Shannon mondar-mandir mencari syal biru belang kesayangannya. Hari itu musim gugur, udara di luar cukup dingin bagi seorang wanita berusia lima puluh tahun untuk berjalan-jalan ke taman bunga dekat pusat kota. Shannon sebenarnya tidak akan mau jika pergi tanpa syal kesayangannya, terlepas dari dingin atau tidaknya udara di luar. Saat itu, dia akan pergi bersama suaminya, Tuan Moore—yang lebih senang dipanggil Cornelius, yang memutuskan untuk berhenti bekerja sebagai buruh dan memilih untuk menemani istrinya.
Shannon sudah cemberut seharian setelah kalah bermain monopoli tradisional melawan suaminya sendiri. Hal itulah yang mendasari Cornelius untuk membawa istrinya menuju Bright Park yang berada di perempatan Jalan Hedrew nomor empat yang super ramai, khususnya pada hari Jumat sore. Jalan Hedrew memang alternatif terbaik bagi siapapun yang ingin pergi menuju landmark kota sekaligus pergi ke kantor karena ada banyak tempat kerja di sana.
"Aku sudah cantik sore ini?" Tanya Shannon kepada suaminya itu dengan nada manja.
"Sepertinya setiap hari kamu selalu CANTIK di mataku," jawab Cornelius yang menekankan kata "cantik" dalam kalimatnya.
Istri dari Cornelius sudah pasti sangat senang dengan jawaban suaminya. Ya, siapa yang tidak senang dengan jawaban berisi gombalan manis yang dapat membuat siapapun salah tingkah? Namun, Cornelius mengatakannya dengan sangat jujur—dan itu jadi alasan mengapa orientasinya bukan untuk membuat Shannon salah tingkah atau itu benar-benar bukan sekadar gombalan. Dia benar-benar jujur, dan memang Cornelius merasa bahwa apapun yang dikatakannya pada istrinya merupakan fakta, bukan omong kosong. Sehingga, kata-kata salah tingkah seharusnya sudah tidak berlaku lagi di antara hubungan mereka. Tetapi, tepat saat itu juga, Shannon menunjukkan reaksi yang membuat Cornelius teringat pada seorang Shannon Carol yang masih menjadi gadis berumur dua puluh tahun, yang kelihatan sekali salah tingkah setiap Cornelius menggombal. Jadi, agak aneh jika di usianya, Shannon masih suka salah tingkah.
Cornelius memperhatikan Shannon yang salah tingkah. Dia tahu persis bagaimana keadaan istrinya ketika salah tingkah: bernyanyi pelan sembari menyisipkan kalimat-kalimat seperti hei, bagaimana aku sekarang? Wow aku digombali seorang pria!—mungkin begitulah, sambil menyentuh kedua pipinya, walaupun tidak setepat itu, namun itu intinya. Cornelius sendiri sudah agak lupa bagaimana kalimat yang biasa dilontarkan oleh istrinya setiap kali istrinya terlalu bahagia karena habis digombali. Baju Shannon diusap beberapa kali oleh dirinya sendiri agar meninggalkan kesan rapi. Dia benar-benar harus merasa enak untuk dilihat karena sudah diberi pujian. Sesekali Shannon juga mengaca pada kaca besar gedung yang berjejer di persimpangan Jalan Hedrew. Memang, jalan itu diisi oleh gedung tinggi bertingkat dengan kaca super besar yang mampu menampilkan pantulan diri dari ujung kepala hingga ujung kaki dan tidak sedikit pula orang yang ingin mengaca pada kaca gedung.
"Kapan kita akan sampai di taman?" Tanya Shannon yang sudah tidak sabar untuk duduk-duduk manis di taman.
Cornelius merangkul istrinya, lalu mengarahkan jari telunjuknya. "Kau lihat patung singa di sana? Sebentar lagi kita sampai, Sayang," begitu jawaban Cornelius yang lagi-lagi membuat Shannon tersenyum salah tingkah.
Sesampainya di Bright Park, begitu nama asli taman tersebut, Shannon terlebih dahulu dipersilakan oleh Cornelius untuk duduk di atas bangku kayu ek yang sudah agak tua. Suami Shannon sudah membersihkan sisi kanan bangku yang dipenuhi oleh daun maple merah yang berguguran sebelum istrinya duduk. Di sisi kiri bangku tampak seorang gadis yang duduk sembari memainkan ponselnya. Omong-omong bangku itu hanya memuat dua orang dewasa saja sehingga Cornelius yang memberikan bagian kanan bangku itu untuk istrinya.
"Kau tidak akan pegal?" Tanya Shannon yang mendapati suaminya berdiri di sebelahnya. Dia kemudian menoleh ke arah gadis itu, seakan-akan memberikan sinyal agar gadis itu pergi, namun Cornelius mencegahnya dengan mengalihkan perhatiannya. "Kita juga tidak boleh berlama-lama di sini. Rachel akan datang sebentar lagi," sambungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forget Me Not
Non-FictionThis heartwarming true story is about Rachel, written by mougreen "This story is dedicated for Rachel and my wife, Shannon. I'll let the world know if both of them are my lovers forever." -Cornelius Moore "Even if the world hates my Rachel, we will...