Ulang, Ulang, Ulang Lagi, Lagi, Lagi, Dan Terulang Lagi

3 0 0
                                    


Lari dan terus berlari. Peluh yang membanjiri kening ini semakin turun dan mulai menggelitik mata. Sinar putih rembulan berkilau seolah mengejarku yang sedang lari ketakutan. Apa yang ku takutkan? Kenapa aku berlari? Terdengar teriakan marah dari balik arah belakang. Akan tetapi entah kenapa aku tidak bisa menengok ke belakang. Rumahku sudah terlihat di kejauhan. Dengan cepat aku masuk ke dalam dan mengunci semua pintu dan jendela. Suara marah orang diluar mulai menggedor kaca dan pintu . Kenapa? Apa yang terjadi? Suara api berkobar tiba-tiba terdengar dan dalam sekejap rumah mungilku ini menjadi terang benderang. Terang menyala akibat tarian sang jago merah. Kenapa ini? aku takut, aku bingung. Aku teriak dalam tangisku.

Aku melompat terduduk duduk dari pembaringanku, sekujur tubuhku serasa basah oleh keringat. Udara malam ini terasa panas. Apakah ini karena bulan purnama yang bersinar sangat terang? Aku tidak tahu. Tenggorokanku terasa kering, segera aku mengambil air dari keran. Sembari meneguk air dengan kalap, aku teringat akan mimpi aneh itu. Apa yang terjadi? Lamunanku terhenti karena suara aneh yg terdengar dari arah belakang rumah. Aku waspada, ada bayangan dua orang yg sedang berusaha merusak pintu belakang.

Perlahan-lahan aku ambil pisau untuk berjaga-jaga, kemudian setelah aku sudah sampai di pintu dapur, pintu belakang rumahku sudah terbuka lebar. Kedua sosok itu melihat2 isi rumahku dan mulai mengambil berbagai hal. Aku langsung menyerbu kearahnya dan mereka berlari kabur. Aku mengejar mereka dengan pisau ditanganku.

"MALING! MALING!" Aku berteriak sekuat-kuatnya tanpa ada respon dari rumah sekitar.

"Begal! Begal! tolong saya!" Kedua maling tersebut juga berteriak membalas.

Dasar munafik, siapa yang salah disini hah? Aku terus mengejar mereka hingga di suatu perempatan jalan, mereka berhenti dan mencoba melawanku. Nekat sekali mereka. Saat itu memang hanya sebuah lampu jalan saja yang menerangi, tapi aku dapat melihat jelas gerakan mereka. Setelah menghindari berbagai pukulan dan hantaman batu, aku ayunkan tangan kananku sekuat tenaga dan menancapkan pisau yang dari tadi aku bawa ke pundak mereka. Tidak fatal, mereka pasti masih hidup.

Tiba-tiba ada seorang hansip yang muncul dari salah satu pojokan jalan dan dia segera berteriak memanggil orang-orang. Sekejap warga keluar dari rumah bagaikan hantu. Kemana mereka semua saat aku berteriak sebelumnya? Aku berusaha menenangkan mereka dan menjelaskan bahwa malingnya sudah diamankan dan bisa dibawa ke kantor polisi. Tapi aneh, pandangan mereka tajam menuju ke arah ku.

"Pembunuh kau!" mereka pun berteriak.

Aku kaget, aku terus mencoba menjelaskan ke mereka, tapi lemparan batu yang tepat mengenai kepalaku dan juga parang yang dihunus oleh hansip menyatakan dengan jelas bahwa kehadiranku disini dianggap sebagai penjahat. Aku berteriak, aku frustasi, aku menangis, aku merasa gila. Aku mencoba lari untuk kabur, dan mendadak gelap.

Sinar rembulan terang terlihat dari jendela kamarku. Apkah hal itu mimpi lagi? Aku tertawa, aku menangis. Kenapa hal tersebut begitu nyata? Apakah itu gambaran kenyataan? Ada apa ini? Tanpa mempedulikan badanku yang basah oleh keringat, aku segera turun menambah gembok pada pintu belakangku, dan mengambil pisau. Aku tidak tahu apa yang kulakukan, aku tidak dapat berpikir jernih. Pikiranku kalut. Tetapi yang kupikirkan hanya satu. Aku harus membunuh hansip tersebut agar jika maling tersebut benar-benar datang dan aku membunuhnya, tidak akan ada saksi mata. Mayat hansip tersebut juga mungkin tidak akan ada yg menyadari. Segera ku berlari ke pos hansip yang entah kenapa aku tahu tempatnya. Tepat sekali, beberapa belokan setelah pojokan jalan tempat hansip itu muncul sebelumnya, hansip itu sedang duduk dan menghirup kopinya. Aku langsung berlari kearahnya dan menyergapnya sebelum ia menyadari apa yang terjadi. Sekuat tenaga aku tancapkan pisau ke lehernya. Satu masalah selesai.

Apa yang terjadi denganku? aku tidak dapat berpikir. Aku tidak tahu apa yg kulakukan. Tertawa lega, aku pun segera berlari pulang. Namun aku terlambat, kedua maling yg kutakutkan sudah merangsek masuk ke dapurku. Mereka berdua segera mengambil pisau dan gunting ku dari rak. Aku tidak siap mengahadapi keganasan mereka berdua. Aku merasa tancapan pisau dan gunting tersebut di tubuhku, tapi aneh aku tidak merasakan apa2. Pasrah, aku hanya menutup mata, dan semua kembali gelap.

BRUK!!

Aku terjatuh dari tempat tidur. Apakah itu mimpi lagi? Lalu apakah sekarang juga mimpi? Dunia seperti berputar di dalam kepalaku. Maju mundur, naik turun, berputar-putar, dilempar tinggi kemudian dibanting jatuh. Rasa sakit di pundak kiriku menambah kekalutan pikiranku. Aku menangis, aku meratap, aku berteriak. Aku sudah muak. Mengapa mimpi ini terus menerus berlanjut dan menyiksaku? Aku sudah tidak kuat. Aku turun, ku ambil pisauku.

Siapa aku? Ada apa ini? Apa yang terjadi? Apakah semudah itu bagiku untuk membunuh? Apakah aku ini memang pembunuh? Apa aku kerasukan sesuatu? Tolong jawablah, siapapun, tolong jawab. Siapa aku ini? Apa salahku?

Aku tancapkan pisau itu ke leherku. Ah, sakit. Sakit sekali.. Kurasa basah dari darah segar mengalir deras dari leherku. Sakit, sakit sekali. Tapi ini jauh lebih baik dibanding mimpi buruk itu. Tolonglah, jadikan hal ini yang terakhir. Bangunkan aku, aku sudah tidak kuat. Rasa perih yang semakin menjadi membuatku semakin hilang kesadaran. Dingin, sakit, mengantuk. Gelap. Dapurku semakin menggelap, lalu akhirnya hitam.

Ulang, Ulang, Ulang Lagi, Lagi, Lagi, Dan Terulang LagiWhere stories live. Discover now