Prolog

444 20 1
                                    

Sampai detik ini, belum ada satu wanita pun yang mampu membuatku jatuh cinta. Bahkan untuk membuatku memperhatikan mereka saja itu sulit. Ini yang membuatku seolah aneh di mata orang. Padahal kenyataannya, aku ini lelaki normal. Sejenak, kuhela nafas dalam-dalam. Berusaha meyakinkan bahwa nanti akan ada saatnya aku menemukan wanita pilihanku. Dia yang siap kutuntun ke surga-Nya Allah, dia siap menerima kekuranganku, dia yang bersedia berbagi suka duka denganku, dan dia yang siap menua bersamaku; menikmati hujan di teras rumah sambil minum kopi buatannya. Mengelus puncak kepalanya. Dan mengakhirinya dengan satu kecupan di kening.

"Kamu mau sampai kapan sendiri terus? Jangan terus sibuk ngurus pesantren. Ibu ini sudah tua, ibu takut gak bisa lihat kamu menikah, Gibran," ucap ibuku pelan. Seketika hatiku luruh, usiaku masih sangat muda, masih dua puluh empat tahun. Aku juga punya satu adik perempuan. Tapi ibuku selalu ingin aku segera menikah. Dengan berbicara pelan seperti itu pasti akan membuatku kebingungan. Andai saja ibuku tahu, aku sendiri belum menemukan wanita yang begitu sederhana di mataku.

Defisini wanita sederhana sebenarnya banyak. Tapi bagiku, wanita sederhana itu adalah wanita yang selalu membuatku ingat akan Rabb-ku. Yang selalu memberikan kedamaian saat bersamanya, membuatku bahagia tanpa harus mengandalkan materi, dan menghargai keberadaanku nantinya. Tubuhnya yang bisa kupeluk saat aku rapuh, saat dingin hujan yang menusuk tulang, dan saat senja jatuh tepat di hadapanku.

"Dimana kamu sekarang?" Pertanyaan ini spontan kulontarkan.

Ustazah, Nikah Yuk!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang