Part 3

0 0 0
                                    

Alisa Kuzennaya as Emma Pierre

--

"Em, Emma, bangun."

*Perasaan ku gelisah dan aku tidak tau apa penyebabnya, badan ku, seperti ada yang menggerakannya.*

"Emma, hey bangun. Kamu kenapa?"

*Itu, suara siapa? Kenapa menyuruhku untuk bangun, aku sedang ada di ruangan dokter. Mendengar penjelasan dokter tentang kandunganku.
Kandungan? Aku? Aku hamil?!*

Aku tersentak, mata ku tiba-tiba terbelalak menghiraukan cahaya lampu yang mencoba masuk ke dalam mata ku.
Mimpi apa aku coba? Aku hamil?! Tapi kenapa perasaan ku gelisah, seharusnya kalau aku hamil perasaan ku akan bahagiakan? Aneh.
"Kau tidak apa-apa Em?" Tanya Ael sedikit terjekut. "Kau sangat berkeringat." Ucapnya ragu.
"Aku bermimpi, sangat aneh." Jawab ku dengan tatapan kosong.
"Aku akan mandi duluan, kau keberatan Ael?" Tanya ku langsung bangkit tanpa menunggu jawaban Ael.
"It's okay."

Ku buka keran shower agar airnya bisa membasahi seluruh tubuhku. Mimpi tadi benar-benar menghantuiku.
"Em, apa kau masih lama? Kau sudah hampir setengah jam di dalam. Tidak terjadi apa-apa kan?!" Teriak Noo dari luar.
Aku sudah hampir setengah jam di kamar mandi? Perasaan aku baru masuk beberapa menit yang lalu.
"Arrrgh."
Mimpi sialan.
"Emma, kau baik-baik saja kan?" Suara Noo terdengar cemas ditelinga ku.
"Aku baik-baik saja Noo, sebentar lagi aku akan keluar."

---

Tepat setelah kami selesai bersiap-siap, tiba-tiba langit menyapa dengan sedih. Hujan deras disertai angin kencang menyapa pagi ini, dihari pertama kami magang.

"Kalian ada yang membawa payung?" Celetuk Noo disaat kami semua terdiam.
"Kau tau kan, aku tidak pernah membawa barang seperti itu." Kekeh ku. "Tapi apapun itu, kita harus pergi sekarang. Lagian gedung kantor hanya berjarak satu gedung dari gedung ini kan?" Lanjutku dengan semangat yang membara.
Aku mendengar Ael mendengus tanpa tau alasan pastinya.
"Aku liat mini market bawah ada menjual payung, lebih baik kita keluar sekarang sebelum payung itu habis terjual." Amo bersuara sambil melangkah menuju pintu hendak keluar.
Kami semua pun mengikutinya sampai depan lift. Jam menunjukkan pukul 07.05 pada saat kami menunggu lift sampai di lantai 10.

Aku melihat sekitar sekaligus mengamatinya. Ku lihat Amo begitu grasak-grusuk dengan tas bawaannya. Sesuatu yang hilang tengah dicarinya.
"Guys, sepertinya name tag ku ketinggalan. Noo, temani balik yuk bentar."
Benar saja ada yang hilang, atau lebih tepatnya tertinggal.
Amo dan Noo sudah hilang dibalik simpang ruangan itu, lift tiba tidak lama dari kepergian Amo dan Noo, tapi aku dan Ael sepakat untuk turun bersama Amo dan Noo.
"Em, kau lihat hp ku tidak?"
Kini giliran Ael yang mencari barangnya.
Punya teman gini banget hahahaha.
"Kau dari tadi tidak memegang hp mu, aku juga sempat berpikir keras sih, sepertinya ketinggalan juga. Perlu ku temani?"
"Tidak, aku sendiri saja. Bentar ya." Pamit Ael dan hanya mendapat anggukan dariku.

07.15
Mereka belum kembali juga.
Pria itu sudah turun belum ya? Semoga saja sudah, ini kan sudah jam tujuh lewat. Ya dia pasti sudah turun. Tapi kalau belum...
"Selamat pagi."
"Pagi." Jawabku singkat, masih sibuk dengan pikiranku.
Kalau jumpa dengannya disini aku harus bagaimana?
"Oh kau salah satu anak magang di kantorku ternyata."
Aku tercekat. 'Salah satu anak magang di kantorku' katanya?
Tunggu, bagaimana dia tau kalau aku magang?
"Kau tau dari mana kalau aku magang?" Tanyaku sekilas melihat sosoknya yang tinggi nan tampan.
'Kantorku', berarti dia karyawan tempat aku magang dong. Senangnya bisa lihat wajah tampannya.
"Itu name tag mu yang kau putar ke belakang. Ada nama perusahaannya. Dan aku salah satu karyawannya. Steven, kau bisa memanggilku Stev." Jawabnya, tangannya mengulur ke arahku.
"Emma." Pada saat aku ingin membalas uluran tangannya, aku melihat sosok yang sangat tidak ingin ku lihat seumur-umur. Pria sialan itu.
Mampus dah, ini kenapa 3 bocah itu belum balik-balik sih?

