10| End

309 26 10
                                        

Acara pemakaman Naomi berjalan dengan lancar. Kini, aku hanya bisa duduk termangu di meja belajar, sambil mengamati rintik hujan yang membasahi jendela. Dalam satu hari, terjadi acara pemakaman dua orang sekaligus. Satu Naomi, dan satunya lagi Ibu. Masih ingatkah dengan kemacetan panjang waktu itu? Kemacetan yang diakibatkan oleh kecelakaan di perempatan. Dan Ibu salah satu korban dari kecelakaan itu. Ibu mengalami rem blong sampai menerobos lampu merah lalu menabrak mobil lain. Pada akhirnya, Ibu meninggal di tempat.

Setidaknya masih ada hikmah dari kejadian buruk ini. Ryan dan aku bisa hidup bersama kembali. Tidak ada orang yang akan merawat Ryan, kecuali Ayah yang siap menaruhkan nyawa untuk anaknya. Ditambah, rumah dua tingkat yang ditinggali Ryan kini hanya tersisa puing-puingnya saja. Rumah itu hancur bersamaan dengan runtuhnya ruang bawah tanah. Satu hal yang sebelumnya tersimpan dibenakku. Bagaimana caranya aku bisa selamat dari sana, bukankah waktu itu aku pingsan, dan Ryan dalam keadaan lemah?

Tapi semuanya terjawab. Ternyata ruang bawah tanah memiliki pintu rahasia yang dapat langsung menghubungkan seseorang menuju jalan keluar. Pintu itu sengaja dibuat untuk keadaan darurat. Awal mulanya pintu itu digunakan untuk tempat pelarian bagi penghuni rumah sebelumnya. Tapi, semenjak Ibu menempati rumah itu, pintu rahasia dan ruang bawah tanah dijadikan tempat bermain. Mungkin, bentuk visualnya saja yang butuh direnovasi supaya tidak menyeramkan.

“Hai Kevin.”

“Oh Harry,” jawabku tanpa minat. Bahkan tidak menoleh ke arahnya barang sedikit pun.

“Kamu mau tahu kenapa aku masih bisa menyelamatkanmu waktu itu?” Harry berjalan mendekat, lalu berdiri tepat di samping kananku.

Aku membuka laci dan mengambil novel yang belum sempat kutamatkan. “Kenapa?”

Harry mendengkus. Seolah sedang latihan untuk bersabar. “Itu adalah strategi yang kususun. Hal itu kulakukan agar kamu lebih berhati-hati.”

“Terima kasih,” jawabku dingin.

Jadi, itu alasan Harry masih bisa membantuku. Sebenarnya aku ingin berterima kasih banyak padanya. Tapi, aku terlalu malas untuk mengungkapkannya.

Hantu gendut itu keterlaluan, dia tidak berpikir bagaimana jadinya aku waktu itu. Bergelantungan di lantai dua, dan dipenuhi dengan keputusasaan.

“Kenapa kamu tidak berusaha menyelamatkan Ryan dan Naomi,” tanyaku penuh intimidasi.

“Aku tidak bisa ikut campur sejauh itu. Lagi pula, dengan kematian Naomi Hantu Tanpa Mulut bisa hidup tenang di alam selanjutnya. Tanpa melukai orang lain lagi.”

Aku menunduk lesu. “Kamu benar Harry.”

Harry menepuk kepalaku dengan lembut. Harry tersenyum. A“Seperti itulah yang kuinginkan.”

Aku menutup novel yang kubaca, dan meletakkannya di atas meja. “Lalu, apakah kamu tidak mau kembali ke alammu?”

Harry menatap ke luar jendela. “Aku sendiri juga tidak tahu kenapa aku bisa gentayangan seperti ini.”

“Pasti kamu memiliki masalah yang belum terselesaikan di masa hidupmu.”

“Aku tak mau memikirkan itu, karena aku sudah nyaman hidup seperti ini.”

“Kenapa?”

“Karena memiliki teman sepertimu.”

Lidahku terasa beku seketika. Pada akhirnya aku memilih untuk merangkul Harry. “Kamu tidak memiliki teman?" tanyaku sehati-hati mungkin.

Harry mengangguk. “Mereka selalu memojokanku dengan memanggilku gendut.”

“Oh, jadi begitu. Harry, kamu akan tenang jika kamu memiliki teman!” seruku dengan semangat.

Harry memayunkan bibirnya. “Tidak, karena aku akan kembali tidak tenang jika harus berpisah denganmu Kevin.”

“Pikirkan sekali lagi Harry. Suatu saat pasti kita akan berpisah. Jadi, ikhlaskan saja aku, dan kembalilah ke alammu,” usulku.

“Kamu menginginkanku pergi Kevin?”

Aku melambaikan kedua tanganku ke arah Harry. “Astaga, bukan itu maksudku.”

Jujur, sebanarnya aku juga tidak ingin berpisah dengan Harry. Tak ada yang lebih menyakitkan dari pada sebuah perpisahan. Ditambah, aku baru saja berpisah dengan Naomi dan Ibu, dan kini dengan terpaksa harus mengiklaskan Harry pergi. Tapi bagaimanapun, kita pasti akan merasakan perpisahan.

“Yang kamu katakan itu benar, tapi berikan aku waktu untuk menemani selama umur hidupmu Kevin?” Harry menyatukan kedua gengamannya. Berusaha untuk menyakinkan.

Aku hampir terkekeh geli melihat Harry yang seperti itu. “Berikan aku waktu untuk berpikir.”

Permohonan Harry sebelumnya tidak sepenuhnya salah. Pasalnya, dia sendiri yang mengatakan bahwasannya ia tidak bisa tenang bila berpisah denganku. Bagaimanapun juga, Harry tidak bisa kembali dengan tenang bila harus melaksanakan perintahku secara terpaksa.

“Aku akan kembali ke alam selanjutnya bersamamu Kevin.”

“Bisakah itu?” tanyaku.

“Tentu, untuk sekarang aku akan bersamamu. Dan jika kamu mati, aku akan ikut dengamu. Buat simpel saja.”

***

Di separuh jalan, aku berhenti sejanak. Menarik napas panjang, kemudian kembali berlari menyusul Ryan yang berada 10 meter di depanku. Keadaan dataran yang sedikit miring, membuatku oleng dan nyaris terjatuh. Suasana puncak bukit sangatlah sejuk. Angin sepoi-sepoi berhasil membuatku sedikit mengantuk. Tapi, sebelum benar-benar tidur, aku harus menyusul Ryan terlebih dahulu.

“Yey menang!” Ryan mengangkat kedua tangannya sambil berteriak kegirangan.

Oh ayolah, seharusnya dia tidak perlu berteriak seperti itu. Lagi pula aku sudah tahu kalau dia melewati garis finish lebih dulu. Garis finish itu ditandai dengan seorang pria yang sibuk membentang tikar.

Setelah sekian seberapa detik, akhirnya aku berhasil menginjak finish. Kemudian mulai mengatur napas dengan posisi rukuk seperti orang salat. Sesekali mengusap keringat yang ada di pelipisku memakai tangan. Benar-benar melelahkan.

Ryan duduk di samping Ayah, begitu juga denganku. Hanya saja, Ryan mengambil roti, sedangkan aku mengambil tuperware yang berisi air dingin. Aku tidak tahu maksud dari Ryan, dia itu berniat sombong atau memang tidak haus?

“Sebentar lagi matahari akan terbenam.” Pandangan Ayah terfokus pada langit dan matahari yang berwarna keemasan.

Aku menanggapi ucapan Ayah dengan anggukan. “Akhirnya kita bisa menyaksikan matahari terbenam. Bukankah kemarin kita tidak sempat melihatnya?”

Ayah melirik ke arahku. “Kamu benar Kevin. Andai Naomi bisa melihatnya juga.”

“Naomi berada tepat di sampingku Ayah,” kataku.

Sangat membingungkan. Ternyata Naomi tidak menerima kematian yang ia putuskan sendiri. Naomi gentayangan dan belum kembali ke alamnya.

Tamat

Terima kasih untuk kalian yang sudah baca cerita ini sampai tamat. Btw, boleh tau gimana pendapatnya pasal ending gaje ini?

Gantung?

Karena kehabisan lembaran akhirnya jatuh endingnya kek gitu.

Sekali lagi, jangan lupa kasih kesan kalian saat baca cerita ini di kolom koment😄😄

Diam! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang