"Aku jelek ya nas?" tanya Reina tiba tiba dengan suara pelan. Hampir tidak terdengar.
Sekarang Reina dan Nasya sedang berada di perpustakaan. Hal yang biasa mereka lakukan ketika jam kosong sejak kelas sepuluh. Bagi mereka perpustakaan adalah tempat ternyaman seantero sekolah. Bukan, bukan untuk belajar. Melainkan wifian sambil menikmati ac ruangan yang lebih dingin dari pada kelas mereka.
"hah? ngga kok. Cantik itu relatif. Kamu cantik Re, inget kata Bruno Mars you are amazing, just the way you are!" balas Nasya.
Melihat Reina dengan pandangannya yang kosong, Nasya mengerti. Sahabatnya itu bersedih lagi.
"Kalo gitu, aku ngebosenin ya? makanya Nael tinggalin aku" kata Reina tak kalah pelan dari sebelumnya.
"Rei, udahlah gausah sedih lagi. Cari yang baru. Itu artinya tuhan sayang sama kamu. Everything happens for a reason. Yok semangat yok!" Nasya menyemangati. Namun tampaknya lawan bicaranya itu tidak menggubris sama sekali. Reina masih melamun.
"Tapi aku maunya Nael, ngga mau yang lain" balas Reina, kali ini ia menatap Nasya lekat lekat. Seolah olah ingin memberitahu Nasya kalau perkataannya itu sungguh sungguh.
"Iya Rei, gua ngerti. Tapi mau sampe kapan lu gini? sedangkan dia udah bahagia sama yang lain?" Bagai disiram air dingin di tengah hari, Reina tersadar karena perkataan Nasya.
Bener juga, mau sampe kapan aku kayak gini? batin Reina.
"Yuk cari yang baru, kalo misalnya itu bisa bikin lo merasa lebih baik kenapa ngga? dari pada tiap malem lo nangisin dia ngga jelas kek gitu. Gua tanya, emang dia peduli sama lo? ngga kan?" Lagi lagi perkataan Nasya menusuk hati Reina.
Iya juga ya. Dia gapeduli juga sama aku, kenapa aku harus kayak gini?
Tapi hati Reina bagaikan batu. Ia masih dengan pendiriannya. Hanya ada Nael di otaknya.
"Aku nangis karena aku kangen dia, aku kangen dia yang dulu. Aku mau dia balik lagi ke aku. Aku kangen notif dari dia, kangen ngobrol sama dia, kangen chatan sama dia, kangen jalan sama dia, kangen telponan sampe malem sama dia. Semuanya, semua tentang dia. Tapi kenapa Nas? kenapa semuanya berubah?" Mati matian Reina menahan air matanya, kalau saja sedang tidak di perpustakaan, sudah pasti dia menangis sekarang.
Nasya kasihan melihat sahabatnya itu. Reina keras kepala. Kalau sudah terlanjur suka mau bagaimana lagi?
"Iya iya oke gua ngerti. Lu lagi kangen. Gua pernah baca, Kalo lo lagi rindu sama seseorang, itu bukan karena orangnya jauh. Tapi karena orang itu udah jadi bagian dihati lo. Mantep bat gak tuh? tapi dianya aja ninggalin lo, masa lo masih mau jadiin orang itu bagian hati lo?" Kata kata Nasya menusuk hati Reina sekali lagi.
Semuanya benar, semua yang di katakan Nasya benar. Reina sangat bersyukur memiliki sahabat yang sangat mengerti dirinya ini. Tapi mungkin mood Reina sedang tidak bagus. Ia masih memasang wajah murung sampai saat ini.
Melihatnya, Nasya semakin tidak tega. Ia tidak suka saat sahabatnya terus sedih dan menangis.
"Manyun terus tambah jelek tau! Nanti siang kita ke mcd yuk, gua traktir Mc flurry gimana?" tawar Nasya. Tentu saja ia tau kesukaan sahabatnya ini.
Mendengar ajakan tersebut, Reina tersenyum lebar, menampilkan gigi giginya yang rapih. Bola matanya memancarkan kebahagiaan. Mood Reina berubah 0.1 detik mendengar kata 'traktir' dan 'Mc flurry'.
"Iya ayok!" jawab Reina masih sambil menyunggingkan senyumnya. Melihatnya Nasya ikutan senang, walaupun agak menjengkelkan.
"Dasar kecoa" umpat Nasya sambil merapikan bang barangnya di meja perpustakaan. Mereka berdua kembali ke kelas masing masing untuk melanjutkan pelajaran.
***
Teng... teng... teng...
Bel pulang sekolah berbunyi. Reina segera membereskan barang barangnya. Ia terlihat sangat bersemangat mengingat ia akan ditraktir Nasya es krim kesukaannya.
Mereka kemudian bertemu di tempat biasa mereka janjian lalu menuju parkiran diluar sekolah. Dikarenakan Nasya belum 17 tahun, maka dia belum diperbolehkan parkir di sekolah. Namun apa yang tidak diinginkan Reina akhir akhir ini terjadi.
Mereka berpapasan dengan Nael. Cowok berpostur tinggi tegap berkulit kuning langsat itu membawa gitar. Ia sempat melirik ke Reina, manik mata mereka bertemu, saling bertatapan sekian detik, hingga kemudian keduanya memalingkan wajah. Bersikap seolah mereka tidak pernah kenal sebelumnya.
Bahkan Reina sendiri bingung. Ia benci Nael, sangat benci ketika disaat seperti ini. Ia benci saat bertemu Nael di sekolah. Ia benci ketika mengingat betapa jahatnya Nael yang meninggalkannya sendirian. Disaat Reina sedang terpuruk.
Namun ketika dirumah, Reina akan merasa rindu. Rindu Nael, caranya berbicara, caranya menatap, caranya tersenyum. Kerinduan itu yang akan membuat Reina menangis, dan ia akan sadar kalau ia sudah jatuh terlalu dalam. Sebenarnya Reina pun bingung perasaannya dengan Nael sekarang.
"Lucu ya, kalian dulu akrab banget. Kemana mana berdua. Tapi sekarang jadi kayak orang asing gitu" ujar Nasya yang sedari tadi memerhatikan sikap Nael dan Reina.
"Iya, gua juga bingung. Gua benci banget sama dia. Kok dia tega ya? Dia ngerasa bersalah gak si?" kata Reina. Terselip nada kecewa di dalam perkataannya.
"Ya gatau gua juga, namanya juga cowok. Who knows?" Jawab Nasya.
Akhirnya mereka sampai di parkiran. Nasya segera menghidupkan motormya dan mereka pergi meninggalkan area parkiran.
Setibanya di mcd, mereka langsung memesan makanan. Reina memesan Mc flurry choco cheese dengan topping choco pops, tentu saja yang membayar Nasya. Sedangkan Nasya memesan iced coffee float.
Sambil menikmati makanan masing-masing, mereka bersenda gurau. Sesekali bertukar makanan. Nasya suka hal ini, ia rindu momen momen seperti ini. Melihat sahabatnya tertawa lepas. Akhir akhir ini memang Reina berada di fase berat dalam hidupnya.
Putus cinta. Semua orang pernah mengalami bukan? Cinta dapat membuat orang kuat menjadi lemah, dan orang lemah menjadi kuat. Begitupun yang terjadi pada Reina saat ini. Reina rapuh, ia menjadi sangat melow di rumah. Setiap malam pasti menangis. Curhatannya setiap hari membuat Nasya kasian. Ia tidak bisa membantu, ia hanya bisa mendukung apapun keputusan Reina.
"Udah sore, pulang yuk" ajak Reina. Cup Es krimnya terlihat sudah kosong.
"Lha tumben, biasanya ampe magrib" kata Nasya heran karena Reina jarang seperti ini. Kalau sudah main, Reina pasti malas pulang.
"Mau ngerjain tugas dulu. Banyak banget bio" eluh Reina.
"Nah makanya masuk IPS aja, ga ada bio bio an" Nasya berbangga diri. Ia menyengir kuda memamerkan giginya ke Reina.
Awalnya Nasya dan Reina adalah teman satu SMP. Namun ketika SMA, mereka berbeda jurusan. Nasya memilih jurusan IPS, sedangkan Reina IPA. Namun hal itu tidak menghalangi mereka untuk tetap main bareng dan melakukan sesuatu bersama sama.
"Ngga mao ntar ketemu sejarah huu. Udah ah yok pulang!" ledek Reina. Akhirnya mereka pulang ke rumah masing masing
Bosen y?
Yaudahlah ya
To be continued!