Sampai hari ini, masih berkumpul pertanyaan yang niatnya ingin kuajukan padamu.
Hati dan pikiranku berdebat mengenai pertanyaan itu.
Pantaskah aku mengajukannya padamu?
apakah aku harus menunggu waktu yang tepat?
kata mereka, tak ada istilah menunggu waktu yang tepat untuk hal yang harusnya diketahui.Pertanyaan itu lagi-lagi melonjak ingin terlontar
Tentang, darimana datangmu
Kemudian, apa kedudukanku dihatimu
Lagi, tentang siapa gerangan dirinya
Kamu bilang untuk apa cemburu
Hey, aku hanya ingin tahu
Apa kedudukan ia dihatimu
Lebih tinggi kah?
Kalau iya, mengapa? Bukankah aku yang selalu menemanimu?Kamu berkeluh kesah, aku tempa
Kamu bahagia karena-nya, aku tersenyum paksa
Kamu berceloteh ria tentangnya, aku terbakar api cemburu yang membuatku hangus seketika.
Kamu, begitu hebat mempermainkan senjata pamungkasku, hati.Logikamu berkata, aku tak apa apa
Memang seharusnya pertanyaan tadi terlontar saja.
Semoga kamu menjawab yang sejujurnya
Kemudian akan kuberitahu perasaanku yang sebenarnya
Agar kamu tahu perihnya luka karena dianggap bukan siapa-siapa.
Tak peduli, aku sungguh tak peduli sikapmu setelah itu.
Ah tidak, aku peduli.
Kalaupun menganggap perasaanku sebuah beban, tak usah dipikirkan.Aku lebih baik sakit menahan senyuman paksa.
Daripada kamu yang menjauh seakan aku dan kamu tak pernah menjadi kita untuk sementara.
Sebenarnya aku bingung, kita bisa disebut apa?
Sahabat kah?
Ntah, yang kutahu, kita dekat.
Ya, perlu kuperjelas. Walau tak sedekat dulu.Sebenarnya aku tak ingin mengharapkan perasaan itu menjadi sama.
Karena, aku berkali-kali jatuh dalam lubang bernama kecewa.Mungkin hari ini kita tak sedekat dulu
Aku juga tak tahu apakah kamu ingat masa indah itu?
Dimana kita tertawa, tak ada beban.
Seakan ceritamu adalah milikku.
Walaupun aku yang lebih sering menahan rasa kecewa.
Berkali-kali kamu bercerita tentangnya.
Tentang kamu, yang katanya sering memberinya hadiah.
Sedangkan aku, seorang yang selalu ada untukmu, tak kau beri apapun. Selain waktu, waktu untuk bersama.
Walaupun aku tahu waktu dengannya-lah yang selalu kamu nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berbagai Rasa.
PoetryKita telah menemui banyak fase dengan berbagai rasa yang berbeda. Pahit, manis, asam, itu semua aku dapat ketika mengenalmu, sederhana saja. Karena, aku tahu denganmu aku akan banyak mengenal rasa Pahit, penuh luka. Denganmu-pun aku mengenal Manis...