Aku Marinah seorang Janda tua, Aku adalah seorang Ibu yang harus rela melihat suamiku pergi untuk mempertahankan sang buah hati. Ya, dia harus pergi karena anak kita yang bernama Kinanti mempunyai suatu kelainan jantung yang mengharuskan adanya transplantasi. keluarga kami tak punya biaya lagi, sempat tersirat untuk membuka donasi tapi biaya operasi ini memang sangat tinggi. Kami mendapatkan dana dari beberapa relawan, tapi tetap saja itu tak cukup untuk harga satu buah organ.Suamiku terlalu dermawan, melihat sang buah hati yang jika tak diobati akan selamanya pergi, rela menghadap sang illahi agar sang buat hati tetap tegak berdiri. Suamiku mendonorkan jantungnya untuk sang cahaya mentari. Suamiku menitipkan suatu prinsip dan wasiat kepadaku yaitu
"Jika kamu sedang lelah, jangan pernah membuat Kinanti menjadi orang yang lemah dan cepat menyerah".
Wasiat itulah yang membuatku tetap teguh walau badai menungguku dari jauh.
Hasil transplantasi jantung Kinanti tak terlalu baik, Kinanti memiliki kelainan yang membuatnya buta pada umur 5 tahu. Aku sempat menyerah, tapi aku mengingat suamiku yang tetap berdiri gagah saatku tegar karena aku takkan melihat kembali senyumannya yang cerah. Kinanti adalah anak yang kuat, Ia pernah berkata kepadaku
"Bunda, dede gaakan sedih karena ini, karena adek tau Tuhan beri kelainan ini agar adek lihat bunda pake mata hati dede yang menyatu sama jiwa ayah. jadi ayah juga bisa liat bunda lewat dedek." Ucap Kinanti
Kerusuhan di Ibu Kota kian membara membuatku takut dan segera memindahkan kinanti ke tempat bibi yang berada di pelosok Bekasi yang saat itu kondisinya masih asri. Aku yang menjual kue di sekitaran kota Jakarta harus rela untuk pulang dan pergi lebih jauh agar Kinanti tetap aman. Aku mulai bersiap menuju kota sambil membungkuskan kue di keranjang kayu tua yang sudah kujadikan alat penjualan sejak lama. Suara ayam berkokok menandakanku untuk segera pergi dan sejenak mencium Kinanti yang masi terlelap dalam mimpi.
"Nak, segera bangun dan kejar mimpimu, taklukan dunia yang keras ini." Ucapku segera pergi
Dua keranjang kue yang beralaskan koran menjadi satu satunya sumber penghasilan. Kue keranjangku memang setiap hati habis, tapi raga dan tenagaku semakin hari kian menipis, hingga pada suatu hari aku memberi kinanti pesan,
"Nak, Jikalau nanti ada yang memelukmu dengan manis berarti nanti akan ada sebuah pesan cantik untukmu nak."
"Bunda bisa aja.., Kinanti jadi kepo nih gara gara omongan bunda."
***
YOU ARE READING
Keranjang Keadilan
Short StoryDI sebuah masa dimana suatu negara sedang mengalami gejolak yang tak kunjung berhenti menolak, terselip sebuah kisah pilu nan sedu di pinggiran kota jakarta. Seorang Ibu yang hidup dengan satu cahaya tanpa kepala keluarga. Hidup sebatang kara penuh...