1. Mom

6 1 0
                                    

Kring kring... Kring kring...

Suara alarm itu sangat mengganggu aktivitas tidurku. Aku dengan enggan membuka kedua mataku dan sayup-sayup aku mendengar teriakan ibuku.

"Sayang, ayo bangun dan pergi ke sekolah. Ini hari pertama UN mu, kau tidak boleh terlambat." Aku memutuskan untuk menjawab ibuku ketika mendengar teriakan keduanya.

"Yes mom," gerutuku kesal karena tak dapat melanjutkan tidurku.

Rasanya aku ingin melewatkan hari pertama UN dengan bersantai di kamar. Aku membuka mataku sedikit dan melirik ke arah jendela. Mendung. Uhh mendung ternyata.. Sepertinya akan hujan, udara terasa dingin membuatku semakin bergelung dalam selimut, aku tidak ingin bangun, 5 menit saja ini sangat nyaman.

Ketika aku akan terlelap, kepalaku mulai berdenyut-denyut. Kepalaku semakin berat. "Dasar sakit kepala sialan," erangku.

Aku harus meredakan sakit kepala yang menyiksa ini. Semalam aku bergadang sampai subuh hanya untuk membaca novel kesukaanku. Bila ibuku tahu aku bergadang hanya untuk membaca novel aku bisa mati.

Tiba-tiba sebuah ide melintas di kepalaku. Bagaimana jadinya bila aku tidak mengikuti UN ini? Apakah aku harus mengulang masa SMA setahun lagi? Atau aku bisa mengikuti UN susulan? Aku ingin mencobanya... Sepertinya cukup seru.

Tap.. Tap...

Aku segera mengurungkan niatku ketika mendengar langkah kaki ibuku mendekat.

"Oh shit," dengan kepala yang masih berdenyut-denyut aku segera berlari menuju toilet.

***

"Bagaimana pelajaranmu? Kau sudah belajar dengan baik bukan?" Tanya Ibuku ketika kami sedang duduk di meja makan.

Aku berhenti mengunyah dan menelan roti itu dengan susah payah. "Yes mom. Aku sudah belajar semalam."

"Bagus, aku akan mengatakan kepada tetangga kita bahwa kau akan mendapatkan nilai tertinggi di UN kali ini lagi." Katanya senang. "Tetangga kita selalu menyombongkan anaknya yang bernama Timmy hanya karena ia pernah mendapat juara 1 tingkat nasional, padahal aku tahu dia hampir menghabiskan semua gajinya hanya untuk biaya les anaknya ckckck... "

Aku tidak mengerti untuk apa ibuku mengatakan kepada tetangga kita tentang itu. Belum pasti aku akan mendapat nilai tertinggi di UN kali ini, bisa saja orang lain mendapat nilai lebih tinggi dariku.

Bagaimana bila aku tidak mendapatkan nilai tertinggi ketika ibuku sudah menceritakannya kepada tetangga kita. Bukankah ibuku akan malu? Bukankah AKU akan malu? Dimana aku harus meletakkan wajahku?

Pernah sekali ketika aku mengikuti les piano. Pada saat itu aku baru saja belajar selama tiga bulan, tetapi aku sudah berada di kelas yang sama dengan orang yang belajar selama setahun.

Dan setahun kemudian, ketika teman-temanku masih belajar di grade 10, aku sudah menyelesaikan grade 6 dan disuruh mengikuti lomba piano oleh guru lesku. Semua teman-temanku menatap iri ke arahku dan aku masih ingat apa yang dikatakan ibuku pada saat itu.

"Kau lihat pandangan mereka sayang? Itu adalah tanda keberhasilan. Kau harus hidup dengan melihat tatapan itu agar kau berhasil. Kau harus menjadi kebanggaan ibu. Kau harus bisa membuat mereka sangat iri hingga ingin membunuh pada saat itu juga. Dan jika kau berhasil, kau sudah menjadi orang yang sukses sayang~"

Aku yang masih berumur 7 tahun dikala itu sedikit gemetar ketakutan karena melihat tatapan ibuku. Pada saat itu aku tidak mengerti apa yang dikatakan ibuku. Aku hanya tahu bahwa aku harus menjadi yang terbaik untuk membuat ibuku bahagia. Jadi aku selalu melakukan yang terbaik dan yang terbaik di segala hal.

Dalam hidupku aku tidak pernah berada dalam posisi kedua. Aku selalu mendapatkan tempat pertama. Selalu.

Tetapi mungkin Dewa ingin mematahkan kemenangan beruntun itu dan mendorongku ke dasar jurang.

Di umur ke 10, pada saat aku mengikuti perlombaan piano internasional di Singapura. Ibuku sangat bahagia dan Ia dengan sangat bangga mengatakan kepada orang-orang bahwa aku akan pulang membawa kemenangan, bahwa aku tidak akan pernah kalah.

Tapi nyatanya aku kalah. Kalah telak. Dan kekalahan itu lah yang menyadarkanku.

"Sayang?" Ibuku mengguncang bahuku hingga aku tersadar dari lamunanku.

"Kau tidak mendengar apa yang ibu katakan tadi?" Tanyanya pelan.

Uh, gawat.

"Um... Aku mendengarnya Ibu. Ibu sedang berbicara tentang tetangga kita dan anaknya, Timmy kan?"

"Jangan sebut anak itu, Ibu tidak suka." Dengus ibu sambil menangkup wajahku dan mengusap kedua pipiku perlahan.

Ibuku berkata pelan, hampir seperti berbisik, "Didunia ini kamulah yang terbaik sayang, kamu akan selalu menjadi yang terbaik. Dan kamu harus tetap menjadi yang terbaik." Ibuku memelukku erat.

Sesaat kemudian, ia melepaskan pelukannya dan menatapku tajam. "Kamu.. tidak akan pernah mengecewakan Ibu kan?"

Ada keheningan yang cukup panjang, suasana di meja makan itu berat dan aku tidak berani mengangkat wajahku untuk menatap matanya.

Aku sangat ingin berkata 'Tidak', tapi aku takut. Aku tidak tahu apa hasilnya bila aku menolaknya.

Bohong!

Batinku berteriak nyaring. Baiklah, itu benar aku berbohong. Aku tahu dengan jelas apa yang akan ia lakukan kepadaku bila aku berkata 'tidak' sekarang. Sejujurnya saat ini aku sudah tidak takut lagi kepadanya , tapi aku masih berharap bahwa Ia akan berubah suatu hari nanti.

Setelah menenangkan diriku, akhirnya aku memberi jawaban yang diinginkan Ibuku.

"Yes mom." Aku menjawabnya perlahan, hampir berbisik. Tetapi karena Ia berjarak cukup dekat denganku ia dapat mendengarnya dengan jelas.

"Oh dear, kau sempat membuat Ibu takut."

Ibuku kembali memelukku erat lagi. Ia bergumam pelan seakan sedang berbicara kepada dirinya sendiri. Dan aku bersumpah, aku mendengarnya berkata, "Hampir saja Ibu kelepasan."


***

Hai haii gimana menurut kalian?

Aku rencananya akan tetap publish tiap 3 hari sekali, tapi kalau moodku bagus dan nulisnya lancar bisa aja aku langsung publish tanpa nunggu 3 hari. Thank you.

201119

NormalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang