Tentang sang purnama yang hanya datang sekali waktu,
hujan yang tak pantang meski jatuh berkali kali ke muka bumi,
tentang kuncup yang merekah menjadi bunga nan indah,
dan senja yang hilang ditelan oleh malam.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
"Jangan liat ke belakang lagi Nan, sakit", ucap Aryn.
Kini Aryn sedang duduk bersama Ana di kursi taman alun alun Lembang setelah Ana mengeluh lelah kepadanya dengan wajah menyedihkan beberapa waktu lalu di kampus. Kembali seperti ini, duduk diam, melamun. Pemandangan yang sudah lama tak dilihat oleh Aryn. Hanya ada 1 hal yang bisa membuatnya begini.
"Liat ke belakang apanya?", tanya Ana meleburkan seluruh lamunannya.
"Makan mie di minimarket hayu Nan", ajak Aryn menggunakan logat khas sundanya sembari berdiri dari kursi taman, menunggu sahabatnya itu mengikutinya.
Tanpa banyak bicara Ana mengikuti sahabatnya itu, memasuki minimarket lalu pergi ke bagian mie. Setelah itu mereka mengambil minuman, membayar ke kasir, dan duduk di kursi peramban yang telah disiapkan di area depan minimarket.
Aryn melihat Ana mengaduk aduk mie cupnya, terlihat lebih bersemangat dari sebelumnya. Mie adalah satu hal yang Aryn ingat betul sejak SMA bisa membuat sahabatnya itu menjadi lebih tenang.
"Ada apa Nan?", Aryn membuka pembicaraan, perlahan mencoba membuat sahabatnya itu membuka diri mengenai masalah yang sedang dihadapinya sekarang, meski sebenarnya Aryn sendiri tau apa hal yang bisa membuat Ana menjadi seperti ini.
Ana hanya diam
"Aku ini sahabatmu Nan. Aku ada di sini, kamu bisa cerita apa aja. Jangan ditahan"
Ana merasa seperti disiram air dingin, rasanya menyejukkan. Kata kata itu sangat menenangkan untuknya, membuatnya tidak merasa sendirian.
"Aku keinget Adnan"
"Kenapa tiba tiba?"
Ia sangat tidak suka jika Ana ingat kembali tentang masa lalunya itu, 'Jangan lihat ke belakang', maksudnya tadi, ia tahu betul Ana kembali teringat masa lalunya, ia hanya tidak ingin Ana mengenang masa lalunya kembali karena ia tahu hal itu hanya akan membuat Ana sedih.
"Enggak tau, Ryn. Padahal udah lama banget ya. Tugas lagi banyak banget, aku juga lagi capek mungkin, jadi keinget"
Ini menjadi hal yang tidak biasa. Aryn pikir Ana sudah menutup semua ceritanya rapat rapat, tapi nyatanya sekarang luka itu terbuka lagi. Ia melihat air mata mulai menggenangi mata bulat cantik milik sahabatnya itu, Aryn memegangi tangan sahabatnya itu kuat kuat. Tidak bicara apa apa, Aryn tahu di saat seperti ini Ana hanya perlu didengarkan.
"Ini udah 5 tahun Ryn. Aku udah lulus SMA dengan nilai yang baik, aku berhasil masuk ke perguruan tinggi yang aku mau, tapi Adnan ke mana?", Ana bicara panjang lebar sambil menangis, ini yang ia benci dari dirinya.
"Adnan udah enggak ada di sini Nan", ucap Aryn sambil mengelus lembut tangan sahabatnya itu.
"Iya aku tau"
Iya, Ana tau, tanpa Aryn beritahu pun Ana tahu Adnan sudah tidak ada di sana, tidak lagi bersama dia. Ana tahu jelas dia sendirian, makanya dia benci menangis dan membicarakan lagi tentang Adnan. Karena tangisannya itu hanya akan didengar oleh semesta dan ia tau semesta tak akan mau menyampaikan kesedihan yang ia rasakan itu kepada Adnan, jadi selama ini ia hanya diam, menutup lukanya rapat rapat tanpa mengizinkan seorang pun menyembuhkan itu.
YOU ARE READING
PURNAMA
Teen Fiction"Manusia itu punya pilihan, Nan. Apapun pilihannya, dia harus siap buat ambil resiko dari keputusan yang udah dia pilih itu" Yang tulisan miring, flashback on ya gais. Lov yu💛