kegeblekan

18K 1.1K 118
                                    

"Vano!"

Jemima menggebrak meja di depannya. Udah satu setengah jam lebih dia nunggu di monas, panas-panas, gataunya si pembuat janji malah ketiduran di sofa apartemennya. Untung apartnya di SCBD. Coba kalo di Bogor, udah mati konyol si Jemima ngamuk di jalanan.

"H-Ha?"

Jevano masih ngerjap-ngerjap karena nyawanya dipaksa masuk. Membangunkan mimpi indah dia. Nyosor Renata misalnya.

"Lo geblek banget sih jadi orang! Gue udah nunggu di monas ampe luntur asal lo tau!"

Mulut pedes bukan bakat Jemima. Tapi kalo urusan komplen, mengeluh, nyinyir, dia ahlinya. Jemima melepas tas selempangnya dan melempar tepat ke muka Jevano yang masih bau iler. Naas, hidung mancungnya beneran ketimpuk sama tas Gucci lawas itu. Gila! Mahal mahal cuma buat nimpukin orang.

"Astaga Jem! Sakit elah!"

"Bodo. Lo kira gue enak dari tadi di monas?"

"Ck!"

Jevano bangkit dan jalan ke wastafel dapur. Sedikit guyur wajah blasterannya yang tegas itu dengan air. Semoga dengan begini otaknya kembali jernih suci dan fitri kek abis lebaran.

"Oke gue minta maaf karena ketiduran."

Jemima ga bergeming.

Sedetik kemudian ia menarik napas dalam dan menghembuskannya cukup keras. Seperti menggelindingkan emosi di hati, keluar dari hidung.

"Gue maafin."

Udah? Segampang itu?

Masa iya gaada ngambek-ngambeknya?

Ih ga seru.

Iya ga seru emang kalo punya cewe kaya Jemima. Lebih suka anteng diem daripada cari keributan. Kecuali kalo ama Vano dia ga segan cincang tu bocah. Mungkin itu alasan kenapa dia tetep aja jomblo meskipun sederet cowo populer di kampus udah ngejar-ngejar dia. Ga deh, itu mah dia aja yang ga selera ama cowo-cowo itu. Norak katanya.

Jemima ngambil tasnya yang jatuh di sisi kiri kursi. Membukanya dan kemudian mengambil smartphone keluaran terbaru. Untungnya si Chloe, nama smartphonenya, strong. Jadi ga kenapa-napa.

Yaiyalah, yang kenapa-kenapa tuh hidung Jevano. Masih merah dan sudut matanya sedikit berair.

Katanya kalo ditimpuk kesialan bakal dapet rejeki, No. Gapapa. Tapi cuma katanya sih ya.

"Gimana? Jadi ke monas?" tanya Jemima dengan nada lebih kalem. Sepertinya emosi dia udah beneran reda.

"Iya. Gue ganti baju dulu."

Jevano melepas kaos singlet itu sembarangan. Melemparnya dan tepat mendarat di atas Chloe. Emosi Jemima kembali meninggi, namun ia urung ketika menghirup aroma segar Jo Malone English Pear dari kaos singlet Vano. Udah dipake tidur aja masih wangi, missqueenzen can't relate.

Jemima mindahin singlet itu ke dalem bak cucian di kamar Jevano. Deket dengan pintu kamarnya.

Si Vano lagi asik milihin kaos di tumpukan baju lemarinya. Tenang, celana basket dia udah berganti dengan celana selutut warna hijau gelap.

"Jangan pake kaos item. Putih aja. Mau dehidrasi apa gimana?" sahut Jemima setelah memindahkan celana basket Jevano dari atas kasur ke keranjang cucian juga. Ia mendekati Jevano dan sedikit berjinjit buat ngambil kaos putih di tumpukan baju.

Jevano nurut dan pake kaos itu. Jadi seger penampilannya.

"Lo bawa mobil kan?" tanya Jevano sambil menyisir rambut blondenya dengan jari. Padahal sisir mahal dia ada di meja deket lemari.

"Iya. Mazda putih."

Jemima keluar dan memasukkan Chloe ke dalam tas selempang. Ia mengambil kunci dan menyerahkannya ke Jevano yang lewat di samping dia. Mereka langsung menuju ke monas setelah menutup pintu apartemen Vano. Tenang, auto-lock. Aman.

Jevano udah mulai menghiasi sketsa dia dengan gambar monas. Mereka lagi duduk di taman pelataran monas. Cari tempat duduk di deket pohon biar ga panas panas amat.

Ngomong-ngomong mereka berdua pake kaos putih. Bedanya di Jemima pake rok sepaha. Bisa dikira dating nih dua sobat yang selalu nempel macem udah dikasih lem G ini.

Jemima milih buka tabletnya dan ngeluarin pensil digital. Scroll-tulis-scroll-tulis. Ngapalin anatomi dan semacamnya.

Kira-kira udah sebanding dengan waktu yang Jemima habiskan di sini sendirian tadi, Jevano selesai nulisin skala di sketsanya. Jemimanya sih masih fokus bikin catetan di lecture note dia.

"Ginjal ya?" Jevano yang daritadi melongok ke tablet Jemima, bertanya singkat.

"Hmm."

"Kenapa ginjal manusia ada dua?" tanya Jevano random.

"Gatau. Udah takdir." jawab Jemima acuh sambil mengendikkan bahu. Fokusnya masih kepada catatan yang ia buat.

"Biar yang satu bisa dijual." sahut Jevano asal.

Jevano memasukkan sketsanya ke dalam tas tabung. Menempatkan alat gambarnya di sana juga.

"Ck! Otak lo perlu dikomersilin deh, No. Gaada benefitnya jual satu ginjal, tau."

"Ada. Kan banyak orang jual ginjalnya buat dicangkokin ke orang lain."

"Ya tapi banyak juga kasus kesehatan mereka yang menurun setelah itu. Hidup cuma dengan satu ginjal tuh susah."

"Karena ginjalnya jadi jomblo ya?" Jevano mendekatkan kepalanya tepat di depan wajah Jemima. Jemima langsung membereskan tablet dan pensilnya ke dalam tas selempang. Menghindar dari muka menjengkelkan Vano.

"Hooh. Kalo udah terbiasa bersama tuh gaboleh dipisahin." jawab Jemima main-main.

Jemima beranjak berdiri.

"Macem lo sama Ko Jeffrey. Kerjaannya bucin mulu abis jadi panitia dies natalis." Jevano melingkarkan lengannya ke pundak Jemima. Si Jemima cuma rolling eyes. Dalem hati dia menggerutu, dari mana si Vano bangsul bisa tau?

"Kaya lo waras aja kalo ketemu Renata. Padahal udah heboh disko tuh dalem ati."

"Dalem ati. Asal ga dijogetin aja."

"Garing banget sumpah."

Jemima menepuk keras lengan Jevano. Guyonannya beneran garing. Tapi Jemima tetep aja ketawa. Ya ketawa miris aja sih. Ini temennya masih 20 tahun candaannya udah ngelebihin umur hotman paris. Lain kali Vano perlu les ngelucu deh.

"Ntar kalo guyonan gue renyah, lo bisa muji muji gue. Gaenak sama Ko Jeffrey."

Bisaan aja ngelesnya si bule.

Tiba-tiba..

"Jiaaahh pacaran kok di monas."

"Wakakak pacaran kok siang bolong."

Ada beberapa bocil yang seenak jidatnya melintasi Jevano dan Jemima. Ya kalo cuma lewat mah mereka enjoy. Eh kok malah ngejek sambil melet-melet. Abis itu mereka langsung ngacir berlima sambil ketawa.

Jemima berbalik tiba-tiba dan mengacungkan jari tengahnya ke belakang.

Bertepatan dengan itu pula di belakangnya ada seorang nenek yang lagi gandeng cucunya.

Jevano cuma bisa nahan ketawa ketika Jemima ngacir macem kelima bocil tadi usai merengek, "Maaf neekkk.."

friend with benefitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang