P R O L O G

16 3 0
                                    

Flashback on

"Happy birthday ayah , happy birthday  happy birthday happy birthday to you"ucap Dira membungkukkan tubuhnya agar bisa mengecup pipi sang ayah dan memeluknya memberi kehangatan agar tetap semangat dalam menjalani tahap tahap penyembuhan.

Dinar yang notabennya sebagai istri dari ayah Dira pun terharu. Melihat anak semata wayangnya memeluk sang suami yang sedang terbujur kaku.

Air mata Dira lolos dari pertahanannya. Matanya sudah memerah " hiksss....hikss....ayah jahat banget mah , aaa yaahh gak gak bilang terima kasih ma , hiksss....hiksss...".

Dinar mengelus punggung Dira mencoba memberi kekuatan agar anaknya tidak rapuh " Dira berdoa aja ya , supaya ayah kuat" , jujur Dinar juga ingin menangis tapi tidak untuk sekarang karena hanya akan membuat beban menjadi berat.

Sudah genap 1 tahun ayahnya berada di rumah sakit. Keadaannya juga tidak kunjung membaik malah tambah memburuk.

Sudah selama itu juga Dinar bekerja sebagai pegawai toko. Memang penghasilanny tidak seberapa. Tapi setidaknya cukup untuk biaya Dira sekolah dan makanan sehari hari.

Biaya rumah sakit? Pake biaya asuransi.

"Dira udah berdoa mah setiap waktu mah. , Tapi apa balasannya ayah malah tam--bah membu--ruk Di-ra gak kuuu att hikss...."ucapnya mencoba tegar tapi tidak bisa.

Dinar menangkap pipi chubby Dira  berkata "heyy ini sudah takdir tuhan Dira"
Matanya menatap mata Dira yg memerah akibat menangis.

"Taa-taa-Pi mama Jangan pernah ninggalin aaa kuuu ya aaa kuu taa-taa-kut sendirian"ucapnya  terbata bata , sambil mengelap semua air matanya yang mengalir bagaikan sungai kecil.

"Janji ya mahh"

"Okee janjiii"

Tittttttttt...... Terdengar bunyi alat rumah sakit , tapi apa itu namanya entahlah. Yang jelas itu adalah alat yang memprediksi masih adanya detak jantung dalam tubuh manusia atau tidak.

Tangis Dira pecah saat mendengar suara itu. Mulutnya hendak bersuara tapi tidak bisa. Kakinya hendak melangkah ingin memanggil dokter tapi tetep saja tidak bisa seakan akan kakinya kaku bagaikan patung.

Tubuh Dinar sudah dibanjiri oleh keringat dingin. Dinar terlalu takut untuk menerima kenyataan. Siap tidak siap ia harus hadapi sekarang.

"Dokterrr....Susterrrrrrr tolongggg"teriak
Dinar sejadi jadinya. Tidak peduli dengan tatapan horror dari orang di sekitar ruangan tersebut.

Terdapat beberapa dokter dan suster yang berada di wilayah ruangan tersebut. Dokter , suster pun tergesa gesa menuju ruangan "ANGGREK 2" yang diketahui sebagai tempat dimana ayah dari Dira dirawat.

"Dokter ayah saya gak papa  kan?" Lirih Dira tersendu sendu.

"Saya akan lakukan yang terbaik dan Jagan lupa juga untuk berdoa supaya pasien kunjung membaik , silahkan keluar terlebih dahulu"ucap dokter.

"Aaa-yo sayang kita keluar dulu ayah pasti kuat ko"ucap Dinar membopong Dira menuju bangku depan yang sudah disediakan oleh pihak rumah sakit.

Suster yang berjaga pun , menutup pintunya agar dokter lebih leluasa untuk memeriksa pasien.

"Dira jangan sedih ya , disini ada mama"ucap Dinar memeluk Dira sambil menangis sesenggukan.

"Diii-raa ga ga kuuu-attt mah liat ayah kayak gitu , Dira pengen banget ikut ayah kalau kayak gitu"gumamnya parau namun masih bisa didengar oleh Dinar.

"Jangan gitu Ra , nanti mama gak punya temen. Emang Dira mau mama jadi gelandangan"ucap Dinar menatap manik mata Dira.

Hening

"Yaudah kita berdua berdoa aja ya , semoga ayah masih kuat"doa Dinar berharap sang suami masih bertahan.

"Aa--min"ucapa Dira.

Ckleekkk... Keluarlah satu orang dokter dan satu orang suster.

"Dokter gimana keadaan suami saya baik baik kan dok?" Tanya Dinar

"Maaf saya belum melakukan yang terbaik"ucap dokter menatap kebawah
"Bapak Adnan sudah meninggal , saya turut berduka cita"ucap dokter tersebut lantas meninggalkan Dinar dan Dira.

Tangis keduannya pun pecah , hanya ada jeritan yang terdengar di ruangan tersebut.

Dinar menangis dan menjerit namun ia masih sanggup menerima kenyataan.

Berbeda dengan Dira dia tidak terima jika ayahnya kepangkuan tuhan secepat ini. Dira menangis deras namun iya tidak menjerit. Seperti menangis dalam diam.

Di dalam jiwa yang bar bar , terdapat hati yang ambyar dan pikiran yang mbuyar.

Tidak lama kemudian Dira ambruk , ternyata ia pingsan.

Dinar pun panik lantas ia menelpon bi asih dan mang Nanang (pekerja rumah) agar menjemput Dinar untuk dibawa pulang ke rumahnya.

ingin menelpon saudaranya ? Tapi Adnan sekeluarga merantau di kota Bandung ini.
___

Nandira membuka matanya perlahan , tatapannya sayu , juga terdapat lengkungan hitam akibat kurang tidur. Matanya memanas ,Ingin menangis tapi tidak ingin dikasihani. Ingin berbagi cerita , tapi hahaha paling hanya dianggap sebagai bahan lelucon saja.

Badannya terasa pegal , mungkin akibat posisi tidur yang salah. Ia memijat lehernya berharap agar rasa pegalnya sedikit demi sedikit berkurang.

Cacing dari perutnya sudah meronta-ronta untuk meminta makanan. Tenggorokannya sudah kering , bahkan sangat kering.

Dira mencari keadaan Dinar ia tidak menemukannya. Bodo amat perut yg keroncongan , tenggorokan kering, rasa pegal , bahkan penampilan seperti orang gembel.

Dira mengambil hpny berniat menelpon mamanya menanyakan itu adalah sebuah fakta atau hanya mimpi. Namun sebelum menelpon mamanya , terdapat banyak notif , namun ia tidak peduliiiiii.

Dira mencari nomor Dinar , lalu menghubunginya.

"Mah..mah aa-yah gpp kaan?tanya Dira.

Hening

"Mah..ma JAWAB ma!"sentak Dora.

"Ayahmu sudah meninggal"pengakuan Dinar lalu mematikan sambungan secara sepihak.

Flashback off

__

TBC...
Gimana nih? baru pertama aja udah kea gini , emang dibikin sengaja sih ehee.

Jangan lupa y vote and komen:*
Terimakasih:*


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

"N A N D I R A"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang