Dika adalah murid yang cerdas, dan pintar. Walau cerdas dan pintar dia tidak sombong terhadap prestasi yang pernah ia capai. Beda dengan Kika, dia adalah anak yang pandai dan sombong.
Pada suatu hari, Bu Erli memberikan ulangan matematika semua anak nampak tidak sabar untuk mengerjakan soal itu. “Pasti gampang” kata Kika dalam hati dengan sombong. Bu Erli pun membagikan soal ulangan. Setelah itu, semua anak mengerjakannya dengan tertib dan tenang. Suasana kelas pun menjadi tenang. Setalah menunggu beberapa jam semua anak nampaknya sudah selesai mengerjakan ulangan, Bu Erli pun mengumpulkan kertas hasil ulangan matematika.
“Pasti aku akan mendapat nilai 100.” kata Kika dengan sombong di hadapan Dika. “Kika, jangan soombong dulu kamu, belum tentu kamu mendapat nilai 100. Kalau kamu tidak mendapat nilai 100 bagaimana? kesal kan?” tanya Dika. Kika hanya terdiam dan menginggalkan kelas.
Sekarang Bu Erli akan membagikan hasil ulangan matematika. Semu anak tidak sabar untuk mengetahui hasil ulangannya. Saat Dika mendapat hasilnya, ia melihat di kertas ulangannya tertulis nilai 100 di atasnya. Dika pun bangga dengan hasil kerja kerasnya sendiri. Sedangakan Kika, melihat nilainya yang mendapatkan nilai 70, dia pun kecewa dengan hasilnya. Dia merasa malu sekarang dengan Dika, karena dia terlalu percaya diri untuk mendapatkan nilai 100.
“Bagaimana Kika?” tanya Dika dengan heran, “aku mendapat nilai 70 Dika.” jawab Kika dengan kesal, “makannya jadi orang jangan sombong dulu dong Kika” sahut Dika sambil tersenyum. Kika merasa kesal dengan perbuatannya selama ini, ia pun mulai merubah sikapnya yang sombong itu. Berkat Dika, ia tahu apa yang harus ia lakukan untuk meraih nilai yang bagus.