1. Pertemuan

42 7 3
                                    

Teriakan para penonton...
Suara petikan gitar...
Riuh tepuk tangan manusia...
Terasa mengganggu. Benar-benar mengganggu.

Aku berjalan menuruni panggung, dengan mengatur mimik wajah agar tetap tenang. Menyembunyikan rasa tak nyaman.

"Penampilan yang sempurna, By," kata Fitri, si pembawa acara. Aku hanya tersenyum menanggapi. Entahlah, rasanya malas berbicara panjang lebar. Toh, hanya basa-basi.

Kutegak air dari botol tupperware yang disiapkan Mama. Huu, lega rasanya.

Penonton masih saja menjerit-jerit memanggil nama seseorang. Entah siapa yang mempopulerkan gaya itu.

"Eh?"

Siapa di depanku? Apa dia sudah lama di situ? Pria dengan paras manis, dengan hidung mancung, juga mata yang sipit.

"Garin. Garin Narendra, yang tadi main gitar."

"Ooo," ucapku dengan suara pelan, "ada apa?"

"Ada Garin di sini."

Ha? Hahaha. Aku menahan tawa ketika dia mengatakan itu. Rasanya ekspresiku sudah serius ketika menanyakan keperluannya. Pria yang unik.

"Hei? Kamu tertawa atau menangis? Mukamu merah. Kayak tomat, manis."

"Hahahaha." Tawaku pecah. Siapa nama pria ini? Ya, lord. Dia unik!

Aku menarik nafas menetralkan tawa yang sempat pecah tadi. Beberapa orang yang entah siapa, melirikku, mungkin mereka penasaran kenapa aku tertawa. Atau bagaimana bisa aku tertawa?

Selama ini mereka menjuluki ku 'Ice Princess'. Mereka bilang karena ekspresi ku yang selalu datar dan terlihat begitu angkuh-padahal tidak.

"Oke, aku serius. Ada apa, ...?"

"Garin."

"Yah, Garin?" tanyaku setelah menormalkan ekspresi ku tadi.

"Boleh minta nomor sepatunya?"

"What?"

"Haha, i'm just kidding. Can i get your phone number, Abby?"

***

Tok! Tok!

"By?" Seseorang memanggilku dengan begitu lembut. Siapa lagi kalau bukan Mama?

"Iya, Ma?" sahutku dari dalam kamar, "masuk aja. Pintunya Abby gak kunci."

Terdengar suara pintu terbuka, menampakkan wanita paruh baya dengan gamis juga jilbab menutup dada. Mamaku, terlihat cantik seperti biasanya.

"Iya, Ma? Ada apa?"

"Makan, yuk. Pa--"

"Makan aja, Ma. Abby udah makan tadi," jawabku memotong ucapan Mama.

Wajah Mama tampak sedih, tapi biarlah. Sudah biasa seperti ini. Tak lama, Mama beranjak keluar kamar tanpa mengatakan apa-apa.

Aku hanya bisa mendesah melihatnya. Mau bagaimana lagi? Tak mungkin memaksakan perut terus diisi.

Teringat pertemuan dengan pria yang entahlah namanya siapa. Mata sipitnya.... Bibirku tak bisa untuk berhenti tersenyum. Lucu.

"Woy!"

Aku terperanjat. Kaget. Adik semata wayangku suka sekali membuat kaget. Dikira jantungku batu, kali, ya?

"Kamu itu buat kaget aja sih," protesku, menatapnya tajam.

Dia hanya nyengir, merasa tak berdosa. Dasar. Adek asem.

"Sorry, Sist."

Aku hanya mengangguk mendengar permintaan maafnya. Ia berbaring di sampingku, menemani menatap langit-langit kamar. Terasa embusan napasnya yg lemah.

"Rin," panggilku, pelan.

Belum sempat melanjutkan omonganku, gawai di nakas bergetar.

Nomor baru? aku bergumam pelan.
.

Nomor baru? aku bergumam pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ternyata Garin. Haha, dia memanggilku... kakak? Serius? Kayaknya gak cocok. Lagi-lagi aku tersenyum karnanya.

Mataku kembali menatap layar benda pipih itu. Menatap foto profil milik Garin. Bola matanya berwarna cokelat. Sangat terang. Bukan efek kan? Aku tidak sempat memerhatikannya di pertemuan tadi.

Katanya, matanya asli. Wow menarik sekali. Sebening itu? Apa beningnya sama dengan mata yang kemarin?

Aku penasaran.

Colab with arishandi99

Cover nyusul 🤣😂

Bagaimana menurutmu?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 20, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Face of Scar(y), AbbyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang