"i love you, but i don't like you,"
–i don't like you – grace vanderwaalFERO melihat Ratu yang mengoceh tentang mereka berdua yang bisa terlambat menuju tempat janjian dengan Ibu dan Fany dalam diam. Sejak pertemuan Ratu dengan laki-laki di pertunjukkan laser, terlihat sekali bahwa perempuan itu menutupi sesuatu.
Fero tahu kapan Ratu gelisah. Atau ketika Ratu memendam sedih dalam matanya. Atau ketika Ratu bilang, "Gapapa," dengan senyum tipisnya.
Tapi, Fero diam. Fero takut dirinya melewati batas yang tidak bisa ia lewati. Fero takut kondisi mereka yang baik-baik saja berubah.
Maka, Fero lagi-lagi tidak mempermasalahkan segalanya. Asal Ratu di sampingnya.
"Ro?" tanya Ratu membuat Fero mengerjapkan mata.
"Hm?"
Ratu menarik tangan Fero. "Buruan, nanti beneran telat."
Fero juga sudah biasa ditarik-tarik seperti ini oleh Ratu.
Hong Kong ramai, seperti yang Fero tahu dari berbagai artikel yang ia baca sebelum liburan ke sini. Dari semua hal yang ia tunggu dari liburan, adalah pertunjukkan lasernya. Fero sudah menunggu tak sabar, tapi kenapa sekarang dirinya hanya ingin pulang ke rumahnya di Singapura?
Kenapa Fero sekesal ini?
Fero dan Ratu berdesakkan di stasiun MRT. Fero tidak tahu di stasiun mana mereka berada, semua arah jalan yang memandu adalah Ratu, karena perempuan itu sudah tiga kali ke Hong Kong untuk urusan pameran galerinya yang sudah tiga tahun ini juga diselenggarakan di sini.
"Maaf, ya, tadi jadi telat gara-gara gue ngobrol dulu," ucap Ratu ketika mereka menunggu kereta datang.
Fero melihat ke arah Ratu kemudian menatap ke depan. Tangan mereka masih tertaut. Ratu bilang dia tidak ingin terpisah dengan Fero, namun Fero tidak nyaman dengan dirinya sendiri karena berharap hal lain.
"Gak apa-apa."
"Gak apa-apa gimana. Daritadi lo cemberut."
"Iya, gue marah. Beliin es krim," gumam Fero dengan senyum terpaksa, karena ia tahu Ratu masih akan membahasnya karena memang perempuan itu pasti masih memikirkannya bila Fero meyakinkan Ratu bahwa dirinya tidak apa-apa.
Ratu tertawa dan mengacak-acak rambut Fero. Perempuan itu perlu berjinjit.
Ah.
Sial.
"Mana muka marahnya manaaa?" tanya Ratu dengan suara naik beberapa oktaf.
Tangan Ratu berhenti mengacak rambut Fero, kini mencubit pipi laki-laki itu. "Gemes banget sih, Fero."
Fero hanya bisa diam. Kereta datang tak lama kemudian. Pintu terbuka, beberapa orang ke luar, menunggu sebentar, lalu yang di luar menunggu kini merangsek masuk, termasuk Ratu dan Fero.
"Hati-hati, Ro," ucap Ratu fokus karena kondisi kereta yang memang sangat ramai ini.
Fero berhasil mengeratkan genggaman pada pegangan kereta, tetapi Ratu tidak mendapatkannya. Perempuan itu tampak bingung harus berpegangan pada apa.
Fero membuang muka. "Pegangan di bahu gue aja, Rat."
Ratu mengerjapkan mata, kemudian tersenyum lebar. "Oh, iya deh, yang bahunya kuat!"
Fero tidak membalas candaan Ratu, laki-laki itu diam. Ratu menaruh telapak tangannya di bahu Fero, kemudian melihat ke segala arah.
Sesampainya di stasiun tujuan, Fero dan Ratu bergegas ke kedai warung yang disebutkan Ibu dan Fany. Ketika mereka sampai, sudah berpiring-piring makanan habis tak bersisa. Pasti kerjaannya Fany yang seolah memiliki black hole di lambungnya. Makan sebanyak apa pun, tetap saja masuk, dan perempuan itu tetap langsing.
KAMU SEDANG MEMBACA
R: Raja, Ratu, & Rindu
Teen FictionSequel R: Raja, Ratu, & Rahasia "Ratu marah?" tanya Raja, napasnya tidak teratur, gelisah tak berkelanjutan berkecamuk di hatinya. Ratu diam. Bukan seperti Ratu yang Raja kenal. "Rat?" tanya Raja, berusaha menggapai tangan kurus perempuan itu. Ratu...