PROLOG

2.5K 434 477
                                    

Namaku Nara,
kata Mama, Nara itu artinya bahagia.
Aku suka senja dan aku juga suka kamu. Lucu bukan? Ini semua berawal dari pertemuan tidak di sengaja kita. Dan akhirnya menjadi sebuah cerita.

Aku masih ingat, kala itu pertengahan bulan November sedang hujan-hujannya. Tidak disangka, ternyata semesta mempertemukan kita.

Pada saat itu aku melihatmu di seberang jalan, berlari tergesa-gesa ke arahku untuk berteduh agar tak terguyur air hujan. Kau berdiri tepat disebelahku, merapatkan kedua tanganmu lalu meniupnya secara perlahan.

"Huuh," desahku lirih. Ternyata dulu aku diam-diam sangat memperhatikanmu.

Kala itu malam sangat sepi. Hanya ada beberapa saja pengendara motor yang melintas, ditambah lagi dengan suasana dingin kota yang membuat tulang-tulang anggota tubuhku terasa tercabik-cabik. Tiba-tiba saja kau menoleh ke arahku, tersenyum ramah dan sedikit menganggukan kepala. Aku hanya diam. Tidak ada niat sedikit pun untuk membalas senyumanmu.

"Ahh bodoh sekali," gumamku mengingat kejadian itu.

Kau kembali menatap kearah jalan, setelah sadar senyumanmu yang tidak mendapat balasan. Bukan karena apa, hanya saja aku tidak mau terlihat ramah dengan seseorang yang belum aku kenal.

Beberapa menit pun berlalu, bus yang biasa ku tumpangi belum juga terlihat. Begitu pun dengannya. Sesekali aku menoleh kearahnya, memperhatikannya yang sedang sibuk dengan lembaran-lembaran kertas yang dia keluarkan dari tasnya.

"Apa dia sudah gila, bagaimana kalo kertas itu terbang dan terkena air hujan?" gumamku dalam hati.

Belum selesai aku menggumam salah satu kertas terlepas dari genggamannya dan mengenai wajahku. Sontak aku pun menangkap kertas tersebut.

"Terimakasih," katanya. Disertai senyum ramah untuk yang kedua kalinya. Akan tetapi raut wajahku tetap sama. Tidak ada senyuman balik untuknya.

"Bodoh!" umpatku.

Tiba-tiba hening begitu saja. Hanya terdengar suara rintik hujan yang begitu merdu di kedua telingaku. Sudah 45 menit berlalu aku berdiri di halte bus ini bersamanya. Terasa sangat jelas urat-urat di kakiku sedang menegang akibat penantian bus yang terlalu lama. Bagaimana dengannya? Mungkin juga iya. Kalau pun tidak, aku juga masih belum terlalu peduli terhadapnya kala itu.

45 menit waktu itu aku bersamanya. Hanya 45 menit dia dapat mengubah hari-hariku setelahnya. Yang dari awal tidak ku tau namanya, yang tidak ku tau asal usulnya, dan juga yang membuatku suka hujan setelah senja.

"Tinnnnnnnnn.." suara bunyi klakson bus terdengar dari arah selatan. Segera ku rapikan bajuku lalu melangkah masuk dari pintu depan.

Bagaimana dengannya? Sempat ku lihat ia melambaikan tangan padaku. Aku hanya diam, dan kemudian menghilang masuk dibawa bus malam. Setelah kejadian itu semua, bisa di katakan hari-hariku berubah. Mungkin juga dengan hari-harinya.

"Mungkin,"

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 26, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HUJANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang