Perpisahan

11 1 0
                                    

3.
"Hari ini saya mau ke rumah kamu bersama Hadi, lelaki yang pernah saya ceritakan waktu itu." isi pesan dari ustaz Hari, sebuah pesan yang membuatku cukup kaget. Saat itu aku tengah tidak di rumah karena ada jadwal mengajar privat di luar. Dan ada pesan masuk dari orang rumah bahwa ada Ustaz Hari bertandang ke rumah bersama seorang pemuda. Hal tersebut juga membuatku kaget, ternyata Ustaz Hari serius dengan ucapannya.

Selepas maghrib aku tiba di rumah, aku langsung menemui Ibu. Ibu pun bercerita bahwa tadi kedatangan tamu, Ustaz Hari dan seorang pemuda bernama Hadi, mereka ingin memperkenalkan diri dan meminta izin untuk mengenalku.

Karena masih merasa lelah dan tidak tenang, aku izin pada Ibu untuk sejenak istirahat dan melaksanakan salat isya terlebih dahulu. Dalam salat, tidak terasa air mata mengalir begitu saja. Ibu yang sepertinya sedari tadi menungguku, selesai aku salat  ia langsung mendekatiku. 

"Kalau kamu belum siap gak apa-apa, Kak. Bisa dibicarain baik-baik." Ucap Ibu.

Aku pun langsung memeluknya erat dengan tangis yang tak terbendung. 

"Bu," ucapku sembari menatap kedua matanya, "selama ini Kakak berniat untuk tidak menjalin hubungan dengan seorang pria dan selalu berdoa kepada Allah untuk jangan sampai hati ini diberikan kepada orang yang salah. Jika ada lelaki yang benar-benar ingin beribadah kepada-Nya dan benar-benar sudah siap, Kakak berharap dia langsung bertemu dengan Ibu dan Bapak." Ucapku sambil memeluk Ibu dan menangis sejadi-jadinya.

"Lalu bagaimana, Kakak mau coba?" Tanyanya.

"Insyaallah, Bu, Kakak mau coba. Mungkin ini memang yang terbaik, dan jika Ibu mengizinkan tentunya."

"Iya, dicoba, ya, Kak?" Ucapnya sambil mengusap air mata yang ada di wajahku.

***

Beberapa hari setelah Ustaz Hari bertandang ke rumah mengantar Hadi, beliau mulai berkomunikasi dengan ibu lewat pesan singkat untuk memperkenalkan Hadi lebih jauh. Sementara itu, ada pesan masuk di ponselku.

"Bismillah, Assalamu'alaikum Wr. Wb. Maaf mengganggu, saya berniat untuk mengkhitbah atau melamar antum pekan ini, itu rencana saya dan perwakilan keluarga saya. Saya dapat kabar dari Ustaz Hari kalau antum mau melaksanakan KKN di Sukabumi selama beberapa bulan, maka saya ingin menanyakan baiknya seperti apa, apakah saya ke rumah sebelum antum berangkat atau saya ke rumah antum dalam keadaan antum tidak ada di rumah?" isi pesan tersebut.

Jelas aku kaget tiba-tiba mendapat pesan seperti itu. Dari isi pesannya aku menduga kalau pesan itu dari Hadi, aku pun menceritakan hal itu pada Ibu. 

"Lebih baik Kakak bilang kalau Kakak harus fokus melaksanakan KKN terlebih dahulu." Sarannya setelah kuceritakan apa yang terjadi.

Atas saran Ibu tersebut, aku pun membalas pesan dari Hadi untuk menjelaskan bahwa tidak bermaksud untuk menolak niat baiknya, namun keharusan untuk fokus terhadap tugas terdekatlah yang membuat niat baik tersebut tidak bisa dilakukan dalam waktu dekat ini. Ia memaklumi dan bersedia menunggu jawabanku setelah KKN.

***

Mendekati selelsainya tugas KKN, Sukabumi sempat dilanda gempa bumi beberapa kali, hal tersebut membuat keluarga di Bogor khawatir, termasuk keluarga Hadi. Ibunda Hadi yang sudah menanyakan tentang keadaanku di Sukabumi–tak lupa langsung menanyakan perihal kepulanganku akan dijemput oleh siapa nanti. Beliau menyarankanku untuk dijemput olehnya dan Hadi. Setelah bertanya kepada Ibu di rumah, kebetulan memang tidak ada yang bisa menjemput. Saran Ibunda Hadi pun aku terima setelah sebelumnya meminta izin kepada Ibu terlebih dahulu.

Sesuai yang direncanakan, saat kepulangan tiba, Hadi serta Ibundanya benar-benar datang menjemput. Itu merupakan pertama kalinya kami bertemu, entah Hadi atau Ibundanya–walaupun dengan Hadi, kami pernah secara tak sengaja beberapa kali bertemu. Namun di pertemuan kali ini berbeda, walau kami masih tidak saling bertatapan antara aku dengan Hadi–apalagi sampai mengobrol satu sama lain.

Di Hari BahagiamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang