Menuntut Ilmu dengan Patuh

4 3 0
                                    

“Bu? Udah siap?” Kata ibunya sambil membawa tas. “Udah Rin, ayo kita
berangkat, nanti kamu telat.” Sambil berjalan, pintu rumah rin terbuka lebar,
dengan cahaya matahari, membuat ia teringat akan hari itu...
Mentari mulai terbit di ufuk barat, pertanda sekolah membosankan itu akan
terjadi lagi hari ini, itu lah yang di rasakan Rin pagi inj. Di tangan kanan nya ada
handphone yang ia posisikan horizontal sambil asyik badannya mengikuti
arahan tangan yang sedang menyerang musuh. “Rin, udah mau berangkat tuh
tukanh ojeknya, kamu jangan main game terus, cepat sana...” Kata wanita
paruh baya yang berada tepat di hadapan Rin, yap! Dia adalah ibu Rin.
Dengan muka yang marah Rin menjawab dengan nada tinggi, “Ish bu, sebentar
dulu kenapa! Aku lagi asik main, ibu mana tau rasanya asik main game yang ibu
tau nyuruh aku belajar, belajar, belajar mulu!! Tapi gak pernah ngajak aku jalan
- jalan keluar! Aneh!”. Rin pun mengambil tas nya, tanpa peduli ada seorang
yang telah melahirkannya di hadapannya. Ibu Rin pun tidak bisa berkata apaapa lagi kepada Rin, keadaan memang sedang menurun semenjak Ayah Rin
memilih bersama perempuan lain. Ibu Rin sedang mencari pekerjaan, namun
sangat sulit. Jadi akibat dari semua itu, ekonomi Rin sedang terancam, di sisi
lain Ayah Rin tidak melanjutkan menafkahi ibu nya & Rin.
Di perjalanan Rin menuju sekolahnya, Rin berinisiatif untuk pura – pura sekolah
padahal ia menuju ke Mall. “Pak sampe sini aja pak, saya mau beli sarapan
dulu,” katanya mencoba merayu. “Loh, ini udah mau setengah tujuh neng,
nanti neng telat lagi, kasian loh ibuk di panggil ke BK lagi nanti.”. Dengan
seenaknya ia menjawab, “ Heh! Bapak tuh ya Cuma tukang ojek! Mana tau
rasanya sekolah. Udah ngalor ngidul lagi ngomongnya,”. Tiba-tiba diinjakkan
rem pada sepeda motor bapak ojek tersebut. “Neng maaf, sampe sini aja,
neng, bapak punya pesan, coba mulai sekarang jaga etika lepada yang lebih tua
neng, bapak sering mendengar kamu selalu melawan ibu mu—“ Rin langsung
menyela pembicaraan, “Hidup Rin! Urusan Rin! Siapa bapak ngatur-ngatur Rin?
Rin itu gak punya bapak!”.
Bapak ojek itu pun langsung pergi sambil membawa sakit hati akibat anak
sekolah yang menduduki bangku sekolah menengah atas kelas 11 itu. Padahal
dari tempat penurunan Rin untuk menuju sekolah nya masih 10 menit lagi.

Kenapa sih, semua orang hari ini nyebelin, ah kacau... Kacau... Eh tapi yang
penting sekarang bisa cabut sekolah, hihi. Kata Rin dalam hati.
Sambil berjalan santai, ia melihat jam di sebuah toko yang ia lewati,
menunjukkan pukul 06:15. Namun ia tetap santai berjalan. Sambil melamun
membayangkan semua yang terjadi dulu kembali lagi, ia lupa bahwa hari ini 3
mata pelajaran ulangan. Dan tepat sebelum jam 06:00 ia harus tiba di sekolah
karena guru biologinya akan memberi tahu tata cara ulangannya, apabila ia
tertinggal maka, ia tidak akan naik kelas. Ia pun bergegas lari menuju
sekolahnya.
“kringgg... Kringgg... Kringgg...”
Dari kejauhan ia sudah mendengar bel masuk sekolahnya. Aduh gawat banget
nih telat lagi, bisa-bisa disuruh tanda tangan di buku tamu BK nih, kata Rin
dalam hati. Kemudian langkahnya berhenti saat satpam di sekolahnya keluar
dari pos untuk mengecek, apakah ada murid yang telat atau tidak. Dengan
panik, Rin yang masih tidak teratur napasnya, sembunyi di balik gapura besar
dekat gerbang. Rin pun berpikir, bisa-bisa benar dia tidak naik kelas akibat dari
ini semua.
Mulai lah muncul ide Rin untuk memanjat pagar, ia harus melakukan segala
sesuatu agar kemauannya dapat tercapai secara instan, padahal itu sangat
tidak bagus untuk seukuran manusia seperti Rin. Saat situasi sedang lengah, ia
pun berlari kecil tanpa suara menuju depan pagar, lalu berancang-ancang
untuk memanjat. Ia pun berhasil! Saat ingin meloncat dari atas pagar ke
halaman sekolah, Krekkk!! Roknya robek dan ia mendarat dengan tidak
sempurna. Sadar akan hal itu, satpam langsung menghadangnya, yang
kemudian membawanya ke ruang langganan nya.
Di ruang BK, seperti biasa, Rin dimarahi, di nasehati, di beri poin. Dan kali ini
guru BK yang lain sedang menjemput ibu Rin untuk menandatangani surat siap
untuk Rin di keluarkan dari sekolah. Saat ibu nya tiba, Rin dan ibunya saling
bertatapan, ibu Rin langsung memeluk Rin, ia takut Rin terluka. “bu, jadi
gimana? Mau lanjut sekolah dengan perjanjian materai 6000 atau ibu hanya
tinggal menandatangani surat drop out ini?,” ibu Rin menjawab dengan nada
yang lembut, “Bu maafkan anak saya ya, saya akan menandatangani surat
perjanjian di atas materai tersebut,” sambil menyodorkan pulpen ke ibu Rin,
“Baik, ibu harus mendidik anak ibu dengan benar.”

