Mentari satu

60 4 2
                                    

Selamat menikmati hidangan cerita Mentari :)

-----

Mentari berjalan gontai di bawah guyuran hujan. Saat ini Ia percaya bahwa tuhan merangkulnya melalui hujan Seorang diri meratapi air mata yang tak kunjung henti. Marah, sedih, kecewa akan dirinya sendiri. Lengkap sudah semuanya. Tidak ada yang peduli. Bukan. Bukan tidak ada yang peduli. Tapi memang dirinya yang tak mau berbagi. Takut. Takut tidak ada yang mendengarkan. Semuanya terasa sakit. Saat kau seorang diri. Tak ada yang menemani. Menumpahkan segala rasa yang ada.

Suara tangisnya yang terpedam oleh suara hujan, membuatnya tidak berhenti menangisi dirinya sendiri. Gadis itu menengadah lalu tersenyum sedikit karena masih ada yang menyayanginya. Yaitu Allah.

Di sekolah semua orang tidak mau berteman dengannya. Di rumah juga tidak ada yang mau mendengarkan keluh kesahnya. Mentari memang lebay. Padahal masih banyak orang di luar sana yang memiliki masalah lebih besar daripada masalahnya.

Gadis itu pun memutuskan untuk pulang, sebentar lagi azan maghrib berkumandang. Ia tidak ingin melewatkan sholat maghribnya.

Sesampainya di rumah Gadis itu memperhatikan rumahnya sebentar, sebelum menghela nafas berat.

"Assalamu'alaikum." Mentari membuka pintu sambil mengucap salam.

Tidak ada yang menjawab. Semuanya sibuk tertawa ria di ruang keluarga. Semuanya berkumpul, kecuali dirinya.

"Assalamualaikum." ulangnya lagi sedikit keras.  Semuanya diam, menatap tak suka ke arah Mentari, apalagi saudara tirinya-Laura.

"Cih, ngapain pulang sih? Suasana rusak gara-gara lo!" Kata Laura sarkas.

"Tauk tuh, ganggu aja!" ujar saudaranya yang lain.

Asmita-mama tiri Mentari memutar bola mata tak suka.

Mentari hanya tersenyum getir, Gadis itu melanjutkan langkahnya menuju kamar. Setelah menutup pintu, Gadis itu menghela nafas berat.

Setelah menunaikan sholat maghrib, Mentari melanjutkan bacaan Alqur'annya.

Gadis itu mengambil foto di nakas. Terpampang jelas di sana seorang wanita cantik, dengan senyuman lebarnya menatap kamera. Wanita itu Lah yang melahirkan Mentari ke dunia. Menyusui dan membesarkan Mentari sebelum dirinya meninggalkan Tari pada saat Mentari berumur 10 tahun.

"Mama. Gimana kabar mama di sana? Tari mau ketemu Mama. Disini ga ada yang sayang Tari kecuali Mama dan Allah." satu bulir bening mencelos melalui pipi Mentari. Gadis itu pun langsung mengusap air matanya.

"Tari ga nangis kok ma. Tari kan kuat, pokoknya Tari janji sama Mama, Tari akan jadi anak baik, dan ga boleh jahat sama orang."

Setelah merasa cukup berbicara melalui foto Mamanya, gadis itu langsung tertidur memeluk Foto Mamanya dan berharap bertemu di mimpi.

*****

Mentari mengerjap matanya perlahan. Ia tertidur. Gadis itu menatap jam dinding yang menunjukan pukul stengah lima subuh. Mentari langsung beranjak dan menuju kamar mandi untuk siap siap berangkat sekolah dan jangan lupakan kebiasaannya setiap pagi. Memasak untuk Mama Tirinya, saudara-saudara dan Papanya. Tidak lupa pula Mentari harus membersihkan rumah sebelum berangkat sekolah. Seperti mencuci piring, menyapu, dan pel lantai.

Setelah di pastikan semuanya beres. Barulah Gadis itu berangkat ke sekolah menggunakan sepeda butut pemberian neneknya semasa hidup.

Sesampai di sekolah Mentari memarkirkan sepedanya di tempat biasa ia menaruh sepeda, tempat terpencil yang jarang diketahui oleh siswa siswi sekolahnya. Bukannya malu untuk memperlihatkan kendaraan sederhananya namun ia takut kejadian satu minggu yang lalu terjadi lagi. Dimana setiap ia pulang sekolah pasti ada saja yang mengerjai sepedanya.

MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang