Malam ini hujan cukup deras menerpa pelataran sebuah Toko Swalayan. Suasana jalanan pun tampak lebih lengang dari biasaanya, mengingat hari ini adalah Hari Jumat dan jam pun sudah tak bisa dibilang sore lagi. Pukul 23.30.
“Ah seharusnya aku tak usah datang.”
Sosok yang sejak tadi berdiri masih dengan headset yang menyumpal kedua telinganya terlihat menggerutu dan sesekali berdecak kesal.“Kau menyesal?” Tanya seorang lelaki berperawakan tinggi pada sang gadis yang sedang berdiri menggigil di sebelahnya.
“Tentu saja tidak. Aku hanya kesal dengan hujan yang tiba-tiba datang.” Ucap si gadis sembari melepas headset dari telinganya.
“Begitukah? Tidak kah kau mengingat sesuatu tentang suasana seperti ini?” Tanya sang pria.
“...” Hening tak ada sahutan, hanya terdengar suara rintik hujan yang saling bertubrukan berebut menjadi yang tercepat sampai di tanah.
“Ehmm, Acara reuni malam ini terlalu istimewa untuk dilewatkan.” Tanpa si wanita sadari kini si pria tengah mengamatinya secara intens, seakan jika memalingkan sedikit saja pandangannya maka si wanita akan lenyap bersama hujan yang masih turun dengan derasnya.
“Maksudnya?” Tanya si wanita sembari menoleh ke arah si pria dan itu membuat tatapan mereka bertemu dan saling mengunci tatapan satu sama lain hingga pada akhirnya si wanita memutuskan untuk mengalihkan pandangannya kembali ke arah jalanan, sekedar menghilangkan rasa gugupnya serta pipi yang sedikit merona karena malu.
“Manda.” Panggil sang pria pada si wanita di sertai kekehan kecil.
Si wanita yang tak lain adalah Manda, hanya berdeham untuk membalas panggilan sang pria. Masih dengan pandangannya yang menatap ke arah jalanan. Sepi, sunyi hanya ada mereka berdua di sini, hal tersebut membuat kedua pipi Manda memanas mengeluarkan semburat merah. Namun, sedetik kemudian pandangannya berubah sendu, senyum yang ia tahan pun kini tak terbekas lagi terhapus oleh ingatan beberapa jam lalu saat dimana ia mendapat pernyataan cinta yang begitu tiba-tiba. Ya. Dika, si pria yang kini berada di sebelahnya.”Ada apa? Apa kau masih memikirkan perkataanku tadi? Tak usah kau anggap serius ucapanku tadi jika itu terlalu mengganggumu.” Ucap Dika sambil mengeluarkan jas hujan dari dalam tasnya.
“Apa?” Manda terlihat bingung dengan apa yang Dika ucapkan.
“Kau bahkan tadi menolakku. Aku pikir kau memiliki perasaan yang sama. Ternyata itu hanya pikiran bodohku saja. Aku bahkan terlalu percaya diri tentunya sebagai seorang pria yang telah ditolak di hadapan banyak orang.” Senyum tulus yang terpatri di wajah Dika memudar tergantikan sebuah senyuman yang begitu jelas dipaksakan.
“Aku.. maaf.” Ucap Manda lirih diiringi beberapa tetes air mata yang turun membelai pipinya.
“Ah, sudahlah. Aku pergi dulu ya, Man. Bye.” Dika tersenyum dan berlari menuju halaman dimana mobilnya terparkir, Dan meninggalkan sebuah jas hujan tepat di bawah kaki Manda.
“Masih sama.” Bisik manda pada dirinya sendiri. Samar-samar masih Manda ingat senyuman itu. Senyuman yang dulu hampir setiap hari ia kagumi dari kejauhan.
Flashback
Ini adalah hari pertama Manda menginjakkan kaki di Java High School. Dia menjadi siswa pindahan di tahun kedua. Tak ingin terlambat di hari pertama sekolah, Ia sengaja berangkat lebih awal berniat untuk melihat–lihat gedung sekolah barunya. Tapi, Alangkah terkejutnya dia sesampainya di depan gerbang sekolahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masih Sama
Short StoryBagaimana jika perasaan yang kau miliki tersimpan terlalu lama namun terungkap disaat yang paling menyedihkan? "Semua masih sama, Saat kau tersenyum hatiku seakan pecah. Semua masih sama saat kau memandangku, Aku semakin mencintamu. Untuk malam ini...