EMPTY

5 1 0
                                    

Aku benci kebohongan ....

Tapi kenapa ... Hal yang kubenci justru datang darinya yang kusayang ....

Tidak peduli bagaimana ketidakadilan yang dulu dia kasih, aku tetap menyayanginya.

Bahkan aku tidak akan bisa membencinya, karena aku hanya tidak suka sikapnya. Selebihnya aku menyayanginya.

Tapi kenapa, justru kamu memberikan sakit hati terbesar sampai aku percaya ....

Kalau kamu pantas dibenci ....

Revolusion EMPTY

Malam itu menjadi malam panjang untuk semua orang. Hingga pukul mencapai tengah malam pun, kerumunan orang di luar sana malah semakin banyak.

Suara terompet, letusan kembang api dan berbagai mercon, dan iringan berbagai musik dari segala genre mengisi malam itu. Orang-orang tidak ada hentinya memantau jam sambil menikmati kegiatan mereka. Di moment ini pula, orang-orang memanfaatkannya untuk berkumpul dengan orang terkasih, bahkan tak jarang ada yang sambil melakukan makan-makan atau hal lainnya yang biasa dilakukan oleh orang dikala kumpul liburan.

Sama seperti gadis berumur 14 tahun saat ini, dia Septi Haliman.

"Ahh, paman Riman ayo nyalakan kembang apinya!" ujar Gizo tak sabar. Di belakangnya seorang anak kecil dua tahun di bawahnya mengintip dari belakang punggung Kakaknya takut-takut.

"Ahaha, Zidan penakut," ejek Aizit.

"ABANG!" Zidan sudah hendak menangis.

"Aizit, jangan ganggu Adiknya." Izan tertua ke dua dari garis persepupuan menegur.

Lelaki itu bersama Adiknya, Rizky Haliman tengah menyiapkan panggangan.

"Woi, Visa ini colanya!" teriak Vikar dari dalam vila.

Visa yang sedang memotong sayur dengan Miza dan Nisa sontak berhenti dahulu dan menghampiri kembarannya.

"Sep, engga bantu yang lain?" tanya Ayahnya, Riman Haliman. Sepertinya selesai menyalakan kembang api.

Saat ini malam tahun baru, tahun akan berganti dan mereka memutuskan untuk menyewa vila untuk merayakannya. Untuk istirahat sebentar dari segala berat yang ada. Apalagi tahun ini begitu sangat berat untuk keluarganya.

Terutama Ayah dan para sepupunya.

Jika Septi beruntung masih memiliki Shinta dan Riman, serta Kakak dan Adiknya yaitu Rifa dan Nisa. Beda dengan sepupunya yang lain.

Mereka, sudah tidak memiliki orang tua. Septi menatap sendu dan prihatin pada para sepupunya yang tampak tertawa lepas dengan kegiatan masing-masing. Entah siapa yang tau, kan, perasaan mereka sebenarnya?

Riman menyadarinya dan mengelus puncak kepala putri ke duanya. Tatapannya menunjukan raut bersalah.

"Maaf," ucap Riman penuh sesal.

Septi sontak menatapnya, bahkan Septi tidak menjawab pertanyaan Riman sebelumnya. Ia bersama Ayahnya duduk di bangku dekat pembatas di mana menghadap langsung ke kota yang dipenuhi kemerlap kembang api beserta lampu kota yang indah. Vila mereka memang tepat di atas gunung.

Revolusion EMPTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang