.
Pemuda itu tidak pernah tahu imajinasi Tuhan tentang dirinya ketika ia diciptakan. Tentang fitur wajahnya yang nyaris sempurna, ia tak akan melayangkan protes. Dari cermin retak di beberapa bagian yang ada di sudut kamarnya, ia bisa melihat betapa orang akan iri dengan hidungnya yang cantik, rahangnya yang bagus, rambut hitam yang halus, juga telinga yang sekalipun ia pasangkan aksesoris wanita, tidak akan mengurangi kadar ketampanannya.
Dan dari sekian banyak kelebihan-kelebihannya tentang fisik yang dianugerahkan sang pencipta padanya, ia selalu mendengar betapa orang-orang jatuh cinta pada tatapan matanya. Cantik, menggoda, menghipnotis, dan masih banyak lagi kata-kata pujian yang akan muncul untuknya. Namun tidak semua orang tahu jika ia sangat membencinya, membenci mata dan penglihatan yang ia punya.
Pemuda itu tahu ia spesial.
Dan karena itulah, ia sangat membenci dirinya.
.
Adalah Cho Seungyoun, rekan kerja Seungwoo yang terlampau ceria dan bersemangat, yang tahu tentangnya. Semuanya, luar dan dalam. Termasuk kemampuan Seungwoo dan kebenciannya terhadap hal itu.
Awalnya, Seungwoo menemukan pemuda itu terlampau menyebalkan pada perkenalan pertama mereka. Saat itu hari sedang bersalju, tiga hari setelah ulang tahunnya, sang pemilik kedai makanan siap saji tempat Seungwoo bekerja membawa seorang lelaki yang bahkan terlihat cantik dari wanita manapun yang pernah ditemuinya. Ya, itu Sengyoun dan rambut panjang yang hampir menyentuh bahu miliknya, yang tertiup angin musim dingin dari pintu kedai yang terbuka dalam balutan coat berwarna abu-abu juga sebuah ripped jeans dan snicker putih yang membalut kakinya.
Tidak ada yang istimewa dari Seungyoun saat pandangan mereka bertemu. Tidak ada sampai Seungyoun tersenyum lebar hingga memperlihatkan susunan giginya yang agak lucu lalu tiba-tiba berlari padanya dan memberikan Seungwoo pelukan dan sebuah ciuman di pipi.
"Salam kenal, Seungwoo hyung! Aku Cho Seungyoun, partner kerjamu mulai hari ini."
Begitu kata Seungyoun sambil menunjuk nametag yang tersemat pada seragamnya.
.
Satu hal yang mengganggu Seungwoo mengenai seorang Cho Seungyoun adalah Seungwoo tidak bisa melihatnya. Oh, benar! Apakah Seungwoo pernah bilang jika ia memiliki sebuah kelebihan? Kelebihan yang sangat dibencinya sampai-sampai ia ingin memusnahkannya. Tapi sayang, Tuhan terlalu jahat padanya hingga semua cara yang dilakukan Seungwoo sia-sia.
Ya. Seungwoo bisa melihatnya. Itu seperti sebuah angka digital yang berada di beberapa bagian tubuh, misalnya di pergelangan tangan atau mungkin di leher bagian belakang, juga ada yang tidak menempel sama sekali pada tubuh pemiliknya. Benda tak kasat mata, yang hitungan angkanya berjalan muncur, seperti yang biasa dilihat pada stopwatch.
Itu adalah waktu kematian seseorang. Sisa hidup seseorang di dunia. Seungwoo bisa melihatnya, semua orang yang ada di sekitarnya.
Kecuali pemuda itu.
Cho Seungyoun.
.
Seungwoo dan hari-harinya mulai berjalan sedikit berbeda sejak pertemuannya dengan Seungyoun. Ada sedikit ketenangan ketika ia tak perlu mengetahui bahwa orang-orang di dekatnya tengah menunggu kematian menghampiri tanpa tahu hal itu sangat dekat dengan mereka, meskipun itu hanyalah seorang Seungyoun yang selalu berteriak kencang ketika pemuda ceria datang. Demi Tuhan, Seungwoo terkadang perlu mengusap telinganya ketika pemuda itu dengan energi-nya yang luar biasa berkata 'semangat Seungwoo hyung!' dengan nada tinggi kebanggaannya.
Seungwoo juga mulai merasa sedikit bahagia. Ya, karena disaat ia bisa melihat angka-angka itu bergerak semakin mengecil, kalimat-kalimat menyenangkan dan sapaan ceria Seungyoun pada mereka membuat Seungwoo yang tadinya hampir tidak pernah tersenyum kini melengkungkan bibir. Dan sialnya, hal itu tertangkap mata oleh Seungyoun yang dengan tergesa menghampirinya. Lagi-lagi senyum menyebalkan itu tertangkap mata Seungwoo.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIME OF SORROW ✅
Fanfiction"Tidak, Seungwoo hyung. Kita akan berpisah di sini. Hyung bisa pulang." SEUNGWOO x SEUNGYOUN. RYEONSEUNG. SEUNGZZ.