Malam ini masih sama seperti malam-malam biasanya. Selalu sepi dan sunyi. Seolah-olah tidak ada mahkluk hidup di dalamnya. Hanya ada suara dari elektro kardiograf (alat pendeteksi detak jantung) yang berbunyi, membuat Angga berulang-ulang kali memanjatkan rasa syukur di dalam hatinya.
Setidaknya walaupun perempuan di hadapannya itu tertidur lelap di dalam masa komanya, Angga masih sangat bersyukur karena perempuan itu masih bernafas. Walaupun kemungkinan dia bangun dari komanya sangatlah kecil, tetapi Angga percaya, bahwa Tuhan meyayanginya dan akan memberikan yang terbaik untuknya.
Lagi-lagi Angga meneteskan air matanya. Dia tidak ingin menyalahkan siapa-siapa. Ini semua murni sebuah kecelakaan. Tapi kalau saja pada malam itu dia menuruti keinginan istrinya untuk tidak pergi merayakan hari jadi pernikahan mereka di luar rumah, pasti tidak akan seperti ini jadinya.
Kecelakaan na'as itu pasti tidak akan pernah terjadi.
Sacha pasti tidak akan despresi akibat kejadian yang telah membuatnya keguguran dan menjalani operasi pengangkatan rahim karena bayi dan rahimnya hancur akibat kecelakaan na'as itu terjadi. Dan perempuan itu juga tidak akan nekat melakukan percobaan bunuh diri seperti ini.
"Sacha pasti sedih kalo ngeliat kamu kaya gini," suara lembut itu menyadarkan Angga, dan membuat lelaki itu membalikan badan untuk menatap seorang perempuan cantik berkerudung yang berdiri sambil menatapnya.
"Sebuah kesedihan yang berlarut-larut itu nggak baik, Angga..."
Dan Angga menganggukan kepalanya. Dia tahu itu, dia sangat amat faham. Tapi coba tolong ajarkan Angga bagaimana caranya dia bahagia saat melihat istrinya terbujur kaku tidak berdaya di atas sebuah ranjang rumah sakit selama 45 bulan lamanya.
"Aku tahu, semuanya berat buat kamu." Adinda menatap ke arah adik lelakinya, "Tapi kamu gak bisa terus kaya gini. Bukannya aku udah bilang berpuluh-puluh kali sama kamu? Sacha sudah koma selama 45 bulan, hal itu udah melebihi dari batas wajar seseorang yang koma, Angga."
Dan tatapan lelaki itu langsung berubah setajam elang, "Terus? Teh Dinda mau bilang lagi, kalau Sacha nggak akan pernah bangun, gitu?" tanya Angga ketus.
Adinda memejamkan matanya, dia juga tidak ingin berkata seperti itu. Tapi, sebagai dokter dan kakak dari Angga—yang selama ini telah menangani Sacha sejak dia koma, Adinda tahu sekali. Kemungkinan Sacha bangun dari tidur panjangnya itu hanya; 18%.
Adinda telah menangani berbagai macam kasus koma seperti yang sedang Sacha alami. Dan kasus koma yang memakan waktu selama berbulan-bulan atau bahkan hingga tahunan memang ada. Tetapi hanya 1 dari 10 kasus koma di dunia. Dan jarang dari kebanyakan kasus itu, yang pasiennya bagun dan hidup normal kembali.
"Saya ini dokternya Sacha, Angga. Bila berat untuk kamu menerima semua yang saya katakan karena status persaudaraan kita. Maka saat ini, Anggaplah saya sebagai orang lain. Seorang dokter yang sejak lama menangani istrimu," kata Adinda dengan lembut, mencoba membuat Angga mengerti.
"Tapi teteh bukan Tuhan!" bentak Angga sambil berdiri dari duduknya. Dia terlihat sangat emosi. Angga tidak suka melihat ada orang yang sok tahu dengan nasib kesembuhan istrinya.
"I know Angga, but I just want to make you realize," balas Adinda juga tidak ingin mau mengalah.
"Mendingan teteh pergi, dari pada teteh semakin buat aku hilang kesabaran," usir Angga dengan wajah datarnya.
Dengan berat hati, Adinda menghela nafasnya. Lalu memutar tubuhnya untuk meninggalkan ruangan tempat di mana Sacha dirawat.
***
"Bunda dengar, kamu bertengkar dengan tetehmu kemarin malam?" Hasna menatap ke arah anak lelakinya sambil menuangkan air panas ke dalam cangkir teh milik Angga lalu mengaduknya agar teh dan gulanya larut bersama air tersebut.
Angga berdecih remeh sambil membuang pandangannya, "Teteh ngadu sama bunda?"
"Kamu tahu tetehmu bukan tipikal orang yang seperti itu."
Mendengar jawaban Hasna membuat Angga menatap wanita paruh baya itu dengan sebelah alis yang terangkat.
"Bunda ada di sana semalam,"
Angga menatap bundanya tidak percaya, "Kamu bisa tanya dengan para suster yang berjaga di ruangan Sacha," terang Hasna karena merasa putranya tidak mempercayainya.
"Lain kali, bunda gak mau dengar kamu mengusir kakakmu seperti itu lagi. Memalukan!"
Dan dengan berat hati Angga menganggukan kepalanya, dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain menurut. Meskipun tetap saja dia masih merasa marah dengan perkataan kakaknya kemarin malam.
***
Sebenarnya perkataan kakaknya benar. Bahkan seratus persen benar. Angga sendiri juga beberapa kali mencari-cari informasi tentang masalah koma yang berkepanjangan. Dan sebagian besar hasil pencariannya mengatakan bahwa hanya sedikit pasien yang dapat terbagun dan kembali menjalani kehidupan secara normal.
Hidup ini bukan seperti film dramatis yang sering ditonton Sacha, bukan. Yang kebanyakan pemeran utamanya akan bangun dari komanya, dan dapat hidup normal kembali. Atau seperti film sleeping beauty yang pemeran utamanya tertidur lama, lalu kemudian terbangun saat pangeran menciumnya.
Nyatanya, Angga sering kali mencium Sacha. Tetapi perempuan itu tidak urung bangun dari komanya. Atau mungkinkah jika Angga bukanlah sosok pangeran yang Sacha inginkan?
Angga terkekeh sambil mengusap wajahnya. Pemikiran konyol dan bodoh miliknya itu bisa membuatnya gila. Bagaimana mungkin Angga bisa berfikiran demikian? Dia yakin jika Sacha hanya mencintai dirinya seorang.
####
Halo, senangnya bisa kembali menulis di akun wattpad kesayanganku. Sebelumnya, terima kasih telah meluangkan waktu untuk membaca. Berharap sekali jika kalian suka, hihihi.
Sedikit cerita, sebenarnya cerita ini sudah pernah ku upload beberapa tahun yang lalu, tetapi kurang puas dengan alurnya, akhirnya ku unpublish dan ku remake alur ceritanya. Dengan nama dan karakter tokoh yang berbeda.
Dan karena saat ini aku sedang menjadi #zarangga bucinners jadi saya buat cerita ini mengatas namakan mereka melalui imajinasi jelek saya. Ehehe.
Semoga kalian suka, salam manis: Kidzbae❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
HIS SECOND WIFE (SLOW UPDATE)
FanfictionKatanya, kita seperti simbiosis mutualisme. Kamu membutuhkanku untuk berkembang biak. Sementara aku membutuhkanmu untuk bertahan hidup, melindungi diri dari dunia luar yang sering kali menikamku dengan ketidakadilan. Tapi bagaimana bisa semuanya ber...