Mendengar kata-kata guru BK tadi membuat Rin muak, ia langsung pamit
kepada yang ada di dalam ruang Bk. “Saya pamit dulu, bu.” Ia segera
menggendong tasnya lalu berlari kecil keluar ruang BK. 15 menit berlalu, Rin
bediri mematung menunggu ibunya yang segera keluar dari ruang BK. Saat ibu
rin lewat, beliau tidak menyadari anaknya sedang bersandar pada tempat
duduk di balik gapura kecil. “Ya tuhan Rin, ibu sayang kamu, setiap hari
mendoakan kamu, agar menjadi anak yang baik yang berprestasi dan selalu
patuh kepada orang tua mu ini nak, namun semua yang kamu lakukan memang
ibu yang salah nak, tidak bisa mendidik kamu, maafkan ibu yang sekarang ini.
Maaf ibu tidak bisa memberi mu apa-apa lagi. Cukup Ayahmu yang sudah
menyakiti ibu, ibu mohon kamu jangan nak. Kamu harapan satu satunya
ibu...”seketika mata Rin menjadi bulat, pendengaran nya menjadi sangat
tajam, mulut nya tidak bisa menjawab apa-apa, hati nya benar benar mencair
mendengar kata-kata ibunya.
Selama ini aku sebagai anak gak pernah ngasih apa-apa ke ibu, aku gak pernah
bikin ibu bangga, tapi ibu selalu bilang bangga sama aku, ibu selalu nangis
setiap malem, tapi paginya ibu selalu ngasih aku senyuman luar biasa
cantiknya. Ibu selalu masakin aku makanan, beliin aku makanan, tapi... Aku
sendiri gak tau dan gak mau tau ibu udah makan apa belum, aku bodoh
banget. Punya ibu yang luar biasa hebatnya tapi aku selalu ngelawan, selama
ini kalu aku sekolah, ilmu yang ibu guru berikan tidak pernah menetap di
otakku, mungkin saja karna aku selalu melawan ibu. Kata Rin dalam hatinya
dengan amat menyesal.
Rin pun berjalan keluar, menyiapkan segala kata-kata agar ibu mau
memaafkan nya. Ibu pun terkejut, sambil mengelap air matanya, ibu berkata,
“Kamu disini? Sejak kapan Rin?” Rin tidak menjawab, “Rin gak apa - apa kan?”
Rin menarik napas lalu menjawab, “Ibu maafn Rin bu, Rin selalu melawan ibu,
padahal Rin udah dewasa, Rin udah SMA tapi sikap Rin kaya anak kecil maafi—
,“. “Rin cukup,” ibu berdiri dan memeluk Rin, “Ibu selalu maafin Rin, ibu sayang
banget sama Rin.”
Sudah sangat sejauh ini, namun ibu masih memaafkan, kata Rin dalam hati, ia
pun membalas pelukan ibunya, semakin erat. Semenjak kejadian hari itulah,
hebatnya kekuatan kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, semakin terlihat
jelas hari ini dimana Rin berdiri sambil memegang topi toganya yang ia
pakaikan di kepala ibunya, dan berselempang dengan tulisan cumlaude.

Terimakasih bu, berkatmu, aku disini tidak berdiri sendiri, mengajak suamiku
dan sekarang anaku telah menjadi cucumu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Penyesalan Yang Membawa PerubahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang