mendapatkan keberuntungan sedikitpun?
Sudah pagi tadi dosen memarahiku, juga Theresa yang tiba-tiba menjauh dan mendiamiku, lalu yang paling parah dompetku ketinggalan. Dan sekarang? Aku tak sanggup jika laki-laki itu meminta ganti rugi atas gitarnya yang rusak olehku.
Namun, selang beberapa detik aku menunduk dan mencuri-curi pandang dengan perasaan was-was siap untuk dimarahi, justru tak kudapati kata-kata makian yang biasa dilontarkan orang-orang ketika aku membuat kesalahan pada mereka. Laki-laki dihadapanku ini malah tersenyum lebar dan berujar ramah dengan suara baritonenya.

"Tidak apa-apa, Nona. Kau tidak sengaja"

Tentu aku sangat kaget, aku mengerjap-ngerjapkan mata beberapa saat, lalu mengurut dada. "Syukurlah.. Akhirnya kutemui juga seseorang yang baik hati." ujarku dalam hati sambil bernafas lega.

"lagi pula, gitarku tidak apa-apa. Kau tak perlu hawatir" lanjut laki-laki itu diselingi senyuman lagi.

Aku langsung menunduk malu karena pasti laki-laki itu menyadari raut wajahku yang sangat hawatir tadi. "Tapi gitarmu patah... " ujarku ragu dan merasa bersalah, namun laki-laki itu menggelengkan kepala

"Tidak apa-apa, ini masih bisa diperbaiki. Tak perlu takut aku tak akan menuntutmu, hehe. " Aku tersenyum kikuk saat ia menyinggung lagi soal ekspresiku tadi secara tidak langsung.

"ah, malu sekali rasanya" rutukku merasa sangat ingin segera pergi dan menyudahinya dengan saling berjabat tangan lalu masalah selesai. Dan aku akan hidup seperti biasa. Ayolah, ini hanya masalah kecil tak usah mempengaruhi hidupmu. Ujarku meyakinkan diriku sendiri. Karena, aku tipikal orang yang mudah terbawa suasana, bahkan pernah menangis berlarut-larut hanya karena ending drai film serial yang kuikuti dari awal hingga satu ribu episode berending tak sesuai harapan.

My Lovely SiblingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang