It Must Have Been The Wind

213 25 5
                                    

 Yuri menghempaskan tubuhnya keatas ranjang, pria bertubuh tinggi itu mencoba memejamkan mata. Ia kini masih berpakaian lengkap, belum sempat mandi ataupun sekedar melepas kaus kakinya. Pagi tadi, ia baru saja pindah ke apratemen baru yang belum sempat ia rapikan sampai sekarang. Barang barangnya masih berserakan disana sini, beberapa box bahkan masih tertinggal di lobi. Ah, Yuri sudah terlalu lelah untuk menyelesaikan semuanya sekarang. Ia hanya ingin cepat tidur dan segera beristirahat. Yuri menenggelamkan wajahnya kebantal dan memejamkan mata. Namun tak lama kemudian, tidurnya terusik dengan suara barang pecah diseberang ruangannya. Yuri menggeliat terganggu, ia membalikan badan dan mencari posisi yang lebih nyaman. Ia mencoba tak peduli. Sayangnya, ia belum juga diizinkan untuk tidur nyenyak. Yuri kini justru mendengar suara orang menangis dari sumber yang sama. Laki laki itu memang sangat lelah sekarang, namun ia cukup yakin bahawa yang ia dengar bukanlah sekedar halusinasi. Yuri menelungkupkan badannya dan menutup telinga dengan bantal. Ia hanya butuh tidur sekarang, tidak bolehkah?

Suara itu terus berlanjut 10 menit kemudian. Yuri mengacak rambutnya frustasi. Ia duduk diatas tempat tidur dan menatap cermin yang manampilkan dirinya yang tampak sangat buruk. Laki laki itu mendengus keras, ia berjalan terseok dan menabrak box-box besar yang berserakan di lantai apartemennya. Ia keluar dari apartemen lalu berjalan menuju apartemen sebelah. Yuri menekan bel beberapa kali sembari menguap. Tak lama, pintu terbuka. Seorang pria bertubuh pendek mengintip dibalik pintu. Wajahnya yang terlihat memerah tertutupi oleh rambut hitam yang jatuh di sisi wajahnya.

 Wajahnya yang terlihat memerah tertutupi oleh rambut hitam yang jatuh di sisi wajahnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Ada apa?" pria itu bertanya ketus. Yuri menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, ia bingung bagaimana harus bertanya.

"Aku dengar sesusatu dari kamarmu. Kau tau itu a-"

"Hanya angin. Kau salah dengar" pria itu memotong pertanyaan Yuri. Ia menunduk dalam, enggan menatapnya.

"O-oh. Ok" Yuri sadar ia bodoh, namun ia jelas dapat membedakan suara tangis dan suara angin. Tapi memangnya ia bisa apa? Yuri mengangguk paham, ia segera pamit dan berjalan kembali kekamarnya.

 Sesampainya didalam, kantuk Yuri hilang tak berbekas. Ia membongkar salah satu box dan mengambil sebuah keping CD didalamnya. Laki-laki itu segera memasukannya kedalam DVD player. Ia tau itu cara primitif untuk memutar sebuah lagu. Namun bagi Yuri, hal itu selalu memberikan sensasi nostalgia yang menyenangkan. Yuri menyandarkan dirinya didinding dan menatap langit langit ruangan yang terlihat remang. Lagu latar dari sebuah film kesukannya terdengar di telinga. Lagu berjudul 'City Of Star' memang sudah lama ia berikan ruang dalam playlist favoritnya. Ia seketika mengeryit ketika ingat pria tadi. Menggemaskan. Yuri menggelengkan kepalanya, ia baru saja memikirkan sesuatu yang bodoh. Lagu itu terus berulang diruangan tersebut. Dan tepat ketika chorus pertama, seseorang mengetuk pintu kamarnya. Yuri mengeryit bingung. Hey, siapa yang bertamu tengah malam seperti ini? Yuri membuka pintu perlahan, separuh takut bila itu adalah orang jahat. Ternyata, itu adalah laki-laki pendek yang ditemuinya tadi. Ia menunduk dalam, tudung hoodie berwarna hitam kini menutupi rambut panjang yang sebelumnya ia lihat. Yuri terdiam lama. Ia kini justru sibuk bergulat dengan pikirannya sendiri.

"Mau masuk?" Yuri bertanya ragu. Laki-laki itu malah memalingkan wajahnya kesamping. Yuri terkesiap, ia bingung harus bagaimana. Setelah beberapa lama, Yuri memutuskan masuk terlebih dulu. Laki-laki itu mengekorinya dan ikut duduk disisi Yuri. Keduanya sama-sama tidak mengucapkan sepatah katapun. Lagu 'City Of Star' yang baru terulang kembali justru membuat suasana semakin aneh. Yuri berulang kali melirik kesamping, ragu hendak memulai pembicaraan.

"Kau bisa bercerita sesuatu kalau kau mau." Laki-laki itu hanya menoleh sekilas dan kembali menatap kedepan. Yuri seketika salah tingkah. Ia menyapu rambutnya kebelakang dan berdehem keras. "Mungkin tadi memang suara angin" lirih Yuri. Ia kembali melirik kesamping, ingin melihat respon laki-laki itu atas perkatannya barusan. Namun, nihil. Laki- laki itu masih tetap membeku. Tanpa sadar Yuri mulai memperhatikan fitur wajah seseorang disampingnya. Rambut hitam legam yang mencuat dari sisi hoodienya tampak kontras dengan hidung mancung kemerahan yang terlihat sempurna dari samping. Yuri tersenyum, laki-laki dewasa mana yang masih menangis sampai hidungnya terlihat menyerupai warna buah tomat. Tiba-tiba, laki-laki itu menoleh dan menatapnya. Yuri gelagapan, ia reflek berdiri, berkata dengan raut wajah dibuat-buat, "Aku ambil minum sebentar"

Yuri kembali dengan 2 botol soju ditangnnya. Laki-laki itu baru ingat bahwa hanya itulah yang ada didalam kulkasnya saat ini. Ia meletakannya diantara mereka berdua dan mulai meminumnya sedikit demi sedikit. Tubuhnya perlahan merileks, ia menggumakan lirik 'City Of Star' dengan suaranya yang serak dan berat.

                                                                          City of star

                                                           Are you shining just for me

                                                                           City of star

                                                      There's so much that i can't see

Waktu bergerak melambat, namun detak enggan berhenti dan kini bahkan sudah mengarah pada angka dua. Yuri telah menghabiskan sebotol sojunya. Ia tidak mabuk, namun kepalanya terasa mulai pusing. Saat itulah, seseorang disampingnya tiba tiba berdiri. Yuri hanya menatapnya bingung, bahkan ketika laki-laki itu berjalan kearah pintu. Tiba-tiba ia berhenti dan menoleh.

"Gomawo" ia berujar lirih dan meninggalkan Yuri seorang diri. Yuri tertegun, tadi itu apa? Ia menghela napas kasar, kembali bersandar di dinding dan menatap langit langit yang remang. Yuri baru tersadar ketika alarm bangun tidur di hpnya tiba-tiba berbunyi. Lagi, 'City Of Star' berhasil mengantarkannya pada fajar. Tidak sekali. Namun sudah puluhan kali.

                                            City of star, are you shining just for me?

                                                                                       -

Catatan tanggal 18 September 2019

Ini adalah malam pertamaku disini. Aku tidak mengharapkan sesuatu yang lebih, namun malam ini terlalu luar biasa walau hanya untuk digambarkan. Jin-ah, walaupun aku tidak tau apa yang membuatmu menangis malam ini. Tapi percayalah, ini adalah saat terakhirku untuk melihatmu berwajah seperti itu. Aku berjanji

 Pyr-

To Be Continue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

To Be Continue

Big thanks untuk mas landak dan mas kucing yang telah berhasil membuat tangan ini gatel pen bikin karya nista tentang kebucinan mereka berdua. Rencananya ff nista ini akan dibangun diatas kebucinan bersama dan nggk hanya atas kebucinanku. Jadi, untuk bolo-bolo semua yang halu atas couple ini, silahhkan request moment mereka yang menurut kalian harus banget direalisasikan lewat karya nista ini. Luv-

@_bananaitupisang

Long Sequence II Yuri X Baekjin II YurijinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang