Empty One

7 1 0
                                    

Tepat pukul 14.30 bel pulang SMP Sayap Timur berbunyi.

Lorong ruangan mulai dipenuhi murid-murid yang baru selesai melakukan kegiatan belajar. Sebagian dari mereka yang mengikuti ekskul segera menuju tempat berkumpulnya. Sebagian juga memilih mampir atau sekadar main bersama kawannya.

Namun di kelas IX-H beberapa murid masih betah di kelas. Termasuk seorang gadis yang duduk di baris paling pojok meja ke dua, tepat di dekat pintu keluar. Gadis itu masih sibuk dengan novelnya sementara tiga temannya sibuk berbincang dengan semangat.

"Sep, engga pulang?" Suara itu mengalihkan atensi Septi. Kepalanya mendongak, menatap lelaki yang berdiri di ambang pintu kelas bersama temannya. Melihat tas yang dibawanya sepertinya ia hendak pulang.

"Belum."

"Oke, gue duluan."

"Hati-hati Davino." Siti teman sebangku Septi yang mengatakannya. Davino membalas dengan senyuman lebarnya barulah ia melangkah keluar kelas.

"Syukur engga ada pengayaan coy," ujar Wulan lalu menghembus napas kasar.

Teman sebangku Wulan, Sabri hanya terkekeh. "Pengayaan itu penting, kita udah kelas 9."

"Alah, tapi capek," keluh Wulan seraya menaruh kepalanya di atas meja dengan ke dua tangan terlentang ke depan. Terlihat sekali ia lelah dengan harinya.

"Sabar, bentar lagi juga." Siti mencibir. Tangannya sibuk membereskan buku-bukunya.

"Sit, lu engga PMR?" tanya Sabri.

Siti sontak membelalakan mata dan melihat ke arah jam. Setelahnya, gadis berkucir kuda itu buru-buru memasukan barangnya asal dan menggendong tasnya. Wajahnya terlihat panik, sekadar pamitan pun nada suaranya terdengar terburu-buru.

"Gue lupa ada kumpul buat bahas lengser! Bisa dibunuh Dudung gue," kata Siti yang merupakan wakilketua dari ekskul PMR.

Yah, gadis ini tergolong ceroboh dan pelupa, namun Siti pribadi yang sangat ramah juga mampu membuat suasana jadi ceria terlepas dari dirinya yang cerewet. Siti juga mampu membuat orang bertekuk lutut padanya, mulutnya pedas. Pintar menggabungkan beberapa orang dalam sebuah kelompok. Hal itu yang membuat dia dipilih menjadi wakilketua.

Vote juga banyak yang memilihnya saat itu.

"Gue duluan, yah." Siti lalu bergegas keluar kelas. Masih ada kepanikan di wajahnya.

"Lan, lu pulang sama siapa?" tanya Sabri terlihat bersiap untuk pulang juga.

"Sama sopir, lu?"

"Gue naik motor." Sabri beralih menatap Septi yang selesai membaca. Gadis itu tengah menaruh novelnya ke dalam tas. "Sep, lu pulang sama siapa?"

Septi menggendong tasnya terlebih dahulu baru menjawab. "Sepupu gue mungkin."

"Yakin?" tanya Sabri. Ia berdiri bersamaan Wulan juga yang keluar dari meja mereka.

"Hm, duluan ajah."

Sabri hanya mengangguk lalu pergi bersama Wulan dari kelas. Meninggalkan Septi sendirian di sana yang terlihat belum mau beranjak.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Revolusion EMPTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang