Bidadari yang ku nantikan tak kian hadir di pelupuk mata
Meski jiwa meronta, menerjang dan meraung menginginkannya
Bidadari masih tetap diam dan memandang sayu
Bibirnya sedikit menyungging memberi kesan sebuah pengharapan
Ingin rasanya aku tapakkan kaki untuk menggapaimu hai bidadari
Namun aku masih mencoba untuk mengerti diri dan memantaskan diri, meski aku sadar bahwa aku tak pernah pantas untukmu
Ingin rasanya di detik ini ingin aku menyandingmu dan duduk bersama di tepian senja
Hingga kita lupakan sejenak tentang kepahitan di hidup kita dan menyambut masa depan dengan mesra
Hai bidadariku,
Andaikan saja malam tiada cepat untuk berlalu,
niscaya aku akan menulis puisi dan lagu yang panjang tenatangmu
Andaikan saja senja tak pamit begitu cepatnya,
Niscaya akan aku gemakan untukmu nada-nada cinta
Hai kau bidadari,
Masih ada kehangatan meski hanya dari senyumanmu yang menawan itu
Masih ada bunag hati meski hanya dapat aku pandang bukan untuk dimiliki
Kembang yang indah akan mekar pada waktunya
Dan aku kamu akan bersatu dengan kehendak-Nya
Aku tak ingin mengeluh meskipun sadarku sebagai kumbang yang tak banyak diinginkan
Tak banyak rasa yang hinggap dalam renung dan hayalan
Namun aku tersadar dari lamunanku bahwa hanya ada satu kembang yang ingin aku miliki
Hanya kau, bidadariku...