"Lu ngomong sama siapa?" Tanya pria itu, ternyata dia belum melihatku. Baguslah.
"Sama Emma, salah satu anak magang di kantor."
Mampus.
"Em, kenalkan dia Syden. Karyawan di perusahaan mu magang juga. Tapi beda divisi dengan ku."
Steven sialan.
"Syd, kenalkan dia Emma."
Aku keluar dari balik tubuh Steven. Ternyata tubuhnya bisa menjadi tempat persembunyianku. Pantas saja pria itu tidak melihatku.
"Oh ternyata kamu ya. Baguslah, aku bisa memerintahmu dengan bebasnya."
Pria ini memang sialan.
"Lu udah kenal sama Emma?"
"Dia yang manggil gue Sir semalam itu."
Yang benar saja, masa gara-gara itu dia dendam sih. Bocah banget.

Ting.
Pintu lift terbuka saat aku ingin membalas ucapannya. Tapi dengan gerakan cepat, dia masuk ke dalam lift sambil menarik tangan Stev.
Sial sial sial. Kenapa mereka lama banget sih.

---

Kami tiba di lantai bawah, dan benar saja kalau payungnya sudah terjual semua.
"Coba kalau barang kalian tidak ada yang tertinggal gini. Mana udah jam setengah tujuh lagi." Celetukku tanpa melihat ke arah mereka.
Mampus, aku bodoh banget sih sampai-sampai kelepasan gini.
Hening. Aku sangat amat merasa bersalah pada mereka.
"Maaf Em, tadi juga aku udah frustasi mencari name tag ku. Tapi Noo tetap menyuruhku untuk mencarinya."
"Maaf." Gumamku.

---

Syden POV

Mengantri di coffe shop pagi-pagi seperti ini sangatlah bukan tipeku. Dan juga kenapa harus hujan deras sih. Ramalan cuaca hari ini tidak mengatakan akan turunnya hujan deras, bahkan tidak dengan gerimis. Kalau gini kami harus berangkat naik mobil.
Kantor cuma berjarak satu gedung harus naik mobil, nasib emang selucu itu.
"Lu kenapa ketawa-ketawa gitu? Udah gila ya?" Ledek Stev.
"Stev please jangan buat gue tambah benci sama lu ya. Rese banget lu dari tadi."
Steven hanya tertawa tanpa rasa bersalahnya.
Bayangkan saja, gara-gara dia mengenalkan Emma padaku, aku harus mengatakan yang sebenarnya. Apa kata dunia kalau cowok setampan dan sekeren Syden ini curhat masalah sepele di mata orang lain.
Steven sialan.
"Jadi mobil siapa yang akan digunakan?"
Seolah Stev bisa membaca pikiranku tadi, dia langsung bertanya tanpa basa-basi.
"Mobil lu." Jawab ku ketus.
Aku membacakan pesanan ku dan Stev. Selang beberapa menit, pesanan kami sudah selesai.
"Baiklah, sepertinya gue harus bayar badmood lu pagi ini ya?" Kekeh Stev.

Stev berhenti pada saat kami menuju lift basement. Ku perhatikan tujuan matanya melihat ke arah empat gadis yang sedang menunggu di depan pintu seperti orang ling-lung.
"Syd, karena kali ini mobil yang digunakan adalah mobil gue. Gue mau bareng sama mereka juga." Ucap Stev sambil melenggang ke arah mereka. Dapat ku tebak, salah satu dari empat perempuan itu adalah Emma.
Dan tebakkan ku benar, kini Emma sudab berdiri di depanku. Stev mengenali satu-satu gadis itu padaku. Tapi pikiranku hanya tertuju pada satu gadis, yaitu Emma.
"Nah ayo sekarang kita berangkat." Ucap Stev.
Aku mengekori mereka berlima.
Kenapa dengan otakku. Kenapa harus memperhatikan Emma terus-terusan. Sial. Apa aku terlalu takut dengan pemikiran Emma tentang ku yang curhat dengan Stev? Padahal tadi pagi aku mengancamnya akan memerintah dia dengan bebas.
Tanpa sadar, salah satu dari mereka jalan di sebelahku.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanyanya, kalau tidak salah dengar tadi namanya adalah Noo.
"Eum, aku harus memanggilmu dengan panggilan apa?" Tanyanya lagi. Pikiran dan diriku masih saja tertuju pada Emma.
Ada apa dengan diriku inii. Arrrgh.

Tbc

---

Halo gaes, sorry ya telat update.
Lagi sibuk ngurusi laporan (udah mau deadline huhuhu) dan lomba hehehe.
Dan yaa, ini diaa part 3 nya. Udah panjang belum? Udahlah ya;)
Sorry juga kalau kata-katanya gak sesuai dengan EYD yaa:(

See you when i see you gaes;)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang